PWMU.CO– “Ngapunten kalau bisa kulo minta ibu foto dekat Kakbah seperti foto bunda dan suami di foto profil.”
Pesan singkat itu kudapat dari putra Umayah, salah satu teman dalam rombonganku yang berusia 68 tahun, Senin (27/11/2017).
Miqot sudah diambil pagi tadi di Jikronah, hanya tinggal pelaksanaan umroh diawali dengan thawaf, sai, tahallul dan tertib. Seperti halnya shalat, urutannya tidak boleh dirubah atau acak.
Dipimpin ustadz Baihaqqi dari Lantabur El Irsyad, umroh yang sedianya akan dimulai harus ditunda karena 19 menit lagi adzan Ashar akan berkumandang.
Hal ini dilakukan untuk menghindari pecahnya rombongan saat thawaf. Karena bila tiba waktu shalat, area thawaf hanya boleh dipergunakan shalat bagi laki-laki sementara wanita harus keluar barisan dan shalat di luar area thawaf.
(Baca: https://www.pwmu.co/43049/2017/11/allah-menggiring-saya-memasuki-hijr-ismail/)
Kakbah sudah didepan mata, tidak ada salahnya kuturuti request anak laki-laki Umayah. Dengan spontan dan tidak membutuhkan waktu yang lama kuajak perempuan separoh baya itu mendekati Kakbah untuk berfoto .
Usai berselfie ria dan mengirim fotonya ke putranya di Indonesia, kami bermaksud kembali ke barisan.
Ternyata semua akses sudah ditutup dikarenakan jamaah shalat Ashar akan segera dimulai, dan kami memutuskan untuk bertahan dan shalat didepan Kakbah.
Usai shalat kami mencoba mencari rombongan yang ternyata tak bisa kami temukan. Akhirnya keputusan kembali ke pintu thawaf kami ambil.
Atas takdir Allah, area thawaf yang overlaod membuat jamaah umroh diarahkan ke masjid lantai 2.
Melihat kondisi temanku yang mulai letih dan putus asa dikarenakan area thawaf lantai 2 Masjidil Haram itu luasnya 10 kali lipat area thawaf di depan Kakbah, kami memutuskan langsung menuju Bukit Safa sebelum menyelasaikan satu kali putaran thawaf untuk menunggu rombongan di area pelaksanaan sai.
(Baca juga: https://www.pwmu.co/42800/2017/11/tak-semua-yang-thawaf-berihram-ada-pakai-jins-dan-kaos-oblong/)
Subhanallah, Allah mempertemukan kita sehingga ibadah sai hingga tahallul terlaksana dengan sempurna.
Namun ada yang mengganjal dihatiku tentang thawaf yang hanya satu putaran. Bergegas kutanyakan pada Ustadz Baihaqqi, sebuah jawaban yang tidak saya harapkan,
“Ulangi lagi dari awal, sebab pelaksanaan umroh itu sama dengan sholat, harus tertib!,” tutur beliau.
Astagfirullahaladzim…, karena selfie ibadah umrohku harus diulang. Sebab bila tidak segera dikerjakan, maka kami harus tetap dalam kondisi berihram dengan konsekuensi menjaga semua hal yang dilarang dan tetap menutup aurat hingga selesai tahallul.
Sempat kutanyakan apakah boleh kita anggap niat kita batal dan kemudian kita tidak jadi umroh?, “Tidak boleh, ini sudah risiko yang harus kalian terima dengan lapang dada,” jawabnya dengan tegas.
Selanjutnya tak perduli malam sudah larut, badan sudah berontak yang namanya dam harus ditunaikan.
Temanku Umayah memutuskan umroh besok pagi dengan konsekuensi tetap menjaga diri selama berihram. Sedangkan aku memutuskan untuk melanjutkan umroh hingga selesai ditemani suami tercinta.
Akhirnya kita lewati bersama hukuman ini. Sungguh baru kurasakan inilah umroh terlezat dan teristimewa yang aku alami sejak pertama kali berada di Baitullah.
Subhanallah Alhamdulillah Laa ilaaha illallah… (Bunda Tri)