PWMU.CO – Kurang tampaknya kiprah Muhammadiyah dalam perpolitikan Indonesia menjadi keprihatinan Ketua PP Muhammadiyah Hajriyanto Y. Thohari. Menurut dia, tidak berminatnya kader pada politik ini menyebabkan terjadinya darurat politik di tubuh Muhammadiyah.
Pak Hajri—panggilan akrabnya–menegaskan, kaderisasi politik di tubuh Muhammadiyah sangat penting dan sudah seharusnya dilakukan.
“Muhammadiyah perlu melakukan kaderisasi politik. Akan kami siapkan tim dan instruktur untuk menginjeksi virus politik bagi kader-kader muda Muhammadiyah,” kata dia saat menjadi nara sumber acara Milad Muhammadiyah ke-108 di PWM Jawa Timur, Sabtu (11/11/17) siang.
Hajri bahkan menganggap aneh jika Muhammadiyah sebagai organisasi tidak punya pemimpin nasional.
“Kita jangan terjebak pada anggapan Muhammadiyah itu minoritas dan tidak memiliki kader. Ahok saja yang minoritas berani berpolitik kok,” katanya.
Dengan melakukan kaderisasi politik, lanjut Hajri, diharapkan akan melahirkan tokoh-tokoh calon pemimpin sekelas Ki Bagus Hadikusumo.
Ditambahkan, by nature politik memang berwajah dua. Yakni, politik berarti konflik dalam arti perebutan kekuasaan dan metode konsensus untuk pemecahan konflik.
Hajri menegaskan, politik tidak sekadar who gets what (siapa dapat apa), tetapi juga harus dipahami sebagai metodologi penyelesaian masalah bangsa.
Meski demikian, dalam berpolitik Muhammadiyah harus tetap menunjukkan kultur jati diri sebagai gerakah tajdid dan dakwah amar makruf nahyu munkar.
“Muhammadiyah tetap harus menjadi tenda kultural, yang bisa memayungi dan menaungi siapapun. Kepemimpinan yang dilahirkan haruslah dengan relasi sosial dan kultural yang kuat,” tegasnya. (amn)