PWMU.CO – Ketua (Umum) Pimpinan Pusat Muhammadiyah 1968-1990, KH Abdur Rozak Fakhrudin, yang lebih dikenal dengan Pak AR, merupakan sosok teduh dan meneduhkan, sejuk dan menyejukkan, dan ramah kepada siapa saja. Selain dikenal sebagai muballigh yang selalu menebar rasa kasih sayang dalam kehidupan sesama Muslim dan non-Muslim, dia juga dikenal sebagai penulis yang produktif. Karya tulisnya banyak dibukukan untuk dijadikan pedoman bagi warga Muhammadiyah. Berikut ini pwmu.co menurunkan tulisan Pak AR terkait dengan pedoman dalam pernikahan. Selamat membaca!
Bagi calon-calon pengantin/mempelai, putra-putri dari keluarga Muhammadiyah, hendaknya:
Pertama. Bertaqwa kepada Allah Yang Maha Esa. Taqwallah, hendaknya benar-benar dijadikan dasar bagi pemuda pemudi yang telah berniat dan berminat untuk menegakkan rumah tangga bahagia menurut tuntunan Islam yang telah dicontohkan dan difatwakan oleh Nabi Muhammad saw.
Kedua, Pemuda Muhammadiyah yang memilih atau mencari-cari calon istrinya dan pemudi Nasyiatul Aisyiyah yang membanding-bandingkan dan menimbang-nimbangkan lamaran yang diterimanya, hendaklah didasarkan pilihannya atau penerimaannya pemudi atau pemuda yang bertaqwa kepada Allah benar-benar. Beragama Islam benar-benar.
Artinya menjalankan agama Islam itu dengan sungguh-sungguh. Syahadat kepercayaannya, shalat yang lima waktu hendaklah sudah dikerjakan, puasa Ramadhan hendaklah sudah biasa baginya. Zakatpun telah dikeluarkan kalau ia pemuda/pemudi yang kaya. Syukur kalau sudah mengerjakan ibadah haji. Berakhlak luhur/mulia. Sesuai dengan zaman dan keperluannya diusahakan yang mempunyai akhlak perjuangan/bermental tinggi.
Sesuai dengan ide-ide yang kita tegakkan dan kita perjuangkan hendaklah pemuda/pemudi itu yang mempunyai jiwa dakwah. Beruang, berpangkat, bernasab, tampan, adalah sekunder setelah akhlak dan agama kita utamakan.
Ketiga, bertunangan, bertukar cincin dan sebagainya, boleh-boleh saja asal saja tidak melanggar norma-norma Agama.
(Baca: Polemik Hukum Pre-Wedding dan Nikah Tanpa Restu Orangtua)
Pemuda-pemudi Muhammadiyah yang akan bertunangan dan akan bertukar cincin wajiblah mengetahui bahwa “seseorang pria” selama bukan “dengan wanita” muhrimnya atau istrinya yang telah dinikah adalah “tetap haram berduaan”, haram berpegang-pegangan, haram naik becak berdua, naik mobil berdua, naik kapal terbang berdua dan lebih haram lagi kalau sampai plesir berdua ke daerahdaerah dingin, seperti ke Kaliurang, Kopeng, Tawangmangu, Puncak, Brastagi, Malino, dan sebagainya, lalu bermalam berdua di hotel. Haram. Sungguh hal itu tidak pantas sekali bagi pemuda-pemudi keluarga Muhammadiyah, meskipun telah bertunangan atau bertukar cincin. Walaupun mahasiswa, tetap haram.
Selanjutnya halaman 2…