Oleh Muhammad Irfan Hakim – Anggota Dewan Sughli Wilayah Hizbul Wathan Jawa Timur
PWMU.CO- Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan memiliki rekam jejak sejarah yang gemilang, karena itu cukup membanggakan jika dapat menjadi kenangan. Secara historis, Kepanduan Hizbul Wathan merupakan gerakan kepanduan tertua di Indonesia yang masih eksis hingga kini. Meski keberadaan Kepanduan Hizbul Wathan sempat menjadi perdebatan yang dinamis, namun faktanya telah sukses melahirkan tokoh-tokoh hebat Republik ini. Salah satunya yang paling fenomenal yakni Panglima Besar Jenderal Soedirman.
Nostalgia pada gerakan boleh saja, tapi jangan sampai menjadi gerakan nostalgia. Yakni gerakan yang sangat lancar dalam bercerita tentang masa lalu, namun gugup dan gagap untuk memaparkan visi tentang masa depan. Memang tidak boleh melupakan sejarah, sebagaimana pesan Bung Karno: “JAS MERAH, Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah”, tapi jangan pula tenggelam dalam kubangan kenangan masa lalu. Gerakan harus tetap hadir pada masa kini dan punya harapan pada masa depan. Untuk itu, kita harus bijak menempatkan sejarah, menjadikannya referensi untuk meniti hari ini dan menyulam masa depan.
Salah satu faktor utama dari eksistensi suatu gerakan adalah kemampuannya beradaptasi, menyesuaikan diri, dan beraktualiasai. Kepanduan Hizbul Wathan harus selalu relevan dengan perkembangan zaman.
Sebagaimana Muhammadiyah, dapat terus eksis hingga saat ini karena kemampuannya dalam beradaptasi, terus melakukan tajdid (pembaharuan) agar senantiasa relevan dalam kehidupan. K.H. Ahmad Dahlan pernah berkata “Muhammadiyah sekarang ini lain dengan Muhammadiyah yang akan datang”. Relevansi gerakan terhadap tantangan yang aktual itulah yang menjadikan Muhammadiyah dapat terus eksis, diterima dan berkembang hingga saat ini.
Hizbul Wathan, Anglaras Iling Banyu
Kita menyadari bahwa dinamika zaman akibat dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang massif dan terus berakselerasi. Akselerasi tersebut tersebut tidak hanya mampu melakukan lompatan yang positif atau konstruktif. Tidak sedikit pula yang mengarah pada dampak yang destruktif.
Sebagai gerakan kepanduan yang “berkemajuan” sebagaimana tagline Muhammadiyah, Kepanduan Hizbul Wathan tidak boleh tinggal diam, hanyut dan tenggelam dalam arus perubahan zaman. Kepanduan Hizbul Wathan harus mampu mengalir, berenang, maupun berselancar dalam beradaptasi dan beraktualisasi yang relevansi dengan tantangan perubahan zaman. Sebagaimana nasehat Sunan Kalijaga dalam menghadapi perubahan: “anglaras ilining banyu. Angeli ananging ora keli” yang artinya “selaras dengan aliran air. Mengalirlah tapi jangan sampai hanyut”.
Jika memaknainya secara berbeda dari pesan Sunan Kalijaga tersebut dalam konteks Kepanduan Hizbul Wathan, salah satu sifat Kepanduan Hizbul Wathan yakni terbuka. Namun keterbukaan Kepanduan Hizbul Wathan bukan asal terbuka untuk seluruh lapisan masyarakat — tanpa membedakan gender, ras, suku, dan latar belakang sosial-budaya —, tetapi juga terbuka dalam menghadapi perkembangan zaman.
Kepanduan Hizbul Wathan memiliki mindset yang terbuka (open minded), melek ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal ini selaras dengan tujuan berdirinya Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan, yakni: “menyiapkan dan membina anak, remaja, dan pemuda yang memiliki aqidah, mental dan fisik, berilmu dan berteknologi serta berakhlak karimah dengan tujuan terwujudnya pribadi muslim yang sebenar-benarnya dan siap menjadi kader persyarikatan, umat dan bangsa”. Kalimat “berilmu dan berteknologi” dalam kalimat tersebut perlu mendapat garisbawah, dalam konteks ini.
