
PWMU.CO – Majelis Pendidikan Dasar, Menengah, dan Pendidikan Nonformal (Dikdasmen dan PNF) Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Lamongan menggelar Kajian Ramadan 1446 H pada Sabtu (22/3/2025).
Bertempat di Aula Masjid Asy-Syifa RS Muhammadiyah Lamongan, kajian ini mengangkat tema menarik: “Al-Qur’an dan Kesehatan, Tinjauan dari Ilmu Kedokteran.”
Kegiatan ini diikuti oleh para guru dan kepala sekolah Muhammadiyah se-Kabupaten Lamongan.
Hadir sebagai narasumber utama, Dokter H Wigid Deijatmiko SpB FinaCS, seorang dokter bedah yang juga dikenal sebagai penemu teknologi Mesencephalon Activation Just 30 Minutes.
Dalam pemaparannya, dr Wigid menyoroti bagaimana kesehatan sering kali menjadi tujuan utama seseorang dalam berpuasa atau berolahraga.
Ia menegaskan bahwa tujuan tersebut perlu dikoreksi agar tidak hanya berorientasi pada dunia, tetapi juga memiliki nilai ibadah dan orientasi akhirat.
“Banyak orang berpuasa karena ingin sehat, olahraga supaya bugar, atau datang ke dokter dengan harapan sembuh. Itu semua tidak salah, tetapi kalau niatnya hanya untuk kepentingan dunia, maka itu kurang tepat. Sehat itu dunia, sakit juga dunia. Yang lebih penting adalah bagaimana kita meniatkan segala sesuatu agar bernilai ibadah di hadapan Allah,” paparnya.
Dokter Wigid mengutip Surat Hud ayat 15–16 untuk menjelaskan bahwa Allah akan memberikan dunia kepada siapa pun yang menginginkannya. Namun, jika seseorang hanya mengejar dunia tanpa menautkannya dengan akhirat, maka di akhirat nanti ia tidak memiliki bagian.
“Maka dari itu, niatkan setiap ikhtiar kita untuk semakin mendekat kepada Allah. Jika kita berdoa meminta kesehatan, tambahkan doa agar sehat supaya bisa lebih kuat beribadah,” pesannya.
Ketulusan dalam Profesi dan Pengabdian
Lebih lanjut, Wigid juga menyinggung pentingnya niat dalam profesi, termasuk dalam dunia pendidikan. Ia mencontohkan pengalamannya sendiri yang meninggalkan status Pegawai Negeri Sipil (PNS) meski telah mengabdi selama 15 tahun di berbagai rumah sakit, demi lebih banyak berkontribusi kepada masyarakat.
“Saya mengundurkan diri tanpa hak pensiun. Kenapa? Karena saya ingin lebih banyak berbuat untuk akhirat. Saya menangani pasien yang kurang mampu, operasi secara gratis bagi mereka yang memiliki surat keterangan dari takmir masjid atau mushala. Semua ini saya lakukan bukan semata karena sosial, tetapi sebagai bentuk pengabdian kepada Allah,” ungkapnya.
Pesan ini juga ia tujukan kepada para guru Muhammadiyah yang hadir dalam kajian. Ia menegaskan bahwa profesi guru adalah ladang amal yang harus dikaitkan dengan orientasi akhirat.
“Mengajar bukan sekadar mentransfer ilmu, tetapi juga membentuk karakter dan menanamkan nilai-nilai Islam. Kalau niat kita hanya ingin gaji atau kenyamanan dunia, itu tidak akan bernilai apa-apa di akhirat. Tapi jika kita niatkan untuk mendidik generasi saleh, insyaallah pahalanya terus mengalir,” ujarnya.

Meraih Fadilah dengan Hati yang Lurus
Dokter Wigid juga menyoroti bagaimana sebagian orang memahami fadilah atau keutamaan ibadah secara keliru. Ia mencontohkan ibadah seperti salat duha yang sering dilakukan agar rezeki lancar.
“Kalau jenengan salat duha biar rezeki lancar, itu keliru. Fadilah dunia seperti ini hanya untuk motivasi otak, bukan untuk mengotori hati. Kalau hati rusak, ibadah kita tidak akan bernilai di sisi Allah.”
“Beda jika kita melakukan salat duha dengan harapan mendapatkan naungan di Padang Mahsyar, itu fadilah akhirat, dan itu diperbolehkan,” jelasnya.
Ia menegaskan bahwa setiap ibadah seharusnya memiliki tujuan akhirat, bukan sekadar kepentingan duniawi. Dengan cara itu, hati akan tetap bersih dan ikhlas dalam menjalankan setiap amalan.
Sebagai penutup, Wigid mengajak para guru Muhammadiyah untuk selalu menjaga niat dalam mendidik. Ia menegaskan bahwa profesi guru bukan sekadar pekerjaan, tetapi amanah besar yang harus dijalankan dengan ikhlas.
“Jadikanlah setiap ilmu yang diajarkan sebagai amal jariyah. Didiklah anak-anak dengan hati yang bersih dan niat yang lurus. Insyaallah, ilmu yang kita ajarkan akan menjadi penerang di dunia dan akhirat,” pungkasnya.
Penulis Alfain Jalaluddin Ramadlan Editor Azrohal Hasan