
Oleh: Alfain Jalaluddin Ramadlan (Wakil Sekretaris LSBO PDM Lamongan, Ketua Pustaka dan Literasi Kwarwil HW Jatim, dan Ketua Bidang Tabligh dan Kajian Keislaman PC IMM Lamongan)
PWMU.CO – Di tengah gemuruh dunia yang kian bising, ada satu suara yang menentramkan, yaitu lantunan ayat-ayat al-Quran.
Al-Quran diturunkan dalam bahasa Arab dan terdiri dari 114 surat yang terbagi dalam 30 juz. Setiap ayat al-Quran dianggap sebagai wahyu ilahi yang sempurna dan tak tergantikan, dan diyakini tidak mengandung kesalahan atau penyimpangan
Kitab suci ini bukan hanya bacaan ibadah, melainkan pelita yang menuntun manusia menuju jalan lurus.
Namun, al-Quran bukanlah bacaan biasa. Ia adalah Kalamullah—firman Allah yang harus disambut dengan penuh adab dan takzim.
Para ulama Ahlussunnah mengatakan,
إن القرآن كلام الله، منزل غير مخلوق، منه بدأ، و إليه يعود
“al-Quran adalah Kalamullah, yang diturunkan dari Allah, bukan makhluk, al-Quran berasal hanya dari Allah, dan akan kembali kepada-Nya”.
Yang dimaksud dengan perkataan “al-Quran adalah Kalamullah” adalah bahwa teks ayat-ayat al-Quran adalah firman (perkataan) Allah yang Allah firmankan kepada Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam dengan huruf dan suara.
Ini adalah akidah Rasulullah Saw yang para salaf, dan seluruh ulama Ahlussunnah tanpa ada perselisihan di antara mereka. Sedangkan ahlul bid’ah meyakini bahwa al-Quran adalah makhluk Allah.
Oleh karena itu, ada beberapa adab yang harus dijaga saat membaca al-Quran, agar bacaan kita tak hanya berpahala, tetapi juga menyentuh hati dan mengubah perilaku.
Pertama, Niat yang Tulus dan Ikhlas
Dari Amirul Mukminin, Abu Hafsh ‘Umar bin Al-Khattab radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إنَّمَا الأعمَال بالنِّيَّاتِ وإِنَّما لِكُلِّ امريءٍ ما نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إلى اللهِ ورَسُولِهِ فهِجْرَتُهُ إلى اللهِ ورَسُوْلِهِ ومَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُها أو امرأةٍ يَنْكِحُهَا فهِجْرَتُهُ إلى ما هَاجَرَ إليهِ
“Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niatnya. Setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya untuk Allah dan Rasul-Nya. Siapa yang hijrahnya karena mencari dunia atau karena wanita yang dinikahinya, maka hijrahnya kepada yang ia tuju.” (HR. Bukhari dan Muslim) [HR. Bukhari, no. 1 dan Muslim, no. 1907]
Maka, sebelum membuka mushaf, niatkan membaca al-Quran semata-mata karena Allah, bukan karena kebiasaan atau hanya untuk mengejar target bacaan harian, atau niat yang lainnya.
Kedua, Bersuci Sebelum Membaca
Allah SWT berfirman dalam al-Quran surat al-Waqiah ayat 77 sampai 79
إِنَّهُۥ لَقُرْءَانٌۭ كَرِيمٌۭ
“dan (ini) sesungguhnya Alquran yang sangat mulia,”
فِىۡ كِتٰبٍ مَّكۡنُوۡنٍۙ
“dalam Kitab yang terpelihara (Lauḥ Maḥfūẓ),”
لَّا يَمَسُّهٗۤ اِلَّا الۡمُطَهَّرُوۡنَؕ
“tidak ada yang menyentuhnya selain hamba-hamba yang disucikan,”.
Dikutip dari website tafsiralquran.id. Dalam Mafatihul Ghaib, ar-Razi mengatakan bahwa ayat ini diturunkaan berkenaan dengan adanya tuduhan bahwa Al-Quran yang dibawa oleh Muhammad diturunkan oleh jin.
Mereka menqiyaskan dengan para jin yang memberikan informasi kepada para dukun sehingga merekaa juga menuduh bahwa Nabi Muhammad Saw tidak lebih dari seorang dukun yang dituntun oleh jin.
Berdasar tuduhan itu, maka turunlah ayat-ayat tersebut guna membantah tuduhan-tududan yang mereka lontarkan. Ayat tersebut mengatakan bahwa Al-Quran tidak tersentuh oleh jin melainkan orang-orang yang suci.
Adapun Muhammad Saw bukanlah dukun, pujangga, bahkan gila karena gangguan jin. Sehingga di ayat ke 80 dipertegas bahwa al-Quran diturunkan dari Tuhan semesta alam (Allah SWT).