PWMU.CO – Meski sudah berusia 63 tahun, tapi semangat M Saad Ibrahim untuk mencapai tempat tertinggi di Great Wall atau Tembok Besar Tiongkok termasuk luar biasa.
Dari belasan anggota rombongan muhibah ormas Islam Jatim Timur ke Tiongkok yang naik tembok dengan panjang 6700 KM itu, Saad termasuk 1 dari 5 orang yang berhasil sampai pada Pos 4, dari 6 pos yang ada.
(Baca: Tanpa Babi di Nui Jie, Jalan Sapi Beijing dan Membayangkan Telaga Sarangan seperti Yi He Yuan di Tiongkok)
“Andai waktunya tidak dibatasi oleh ketua rombongan, insyallah kita siap naik sampai Pos 6,” katanya, Sabtu (8/4) siang. Anggota rombongan yang naik Tembok Besar memang hanya diberi waktu 1 jam.
Semangat Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jatim yang luar biasa itu, tentu saja mendorong peserta lain, khususnya yang dari Muhammadiyah untuk mengikuti Saad, yaitu Wakil Ketua PWM Jatim Nadjib Hamid dan Syamsuddin, selain wartawan pwmu.co. Satu lagi adalah Abdul Halim Subahar (56), Wakil Ketua MUI Jatim.
“Kalau Ketua masih semangat naik terus, ya kita ikut, kita kawal,” kata Nadjib yang usianya 10 tahun lebih muda dari Saad.
(Baca juga: Pengalaman Terkecoh Mengikuti Jumatan Unik di Masjid Niu Jie Beijing Tiongkok)
Sebelumnya, dua anggota rombongan PWM Jatim sudah berhenti di Pos 3, yaitu Sekretaris Tamhid Masyhudi dan Sekretaris Eksekutif Mosidik. Menurut Amin, guide Tiongkok yang punya nama asli Han de Min, biasanya wisatawan Indonesia hanya sampai Pos 2.
Dalam perjalanan ke atas, Saad sering disapa oleh beberapa wisatawan dari berbagai negara. Mulai dari Sudan, Inggris, Argentina, Maroko, Malaysia, India, Filipina, Uganda, sampai wisatawan dari Jakarta. Kadang Saad yang lancar berbahasa Inggris dan Arab itu menyapa terlebih dahulu.
Tembok yang dibangun oleh Kerajaan Qin pada tahun 2000 SM itu dengan maksud untuk menghadang Tentara Mongol itu memang obyek wisata menarik. Banyak yang kagum, bagaimana cara bangunan setinggi dan sepanjang itu bisa dibangun.
(Baca juga: NU-Muhammadiyah Kompak Jamak Qashar di Hongkong International Airport)
Dalam perjalanan menaiki tangga, kami pun sempat membahas itu. “Ya, kita kagum tapi sekaligus prihatin,” kata Saad. Sebab, kemegahan Tembok Besar itu harus ditopang kekuasaan otoriter yang mengorbankan jutaan nyawa rakyat Tiongkok. “Lebih dari 1 juta rakyat meninggal saat membangun tembok itu,” kata Amin.
Menurut Syamsuddin, bangsa Tiongkok memang hebat. Peradabannya sudah tinggi bahkan, 200O tahun SM. “Tapi ketinggian peradaban tidak selalu berbanding lurus dengan nilai-nilai spiritual,” katanya. Menurut dosen UIN Sunan Ampel ini, zaman Rasulullah SAW, umat Islam malah dikenalkan dengan kesederhanaan. “Tempat tidur Nabi SAW bahkan hanya dari daun pelepah,” ujarnya.
(Baca juga: Temuilah Leluhur Muslim sampai ke Negeri China dan NU-Muhammadiyah Kompak Jamak Qashar di Hongkong International Airport)
Itu kontras dengan peradaban Tionghoa. Bahkan Forbidden City, istana raja di Beijing memiliki 9999 kamar. “Kamar sebanyak itu sebagian untuk 3000 ‘istri’ raja,” kata Amin.
Tembok Besar yang berada di gunung Paktaling berjarak sekitar 60 KM dari Beijing dan bisa ditempuh dalam waktu 1 jam perjalanan normal.
Di Great Wall kita bisa membayangkan bangsa Tiongkok yang besar dan kuat itu ternyata juga ketakutan dengan bangsa padang rumput dari utara Mongol: Uzbekistan atau Kazastan yang kemudian menjadi muslim.
Yang jelas, semangat juang yang dicontohkan Saad sebagai pemimpin dalam ‘penaklukan’ Great Wall menjadi inspirasi dalam menaklukkan tantangan dakwah yang sesungguhnya. Selamat Pak Saad! (Nurfatoni)