Bersiap Menjadi Kader Persyarikatan, Umat dan Bangsa
“Jadi kader Muhammadiyah itu berat, ragu dan bimbang lebih baik pulang”, begitulah kata Jenderal Soedirman.
Kepanduan Hizbul Wathan harus mampu menjadi rahim utama untuk melahirkan kader-kader Muhammadiyah dari jalur kepanduan. Menjadi organisasi otonom yang anggotanya mulai dari tingkat belia hingga tua, dari Tunas Athfal hingga Wreda. Upaya pembinaan untuk siap menjadi kader Muhammadiyah harus maksimal dalam rangka mencetak kader-kader militant. Yaitu kader-kader yang memiliki komitmen dan konsistensi yang tinggi. Dalam Kepanduan Hizbul Wathan senantiasa diinternalisasikan bahwa menjadi kader Hizbul Wathan itu harus memiliki kesadaran akan kedudukan dan perannya sebagai kader persyarikatan, umat dan bangsa.
Kesiapan menjadi kader persyarikatan, umat dan bangsa tidak cukup hanya sekadar memiliki komitmen dan konsistensi, tapi juga kompetensi yang mumpuni. Kompetensi berkaitan dengan kemampuan atau keterampilan yang dibutuhkan di era sekarang dan siap menyongsong era mendatang. Jadi, PR dari Hizbul Wathan sebagai salah satu organ kaderisasi, tidak cukup hanya pada masalah bagaimana menanamkan komitmen dan konsistensi, tetapi juga bagaimana mampu memberikan bekal untuk siap berkiprah menjadi kader persyarikatan, umat dan bangsa. Komitmen, konsistensi dan kompetensi harus berjalan secara equilibrium (seimbang) supaya benar-benar menjadi kader yang militan juga kompeten, bukan kader yang militan tapi inkompeten atau kompeten tapi tidak militan.
Kepak Sayap Gerakan
Menghadapi persoalan kekinian, Kepanduan Hizbul Wathan juga harus dengan cara atau strategi yang kekinian pula. Kepanduan Hizbul Wathan harus membuka cakrawala berpikir seluas-luasnya. Kader Kepanduan Hizbul Wathan harus mulai membuka pikiran dengan cara meluaskan makna dari Kepanduan Hizbul Wathan itu sendiri, yaitu membela tanah air.
Membela tanah air tidak selalu dengan cara mengangkat senjata, apalagi sekarang bukan era peperangan dengan senjata. Membela tanah air sebagai bukti kecintaan dan kepedulian bisa dengan menyesuaikan pada konteks tantangan zaman yang ada. Misalnya, persoalan kemiskinan, kesehatan, ekonomi, pendidikan, kerusakan lingkungan, artificial intelegence (AI), dan lain sebagainya, merupakan tantangan berat yang sedang menghadang Kepanduan Hizbul Wathan. Karena itu, Kepanduan Hizbul Wathan harus mumpuni dalam melawan tantangan tersebut.
Mencermati permasalahan yang kompleks tersebut, agar Kepanduan Hizbul Wathan masih berkesempatan untuk berkontribusi nyata melalui gerakan, maka Kepanduan Hizbul Wathan perlu melakukan aktualisasi gerakan. Kepanduan Hizbul Wathan harus melakukan upgrade atau mengembangkan teknik-teknik kepanduan. Keterampilan tentang sandi menjadi coding, survival yang biasanya hanya berkaitan dengan hal survive di hutan, bisa berpola untuk kehidupan sehari-hari. Belajar dari kisah Bocah Gaza yang berjuluk “Newton from Gaza” karena mampu menciptakan listrik dengan fasilitas yang terbatas.
Pendek kata, Kepanduan Hizbul Wathan pasti memiliki instrumen-instrumen kreatif inovatif yang secara filosofis maupun praktis secara komprehensif mampuu untuk “meng-kepaksayap-kan” gerakan, sehingga siap berkiprah menjadi kader persyarikatan, umat dan bangsa.
Editor Notonegoro