Khutbah Idul Fitri 2017
PERKUAT TALI PERSAUDARAAN UNTUK MENJAGA NKRI
Oleh: Prof. Dr. Zainuddin Maliki, M.Si
Pertama-tama marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, dzat yang Maha Rahman dan Rahim, pencurah rahmat dan nikmat ke seluruh semesta. Pagi yang indah ini, kita diberi anugerah fajar cerah. Yusabbihu lillahi ma fissamawati wal ardl. Tidak hanya pepohonan nan rindang di sekitar kita, tetapi semut, lebah, burung, hewan, ternak, species, flora, fauna dan pendek kata seluruh semesta, seluruhnya turut bersama kita bertasbih, bertahmid dan bertakbir -memaha sucikan Allah, memuja-muji Allah dan mengagungkan asma Allah.
Sungguh Allah menghembuskan suasana kebahagiaan kepada kitadengan segala rahmat, ampunan dan jaminan pembebasan dari siksa api neraka. Kebahagiaan itu merupakan buah keberhasilan yang telah kita raih dari mengasah diri –mental dan fisik, selama sebulan penuh. Melalui perjuangan yang tidak mudah, akhirnya kita sampai di hari kemenangan ini. Allah memberi kita anugerah berupa gelar manusia muttaqin.
Tahukah kalian di mana Allah SWT menempatkan manusia yang bertaqwa? Allah menempatkan di tempat yang paling mulia. Tahukah kalian apa yang diberlakukan Allah kepada muttaqin? Allah berjanji, dan janji Allah selalu ditepati, inna wa’dallahi haqqa, yaitu janji
1) Selalu memberi jalan keluar dari berbagai kesulitan serta diberikan kemudahan untuk mendapatkan rizki yang datangnya tidak bisa diduga. Waman yattaqillaha yaj’allahu makhraja wayarzuqhu min haitsu la yahtasib.
2) Dibukakan oleh Allah pintu dan jendela barakah dari langit dan bumi. Walau anna ahlal qura aamanu wattaqaw la fatahna barakatun minassamai walardl.
3) Mendapatkan syurga yang indah, dengan sungai, buah dan naunganyang tiada henti. Matsalul jannatil latii wuidal muttaquun, tajrii min tahtihal anhaar, ukuluha daaimun wadhilluha, tilka ‘uqballadiziinat taqaw, wa ‘uqbal kafiriinan naar (Arra’d 35).
baca juga: Khutbah Idul Fitri: Lima Hal yang Sebabkan Umat Islam Terpuruk
Dengan perjuangan keras selama sebulan penuh, kita mencapai derajat mukmin yang muttaqin yang antara lain ditandai dengan dikembalikannya posisi kita dalam keadaan fitrah. Suci. Tanpa dosa. Bagaikan bayi ketika dilahirkan seorang ibu. Kayaumin waladathu umuh. Berpihak kepada kesucian. Bersegera kepada kebaikan. Selalu berada
di garis terdepan dalam memperjuangkan kebenaran. Itulah fitrah manusia diciptakan Allah. Fa akim wajhaka liddiini haniefa, fitratallahillati fatarannasa ‘alaiha, la tabdiila likhalqillah, dzalikaddiinul qayyimah. Hadapkanlah wajahmu kepada agama dengan jiwa hanief. Dengan jiwa yang cenderung kepada kebenaran seperti itulah Allah menciptakan fitrah manusia. Tidak ada perubahan segala ciptaan Allah. Begitulah tanda agama yang kokoh.
Karena jiwa yang fitrah, jiwa yang suci itulah maka kita mampu melihat yang benar itu benar, dan yang salah itu salah. Dengan jiwa yang suci itu kita dapat melihat mana yang hakiki dan mana fatamorgana. Mana yang asli dan mana yang palsu. Mana yang sebenarnya dan mana yang pura-pura. Mana yang autentik dan mana yang sekedar membangun pencitraan.
Dalam suasana yang fitri seperti inilah kita bisa menangkap makna walal akhiratu khairullaka minal uula. Bahwa kita tidak boleh mengalahkan kepentingan ukhrawi demi kepentingan hari ini, kepentingan duniawy. Kita tidak boleh memenangkan kepentingan jangka pendek, dan mengalahkan kepentingan jangka panjang. Dengan jiwa yang suci itu pula, kita bisa memenangkan tujuan ukhrawi dan menundukkan syahwat duniawi kita.
baca juga: Khutbah Idul Fitri 2017: 3 Pesan Ramadhan yang Harus Kita Rawat Selamanya
Berangkat dari hati suci itu pula kita bisa menjadi manusia yang peduli dan mudah berempati dengan mereka yang lemah dan belum beruntung. Dengan jiwa yang bersih itu pula kita mampu menahan amarah dan bahkan siap mengulurkan tali silaturahmi serta membuka pintu maaf.Di tangan orang-orang yang berhati bersih dan suci, kehidupan
dipenuhi dengan senyum keramahan. Penuh rasa persaudaraan. Tatanan hidup dibuat damai. Didalamnya manusia menyukai sikap adil, membuang jauh-jauh dari pikiran dan tindakan kekerasan, teror, kebencian, maupun kesombongan, dan kesewenang-wenangan.
