PWMU.CO – Manusia yang beradab adalah manusia yang semakin mampu menahan diri. Pendidikan dan ibadah puasa dapat menjadi proyeksi peradaban dan kecerdasan suatu bangsa.
Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur Dr Saad Ibrahim MA menyampaikan hal iti pada kegiatan Pengajian Ramadhan V 1440 H Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Pimpinan Cabang Muhammadiyah GKB Gresik, di Cordoba Convention Hall SMAM 1O GKB, Jumat (10/5/19) sore.
Saad menyampaikan, ibadah puasa mengajarkan umat Islam dalam menahan diri dari sesuatu yang diperbolehkan dalam syariat. ” Makan, minum, melakukan hubungan suami istri itu hukumnya halal. Akan tetapi selama menjalankan puasa, semua itu menjadi haram untuk dilakukan,” jelasnya
Bagi yang bisa menahan diri, sambungnya, maka dia lulus dan berhasil begitu sebaliknya. “Sehingga ibadah puasa itu menunjukkan hubungan dengan peradaban yang sedang kita bangun,” ucapnya.
Kepada 350 peserta yang hadir dari unsur pimpinan, kepala sekolah, guru dan karyawan serta tamu undangan, Saad mencontohkan bagaimana peradapan Cina dibangun. Great Wall (Tembok Besar), salah satu bukti keberhasilan kekaisaran Dinasti Ming dan dinasti lainnya dalam menahan diri dari fasilitas langsung kenikmatan kekayaan yang diberikan oleh kerajaan.
“Kaisar lebih memilih menggunakan kekayaan untuk membangun tembok pertahanan negara daripada kepentingan pribadinya. Bahkan akhirnya saat ini salah satu kejabaian dunia itupun berfungsi bisa mendatangkan devisa,” jelasnya.
Dosen UIN Maulana Malik Ibrahim Malang ini mengorelasikan keadaban dengan sopan santun. Menurutnya, bila seseorang sudah kehilangan sopan santun maka dia masuk dalam zoo on politicon.
Dia kemudian menyinggung persoalan jual beli suara pascapemilu, kecurangan yang terjadi di penghitungan Form C1, dan lain sebagainya. Saad menyampaikan kecewa dan perihatin dengan kondisi bangsa saat ini di mana penyelenggaraan pemilu yang juga menimbulkan korban meninggal dan jumlah yang besar.
“Saya sedih bila sebuah kecurangan dalam pemilu dan kesalahan penghitungan dianggap hal yang biasa terjadi, padahal itu juga masuk dalam perilaku zoo on politicon,” katanya.
Saad mengatakan, dalam konteks pendidikan, tingkat kemajuan keadaban seseorang berbanding lurus dengan tingkat kecerdasannya. “Semakin tinggi adab seseorang maka dia semakin cerdas,” tuturnya.
Sehingga, lanjut dia. kecerdasan mental atau sikap dan emosional seseorang lebih penting daripada kecerdasan intelektualnya. Hal ini disebabkan di era industri 4.0 ini tingkat intelektual seseorang dapat dikalahkan oleh kecanggihan teknologi. Sementara kecerdasan emosional perlu diimbangi dengan keimanan kepada Allah.
Oleh sebab itu, Saad menyampaikan perlunya menghadirkan eksistensi Allah SWT dalam setiap aktivitas dan menjadikan Allah sebagai The Central of Being. Yaitu, menjadikan Allah sebagai sumber ilmu pengetahuan (Al-alim) dan manusia dapat diberikan ilmu baik secara langsung atau tidak langsung oleh-Nya.
Di akhir acara, Saad juga menyampaikan kebersyukurannya atas peran warga Muhammadiyah yang turut serta dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dengan meningkatkan dimensi keadaban dan dimensi teologinya. “Banyaknya orang yang mewakafkan tanahnya untuk Muhammadiyah begitu pula sekolah-sekolah Muhammadiyah banyak meningkatkan prestasinya. Itu adalah bukti organisasi Muhammadiyah dikenal memiliki trust (sifat shidiq),” ungkapnya.
Dan virus ini, kata Saad, harus ditularkan dalam upaya membangun peradaban bangsa,” tuturnya. (Anis Shofatun)