PWMU.CO – Untuk menjadi pejabat di Indonesia harus punya modal besar. “Tidak cukup dengan integritas dan elektabilitas karena yang terpenting adalah isi tas.”
Pernyataan itu disampaikan Wakil Sekretaris Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jatim Dr Biyanto dalam acara Refleksi Milad Muhammadiyah, yang diadakan Pimpinan Ranting Muhammadiyah (PRM) Penanggungan, di Malang, Ahad (12/11/17).
Kontan, kritik bernada candaan yang dikutip Biyanto dari Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti itu disambut gelak-tawa hadirin yang didominasi Angkatan Muda Muhammadiyah (AMM) Kota Malang.
Biyanto menyampaikan hal itu menanggapi pertanyaan salah seorang peserta tentang kecil kemungkinan munculnya kader Muhammadiyah sebagai calon gubernur atau wakilnya dalam Pilgub Jatim 2018.
“Banyaknya pertanyaan itu wajar saja. Sebab, tentu semua ingin memiliki pemimpin yang berasal dari kelompoknya,” kata Biyanto. Akan tetapi, lanjutnya, untuk menjadikan kader sebagai pemimpin tidak bisa hanya mengandalkan suara dari Muhammadiyah. “Berapa sih jumlah warga kita ini?” tanyanya yang kemudian dijawab sendiri, “Secara kwantitas kita ini jauh dengan saudara kita.”
Menurut Dosen UINSA Surabaya ini, yang lebih rumit lagi ya soal modal itu. “Budaya politik kita sekarang ini menganut prinsip cash and carry. Bayar dulu baru dapat barang. Artinya siapa yang bisa memberi uang cash dialah yang akan dipilih,” ujarnya.
Yang lebih memprihatinkan, prinsip seperti itu juga menghinggapi para tokoh masyarakat. “Kata Pak Mu’ti, sekarang ini selain ada kyai khos juga ada kyai cash, sehingga menyebabkan hilangnya kepercayaan masyarakat pada tokoh-tokoh,” ujar Biyanto yang, lagi-lagi, disambut tawa peserta.
Meski menghadapi problem dilematik soal modal finansial itu, menurut Biyanto, mengambil peran dalam bidang politik tetap penting.
“Untuk itu kalau memang ada kader Muhammadiyah yang berkompeten ke bidang itu ya harus kita dukung dari partai manapun,” tegasnya. (Uzlifah)