Manusia yang berhati suci, membangun hidup dengan prinsip dan semangat saling menghormat antara yang kaya dengan yang miskin, antara pemimpin dengan yang dipimpin, antara yang kuat dengan yang lemah sebagaimana layaknya pengikut-pengikut dan umat Rasullah saw. Laisa minna man lam yarham saghirana walam yuwaqqir kabiirana. Bukanlah umatku, begitu sabda Rasulullah saw, jika yang kuat tidak peduli yang lemah, dan bukan umatku jika yang lemah tidak menghormati yang kuat.
Kaum Muslimin rahimakumullah
Manusia yang berhati suci, membangun hidup dengan prinsip dan semangat bekerja keras, bukan hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk memberi manfaat bagi orang lain. Prinsip yang mereka ambil seperti yang dicontohkan lebah (lihat surat an-Nahl 68-69). Disamping mengajari cara hidup bekerja keras, membangun satuan koloni yang terorganisir. Di dalam koloni lebah, setiap warga memiliki tugas masing-masing dan meraka melaksanakannya dengan penuh tanggung jawab. Mereka memiliki tanggung jawab individu, dan juga tanggung jawab menjaga keutuhan Negara koloni lebah itu.
Lebah mengajarkan kepada manusia, bagaimana memproduksi tanpa merusak, bahkan memberi manfaat kepada semesta ini. Banyak yang diperoleh manfaat dari lebah. Yahruju mim butuniha syaraabun mukhtalifun alwanuhu….
Lebah memberi manfaat kepada semesta, sejak mengambil bahan madu. Pada saat mengambil sari dari putik bunga atau nectur, tumbuhan yang memberinya nectur tidak mengalami kerusakan. Sebaliknya justru tetumbuhan itu dibantu melakukan penyerbukan. Dari gerakan lebah, tumbuhan tergoncang sehingga putik sari pun menetes ke ruang serbuk. Terjadilah penyerbukan dan dengan begitu tumbuhan tersebut dapat
melakukan proses pembuahan. Lebah adalah binatang yang dikenal memiliki pola hidup bersih.
Rumah lebah dalam bentuk ruang segi enam atau hextagonal, mereka jamin dalam keadaan steril. Limbah-limbah yang ada mereka bersihkan. Madunya pun bisa dijadikan obat. Fiihi syifaaul linnass….. Madu yang dihasilkan dikenal bersih dari mikrobakteri dan bisa dijadikan antibiotika. Banyak khasiat madu, termasuk sebagaimana para ahli kesehatan menganjurkan kepada kita untuk berkumur dengan madu encer guna menyembuhkan radang gusi, bau mulut dan kerongkongan.
Kalau saja seluruh warga Negara Kesatuan Republik Indonesia ini berjiwa dan bertabiat seperti lebah, niscaya NKRI menjadi Negara yang maju, sejahtera, adil dan beradab. Sayangnya pengendali perubahan di jaman ini, tidak menjadikan lebah sebagai inspirasi hidupnya. Banyak yang justru meniru semut.
Semut adalah binatang dengan sejumlah tabiat yang tidak perlu dicontoh. Ia mengambil makanan dari sembarang tempat. Mereka ambil makanan dari tempat bersih maupun tempat-tempat kotor. Mereka serakah dan pelit. Ia tidak suka berbagi. Mereka bertengkar dan sering terlibat tarik menarik.
Bahkan mereka tidak segan membunuh sesama, untuk berebut makanan. Begitu serakahnya, dia kumpulkan makanan tanpa batas. Mereka bawa makanan di punggung dalam jumlah yang lebih besar dari ukuran dan kapasitas tubuhnya. Mereka menumpuknya melebihi kebutuhan. Tak jarang mereka timbun makanan hingga melebihi persediaan tujuh turunan. Persis perilaku semut, adalah perilaku mereka yang disebut dengan pemburu rente. Yaitu manusia yang hidupnya untuk mengejar rejeki kekayaan dan materi. Mereka kumpulkan materi, bukan atas dasar kebutuhan. Mereka kumpulkan atas dasar keinginan yang tanpa batas – alqanatiiril muqantarah, hingga tidak habis untuk dimakan tujuh turunan.
Di Indonesia, yang masih banyak pengangguran, orang miskin dan pengemis yang kelaparan, memiliki orang-orang kaya dengan kekayaan yang tak terbatas. Tentu saja saya tidak menyebut mereka ini termasuk pemburu rente. Saya tidak tahu, mereka pemburu rente atau bukan. Saya hanya ingin mengutip sebuah laporan yang dipublikasikan oleh Oxfam, yang menyebutkan bahwa 4 orang terkaya di Indonesia tahun 2016 memiliki kekayaan 25 miliar USD setara dengan kekayaan 100 juta penduduk termiskin (lihat DW Made for minds). Tentu saja saya berharap, mudah-mudahan 4 orang terkaya tersebut tergolong dari orang-orang yang
dermawan, dan bukan pemburu rente.
