Pak Harto hadir membuka muktamar di Aceh itu. Di akhir sambutannya beliau mengaku dirinya adalah bibit Muhammadiyah yang ditanam untuk bangsa karena dulu beliau murid di sekolah Muhammadiyah. Pengakuan Pak Harto itu diikuti pejabat mulai dari menteri sampai koramil dan lurah. Semua mengaku dekat Muhammadiyah. Harmoko mengaku pernah menjadi pengurus ranting. Mar’ie Muhammad mengaku lahir di rumah sakit Muhammadiyah Surabaya. Semua pejabat jadi ramah dengan Muhammadiyah.
Pak Yahya Muhaimin mengatakan kepada Pak Amien bahwa pidato pak Harto itu isyarat agar Amien berhenti mengritiknya, berhenti melancarkan isu suksesi karena punya latar belakang sama yaitu sama-sama Muhammadiyah. “Tetapi sebagai Ketua Muhammadiyah saya tidak boleh berhenti menentang ketidakadilan,” jawab Pak Amien. Akhirnya bibit Muhammadiyah itu jatuh dari kursi presiden oleh bibit asli Muhammadiyah sendiri.
(Baca juga: Di Sel Tahanan, Buya Hamka Nyaris Putus Asa)
Sekalipun dalam politik berseberangan, Pak Amien tidak benci kepada Pak Harto. Ketika Pak Harto sakit kritis, Pak Amien menyerukan agar bangsa Indonesia memaafkan Pak Harto. Pemerintah diminta segera memberi ampunan juga, tidak perlu lewat pengadilan. Jangan menunggu Pak Harto meninggal.
Pak Amien seorang pemberani. Orang menyebut saraf takutnya sudah putus. Tetapi pada Muhammadiyah ketakutan itu tetap ada. Pada muktamar di Yogyakarta tahun 1990 Amien gelisah karena perolehan suaranya membuntuti Pak Azhar Basyir. Ia takut suaranya melampaui, padahal ia merasa Pak Azhar lebih layak memimpin. Hasil akhir suara Amien sedikit di bawah Pak Azhar. Ia pun lega. Kecemasan berikutnya ketika Pak Azhar meninggal dan rapat pleno memutuskan Amien yang menggantikan Pak Azhar. “Ketika itu lutut saya gemetar karena saya tahu tugas ini sangat berat dan saya khawatir tidak mampu menunaikan,” kata Amien ketika menerima amanat mulia itu.
Dari muktamar di Aceh ini kita bisa mengambil pelajaran betapa pentingnya konsolidasi organisasi. Bahwa organisasi yang kukuh, solid, dan kompak tidak akan bisa diintervensi dari luar, sekalipun oleh orang sekuat Pak Harto. Jika orang luar bisa mengacak-acak organisasi, pada dasarnya organisasi itu sudah rapuh sehingga orang luar mudah masuk. Apalagi jika orang dalam sendiri saling cekcok. Percekcokan sumber utama kelemahan. Alquran mengingatkan, “Jangan kalian saling berselisih karena menyebabkan kalian jadi penakut, kehilangan kekuatan dan wibawa.” (Alanfal Ayat 46). (*)
Tulisan Nur Cholis Huda, Wakil Ketua PWM Jatim ini bisa dibaca pada buku Anekdot Tokoh-Tokoh Muhammadiyah (Hikmah Press, Surabaya).