
PWMU.CO– Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi, Pendidikan Khusus, dan Pendidikan Layanan Khusus (PKPLK) menggelar peringatan Hari Down Syndrome Sedunia 2025 pada Senin (24/3/2025).
Dengan mengangkat tema “Meningkatkan Ekosistem Pendidikan yang Ramah bagi Anak dengan Down Syndrome”, Kemendikdasmen berkomitmen dan mengajak semua pihak untuk turut menciptakan lingkungan pendidikan yang lebih inklusif dan ramah bagi anak-anak dengan down syndrome.
Pendidikan inklusif adalah pendekatan pendidikan yang memastikan semua peserta didik, termasuk mereka dengan kebutuhan khusus, mendapatkan akses yang setara ke pendidikan berkualitas.
Staf Ahli Menteri Bidang Manajemen Talenta, Mariman Darto, dalam sambutannya mengatakan bahwa penyandang disabilitas merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam strategi pembangunan nasional.
“Oleh karena itu, Kemendikdasmen memberikan perhatian yang serius, salah satunya dengan pembentukan Direktorat Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus di bawah Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi, Pendidikan Khusus, dan Pendidikan Layanan Khusus,” kata Mariman.
Menurut Mariman, semangat yang diusung pada peringatan Hari Down Syndrome tahun ini sejalan dengan semangat yang dibangun Kemendikdasmen dalam mewujudkan pendidikan yang lebih inklusif dan bermutu bagi semua.
“Anak-anak dengan down syndrome memiliki hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan yang bermutu, sesuai dengan kebutuhan dan potensi mereka. Oleh karena itu, sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional, kita semua memiliki tanggung jawab untuk menciptakan lingkungan yang mendukung perkembangan mereka secara optimal,” kata Mariman.
Saat ini, implementasi pendidikan inklusif di sekolah umum masih menghadapi berbagai tantangan, seperti keterbatasan sumber daya, pelatihan guru yang kurang memadai, serta kurangnya fasilitas dan dukungan yang memadai untuk siswa dengan kebutuhan khusus. Selain itu, penyandang disabilitas juga dihadapkan pada tantangan kebekerjaan dengan terbatasnya lapangan pekerjaan bagi lulusan yang kompeten.
Sebagai upaya mengatasi hal tersebut, dalam beberapa tahun terakhir, lanjut Mariman, pemerintah terus berupaya memperkuat kebijakan dan program pendidikan inklusif di Indonesia. Berbagai inisiatif juga telah dilakukan, seperti peningkatan kapasitas pendidik dalam menangani kebutuhan khusus anak, penyediaan fasilitas yang lebih aksesibel, serta penyusunan kurikulum yang lebih adaptif dan responsif terhadap kebutuhan peserta didik berkebutuhan khusus, termasuk anak dengan down syndrome.
“Namun demikian, tugas kita belum selesai. Dibutuhkan sinergi dari berbagai pihak, pemerintah, sekolah, keluarga, dan masyarakat untuk memastikan anak-anak dengan down syndrome mendapatkan kesempatan yang sama dalam meraih masa depan yang lebih baik,” ujar Mariman.
Direktur Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus, Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi PKPLK, Saryadi, mengatakan bahwa Direktorat PKPLK akan terus berupaya meningkatkan layananpenguatan satuan pendidikan penyelenggara pendidikan inklusif di Indonesia untuk mewujudkan akses pendidikan yang setara bagi semua peserta didik.
“Kami akan terus meningkatkan kualitas pembelajaran melalui kurikulum yang akomodatif, penguatan kompetensi bagi guru dan tenaga kependidikan di sekolah inklusi, peningkatan sarana dan prasarana, termasuk pemberdayaan unit layanan disabilitas di daerah-daerah,” ujar Saryadi.
Sementara itu, Ketua Umum Yayasan POTADS (Persatuan Orang Tua Anak dengan Down Syndrome (POTADS)), Eliza Octavianti Rogi, menyampaikan bahwa tantangan terbesar dalam merawat anak dengan down syndrome membuat mereka mandiri dengan bakat dan potensi yang dimiliki.
“Lingkungan inklusif yang ramah, menjadi modal penting untuk menumbuhkan potensi anak dengan down syndrome. Kami berharap ada tempat-tempat belajar yang bisa menggali dan mengembangkan potensi mereka sehingga mereka bisa mandiri nantinya,” kata Eliza.

Kolaborasi, Kunci Mewujudkan Pendidikan Inklusif
Digelar di Aula Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) Jakarta, peringatan Hari Down Syndrome ini diisi dengan penampilan peserta didik dengan down syndrome dari SLB Negeri 4 Jakarta serta gelar wicara dengan tema “Membangun Lingkungan yang Ramah bagi Penyandang Down Syndrome”.
Gelar wicara ini menghadirkan sejumlah pembicara, di antaranya Ketua Komisi Nasional Disabilitas, Founder Kopi Kamu sebagai salah satu kedai kopi yang selama ini mempekerjakan anak dengan down syndrome, Kepala SLB Negeri 4 Jakarta, serta Ketua Umum Yayasan POTADS (Persatuan Orang Tua Anak dengan Down Syndrome (POTADS)).
Selain gelar wicara, Tenaga Ahli Prancis untuk Kemendikdasmen, Philippe Grange, juga membagikan praktik baik pendidikan inklusif di Prancis yang dimulai sejak tahun 2005, di mana anak-anak penyandang disabilitas berhak mendapatkan pendidikan reguler sejak taman kanak-kanak.
Selain adanya kebijakan guru pendamping bagi siswa dengan down syndrome, di sejumlah negara di Eropa, menurut Philippe, juga memberlakukan kebijakan, di mana penanganan satu siswa down syndrome setara dengan penanganan tiga siswa biasa.
“Jadi, ketika di kelas ada 20 siswa biasa, kemudian ada satu siswa down syndrome maka beban guru kelas bisa dikurangi menjadi 17 siswa biasa dan satu anak dengan down syndrome,” terang Philippe.
Masih menurut Philippe, berbagai pemangku kepentingan di Prancis juga berkolaborasi untuk tidak hanya menghadirkan lingkungan pendidikan inklusi, tetapi juga lingkungan sosial dan dunia kerja yang inklusi dengan mewajibkan perusahaan untuk mempekerjakan penyandang disabilitas serta memberikan keringanan hingga membebaskan pajak bagi perusahaan yang mempekerjakan pekerja disabilitas lebih dari 50 persen.
Sebagai informasi, Hari Down Syndrome Dunia sendiri diperingati setiap tanggal 21 Maret. Tanggal 21 Maret dipilih karena melambangkan trisomi 21, yaitu keberadaan tiga salinan kromosom ke-21 yang menjadi penyebab down syndrome atau kondisi kelainan genetik dimana muncul duplikat kromosom 21 pada bayi yang baru lahir.
Penulis Humas Mendikdasmen Editor Alfain Jalaluddin Ramadlan