Oleh Sri Yulianti – Mahasiswi DKV Universitas Muhammadiyah Surabaya
PWMU.CO – Sains dan agama sering dianggap berada dalam dua kutub yang berbeda. Sains berlandaskan logika dan pembuktian empiris, sementara agama, termasuk Islam, berpegang pada keimanan dan wahyu. Akan tetapi, apakah benar keduanya tidak bisa berjalan beriringan?.
Sejarah mencatat bahwa Islam memainkan peran besar dalam pengembangan ilmu pengetahuan selama masa keemasan peradaban Islam.
Misalnya, beberapa ilmuwan Muslim klasik seperti Al-Khawarizmi, Ibnu Sina, Al-Biruni, dan Ibnu Khaldun adalah tokoh-tokoh yang membuktikan bahwa sains dan Islam dapat saling mendukung dan berkembang bersama. Mereka menjadikan al-Quran sebagai inspirasi untuk mengembangkan berbagai cabang ilmu pengetahuan, mulai dari matematika, kedokteran, hingga astronomi.
Selain itu, pada era modern, pemikir seperti Seyyed Hossein Nasr dan Ziauddin Sardar juga terus mengadvokasi bahwa Islam dan sains bukanlah musuh, tetapi justru saling melengkapi.
Islam menekankan pentingnya ilmu pengetahuan, yang dibuktikan dengan ayat pertama yang diturunkan, yaitu “Iqra” (Bacalah). Ayat ini menjadi bukti nyata bahwa Allah memerintahkan umat-Nya untuk belajar dan memahami alam semesta.
Bukan hanya itu, di dalam al-Quran juga terdapat ayat-ayat lainnya yang mengajak manusia untuk merenungkan fenomena alam, seperti pergantian siang dan malam (QS ali Imran: 190) serta proses penciptaan manusia (QS al-Mu’minun: 12-14). Nilai-nilai ini memberikan landasan bagi umat Islam untuk mengeksplorasi ilmu pengetahuan sebagai bentuk ibadah.
Rekonsiliasi antara sains dan Islam tidak hanya terjadi dalam peradaban klasik Islam, tetapi juga relevan di berbagai belahan dunia modern. Contohnya, di universitas-universitas seperti King Abdullah University of Science and Technology (KAUST) di Arab Saudi, di mana teknologi canggih dikembangkan dengan tetap mempertahankan prinsip-prinsip Islam.
Selain itu, diaspora Muslim di negara-negara Barat juga memainkan peran penting dalam menyatukan keimanan dengan logika modern melalui penelitian lintas disiplin.
Rekonsiliasi sains dan Islam sangat relevan di era modern, terutama ketika umat Islam dihadapkan pada tantangan global seperti perubahan iklim, kesehatan, dan teknologi. Dalam era Revolusi Industri 4.0, pemanfaatan kecerdasan buatan, big data, dan bioteknologi dapat menjadi sarana untuk membawa manfaat bagi umat manusia. Namun, pendekatan ini harus tetap dibingkai dalam nilai-nilai etis dan spiritual Islam agar tidak menyimpang dari tujuan kemaslahatan.
Mengapa Penting untuk Menyatukan Sains dan Islam?
Pemisahan sains dan agama dapat menyebabkan dua ekstrem. Di satu sisi, dominasi sains tanpa nilai spiritual bisa menciptakan dehumanisasi, seperti eksploitasi sumber daya alam secara berlebihan. Di sisi lain, keimanan yang menolak logika juga dapat menghasilkan dogmatisme yang menghambat kemajuan.
Rekonsiliasi antara keduanya penting untuk menciptakan keseimbangan. Islam mengajarkan bahwa ilmu pengetahuan harus digunakan untuk kemaslahatan umat, sebagaimana Rasulullah bersabda, “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lain.”
Rekonsiliasi ini dapat dilakukan dengan meningkatkan literasi sains berbasis Islam. Pendidikan yang mengintegrasikan ilmu pengetahuan modern dengan nilai-nilai Islam sangat penting. Kurikulum yang mengajarkan sains sebagai bagian dari ibadah dapat membentuk generasi yang berpikir logis tanpa mengesampingkan nilai-nilai spiritual.
Selain itu, dengan mengadopsi pendekatan interdisipliner, umat Muslim dapat memadukan sains dengan kajian keislaman, seperti bioetika dalam kedokteran yang mengikuti prinsip syariah atau teknologi keuangan berbasis sistem syariah.
Tidak lupa, hal yang juga harus dilakukan yakni mengembangkan Inovasi untuk kemaslahatan teknologi modern seperti energi terbarukan, pengelolaan air, dan teknologi pertanian dengan tetap memegang prinsip Islam tentang menjaga keseimbangan ekosistem (mizan).
Perlu juga mendorong Dialog dan Kolaborasi, Umat Islam perlu aktif berdialog dengan komunitas ilmiah global untuk memperkuat peran Islam dalam pengembangan ilmu pengetahuan sehingga rekonsiliasi antara sains dan Islam bukan hanya mungkin, tetapi juga penting untuk kemajuan umat manusia. Nilai-nilai Islam juga dapat membantu memberikan landasan etis bagi inovasi modern. Umat Muslim juga memiliki potensi besar untuk memimpin pengembangan ilmu pengetahuan dengan tetap menjaga nilai spiritualitas.
Sebagaimana yang ada di dalam al-Quran, “Dan tidaklah Kami menciptakan langit dan bumi serta apa yang ada di antara keduanya tanpa hikmah…” (QS Sad: 27). Maka dari itu, mari menjadikan sains sebagai jalan ibadah untuk mencapai keridhaan Allah. (*)
Editor Ni’matul Faizah