PWMU.CO – Kakbah sebagai arah kiblat shalat dinyatakan al-Quran dan sabda Nabi memiliki nilai kemukjizatan ilmiah. Salah satunya adalah matahari punya dua kesempatan dua kali berada di atas Kakbah, atau rashdul kiblat. Kesempatan itu datang pada setiap tanggal 28 Mei (27 Mei untuk tahun Kabisat) pukul 12.18 waktu Makkah, dan tanggal 16 Juli (15 Juli untuk tahun Kabisat) pukul 12.17 waktu Makkah.
Jika dikonversi menjadi waktu Indonesia Barat (wib), dengan selisih 4 jam, maka matahari berada di atas Ka’bah itu terjadi pada pukul 16.18 WIB pada 28 Mei dan 16.17 WIB pada 16 Juli. Setiap tanggal itu, arah kiblat dapat dicek dengan mengandalkan bayangan matahari yang tengah berada di atas Ka’bah.
(Baca: Miring Hadap ke Kakbah dan Hisab Tidak Bertentangan dengan Sunnah, Tapi Sangat Selaras)
Dalam praktiknya, tidak perlu langkah yang rumit untuk menentukan arah kiblat berdasarkan jatuhnya bayangan benda yang disinari matahari yang saat itu tepat berada di atas Ka’bah. Pengamat cukup menggunakan tongkat atau benda lain sejenisnya, untuk diletakkan di tempat datar dan rata, yang memperoleh cahaya matahari. Sementara untuk settingan jam, sesuaikan dengan waktu BMKG, RRI, TVRI atau Telkom.
Cahaya matahari yang menyinari benda tersebut akan menghasilkan bayangan. “Arah bayangan ini merupakan arah kiblat,” begitu bunyi “Pedoman Hisab Muhammadiyah” yang diputuskan Majelis Tarjih dan Tajdid dalam Musyawarah Nasional Tarjih ke-27 di Malang, 1-4 April 2010 lalu.
(Baca: Gerhana Lambang Muhammadiyah dan Mahasiswa UM Surabaya Gagas Masjid Supercanggih)
Bagi warga Indonesia, terutama yang masih dalam “naungan” Waktu Indonesia Barat (WIB) dan sebagian Tengah (WITA), kata Muh Hadi Bashori, jika “lupa” atau karena halangan alam, pengamatan bisa dilakukan dengan rentang satu-dua hari sebelum dan sesudah tanggal tersebut masih cukup akurat untuk menentukan arah kiblat. “Jadi, pengamatan bisa pula dilakukan dalam rentang 26-30 Mei sekitar pukul 16.18 WIB atau 14-18 Juli pukul 16.27 WIB,” jelas pengajar pesantren Al-Ishlah Lamongan itu.
Mengukur arah kiblat dengan manual ini hanya dapat dilakukan di daerah yang mengalami waktu siang hari yang cerah. “Satu lagi, ia hanya berlaku pada daerah yang waktu lokalnya berselisih maksimal 5 hingga 5,5 jam dari waktu daerah Kakbah, baik di sebelah barat (Afrika dan Eropa) atau sebelah timur (Asia),” tambahnya.
(Baca: Islam Bersatu Saat Gerhana dan Puasa-Lebaran-Idul Adha 2016 Bersamaan)
Untuk daerah Indonesia bagian timur, rashdul kiblat ini tidak berlaku karena matahari sudah terbenam. Sebagai ilustrasi, pada tanggal 28 Mei di Jayapura, matahari terbenam pada pukul 17:38 WIT atau pukul 15:38 WIB. Sementara posisi matahari di atas Kakbah terjadi pada pukul 16.18 WIB atau 18.18 wib ketika matahari sudah terlihat di Jayapura. Sementara sebaliknya di Amerika Utara dan Selatan, matahari belum terbit dan tentu saja tidak bisa terlihat. (arkoun abqaraya)