PWMU.CO – Prof Dr Din Syamsuddin, Ketua Umum PP Muhammadiyah 2005-2015, pernah digugat oleh kelompok atheis. “Saya pernah disomasi, diminta bikin permohonan maaf seperempat halaman koran,” katanya, saat menjadi pembicara dalam “Konsolidasi PWM PDM dan Dialog bersama Din Syamsuddin”, di Aula KH Mas Mansyur, Gedung Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur, Kamis (14/4/2016).
(Baca: Jihad Konstitusi Harus Dilanjutkan)
Ceritanya, saat itu Din dimintai komentar oleh wartawan soal teror bom. Din pun memenuhinya. “Saya mengecam pelaku teror bom,” komentarnya. Tapi rupanya wartawan tidak puas. Mereka merasa pernyataan Din kurang keras. Maka Din pun mengubah pernyataannya. “Saya mengutuk pelaku teror bom,” katanya. Ternyata wartawan masih kurang puas juga dengan pernyataan itu. “Saya mengutuk keras pelaku teror bom,” kata Din, yang kini ‘turun gunung’ menjadi Ketua Pimpinan Ranting Muhammadiyah Pondok Labu, Jakarta Selatan.
Tapi kata mengutuk itu diprotes juga, karena menurut mereka, kata ‘kutuk’ itu hanya milik Tuhan. Maka Din pun akhirnya membuat pernyataan baru. “Saya mengecam keras perbuatan teror bom,” katanya. “Perbuatan teror dilakukan oleh orang yang tidak berperiketuhanan dan berperimanusiaan,” lanjutnya.
Pernyataan Din itu lalu oleh media ditulis: “Tidak bertuhan dan berperikemanusiaan.” Hal itulah yang membuat kelompok anti-Tuhan tersinggung. Din pun digugat kelompok penganut atheis ini. Mereka tidak terima dengan perkataan bahwa perbuatan teror dilakukan oleh orang yang “tidak bertuhan”. Sedangkan kelompok ini jelas-jelas mendeklarasikan anti-Tuhan. Mereka secara tak langsung seperti dituduh sebagai pelaku bom. Ah, ada-ada saja!
(Baca: Din Syamsuddin: Liberalisasi, Tantangan Muhammadiyah Hari Ini)
Dalam acara yang bertema “Muhammadiyah, Tantangan dan Agenda ke Depan” ini, Din memang secara panjang lebar menjelaskan tantangan yang dihadapi umat Islam kini, dan ke depan—dan banyak yang harus off the record. Menurut Din, ada tiga tantangan yang di hadapi umat Islam Indonesia, termasuk Muhammadiyah yang menjadi bagian di dalamnya. Tiga tantangan itu adalah nativisasi (aliran kebatinan), salibisasi (pemurtadan), dan liberalisasi.
Dalam telaah Din, sebenarnya ketiga tantangan itu sudah ada sejak dulu. “Saat ini ada kelanjutan ketiganya, bahkan menguat. Saya menyebutnya continuity and improvement. Kelanjutan, dan mengalami perkembangan,” tuturnya. Nah, kelompok anti-tuhan yang banyak muncul saat ini, termasuk yang menggugat Din, adalah perkembangan liberalisme theologis. Perkembangan liberalisme theologis ini ditandai pula oleh banyaknya kemunculan nabi atau tuhan palsu. Menurut Din, di Indonesia tercatat ada 141 orang yang mengaku nabi atau tuhan. (NURFATONI)