Pemburu rente, mengumpulkan kekayaan dengan segala cara. Mereka tidak segan menempuh cara-cara yang kotor. Seperti manipulasi, korupsi, merampok, menyuap, dan tidak segan membayar pejabat untuk melindungi bisnis dan usahanya mengejar materi. Mereka tidak peduli apakah usahanya itu membuat masyarakat menjadi gaduh, system menjadi kacau atau lingkungan menjadi rusak.
Ada pemburu rente yang dalam mengejar materi, dengan cara membakar hutan. Lihatlah tiap tahun negeri kita terkena bencana kebakaran hutan. Hutan hujan yang diharap bisa menjadi sumber mata air, sumber keteduhan dan lingkungan hijau menjadi tidak lagi cukup tersisa. Hutan dibakar, tidak peduli asapnya merusak dan membahayakan pernapasan. Para pemburu rente itu EGP, akibat kebakaran hutan asapnya mengganggu
Negara jiran. Negara kita lalu dituduh sebagai penjahat lingkungan. Ada juga pemburu rente yang serakah itu, berusaha menumpuknumpuk harta dengan melakukan reklamasi. Pantai ditimbun-timbun.
Hutan mangrove digantikan dengan hutan beton bertingkat. Air sungai pun kemudian begitu terganggu untuk masuk ke muara. Banjir di sejumlah kota besar pun jadi tak terhindarkan, bahkan ironis sempat masuk istana kepresidenan kita.
Para pemburu rente itu, tak peduli, nelayan kehilangan tempat tangkap ikan. Ikan tidak lagi bisa hidup di situ, karena air tercemar, dan ekosystem di sekitarnya rusak. Allahu akbar. Saat ini banyak masyarakat dan pemimpin kita yang tengah mencemaskan masa depan NKRI –Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kecemasan itu bisa kita baca dari maraknya orang yang menyuarakan “NKRI harga mati.” Memang, menurut hemat saya, NKRI ini tengah terancam. Ancaman yang paling membahayakan adalah datang dari para pemburu rente. Perilaku mereka, jauh dari tabiat lebah yang ingin memberi manfaat kepada semesta.
Perilaku mereka lebih dekat dengan tabiat semut, yang tidak peduli memilih jalan kotor. Memupuk keserakahan dan ketamakan. Kita harus berusaha melindungi negeri ini dari keserakahan dan ketamakan para pemburu rente. Jika kita ingin menikmati negeri yang
aman, damai, subur makmur gemah ripah loh jinawi, tata tentrem kerta lan raharja – maka negeri ini harus dikendalikan oleh orang-orang yang beriman, bertaqwa dan berjiwa fitrah. Di sinilah pentingnya orang-orang yang telah berpuasa, yang kini menjadi manusia-manusia muttaqien diharapkan bisa bersatu agar menjadi kekuatan yang besar. Taqwa itu sendiri berasal dari kata qawiyun artinya kuat. Manusia yang muttaqien tidak boleh rapuh dan lemah.
Momentum idul fitri, kita gunakan untuk menyambung tali silaturahmi, saling memaafkan, dan memperkuat tali persaudaraan agar kita menjadi bangsa yang kuat, yang bisa bergerak dan berjuang melawan para pemburu rente, dan berjuang menjadikan negeri ini negerinya orangorang yang bertaqwa. Walau anna ahlal qura aamanu wattaqaw la fatahna barakatun minassamai wal ardl. Kalau NKRI ini kita jaga dan kelola dengan
prinsip-prinsip hidup manusia bertaqwa, maka Allah akan membukakan pintu masuknya barakah dari langit dan bumi.
baca juga: Shalat Idul Fitri ke 5 Ranting Penanggungan Padati Lapangan Brawijaya
Hadirin yang dimuliakan Allah,
Demikian yang bisa saya sampaikan di hari yang fitri ini. Marilah kita tutup pertemuan kita ini dengan memanjatkan doa. Kita mintakan keselamatan, shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad saw.
Ya Allah kami telah berusaha, maka kembalikanlah jiwa fitrah kami. Jauhkan kami dari sifat, jiwa dan kekuatan pemburu rente yang tamak, serakah dan merusak. Beri kekuatan kepada kami untuk menghentikan ketamakan dan keserakahan mereka yang telah mengancam keutuhan dan kejayaan Negara kami, NKRI, Negara Kesatuan Republik Indonesia yang kami cintai ini.
Dekatkan kami dengan rasa persaudaraan yang tinggi, kedermawanan, keihlasan dan sifat murah hati agar kami mampu menjaga dan membangun NKRI menjadi Negara yang aman dan damai, sejahtera lahir batin. Menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
berkemajuan yang diridhoi oleh Allah swt.
Allahumaj’al hadzal balada aminan, warzuq ahlahu minatstsamarat.