PWMU.CO-Desa Sambongdukuh tak jauh dari pusat kota Jombang. Lokasinya di utara Pasar Legi Citra Niaga. Berdekatan dengan pondok-pondok pesantren besar seperti Tambakberas dan Denanyar.
Di Sambongdukuh itu terletak Pondok Pesantren Al Mimbar. Nama pondok ini memang tak tenar tapi di sinilah punjer dakwah Islam berasal. Inilah pondok tertua di kota santri ini.
Memasuki Pesantren Al Mimbar, bangunannya masih terawat. Temboknya tersapu cat bersih. Di samping pondok, berdiri rumah-rumah pendirinya yang sekarang didiami cucu dan cicitnya.
”Ini dulu tempat diskusi pendiri Muhammadiyah Jombang. Juga, tempat Kiai Hasyim Asy’ari nyantri langsung kepada KH Mimbar,” ujar Ning Aisyah yang menerima rombongan Tim Museum PWM Jatim, Ahad (22/12/2019).
Ning Aisyah, cicit KH Mimbar, mempersilakan masuk tamunya. Di atas rumah bersejarah ini tertera angka tahun pembangunannya 1929.
Angka itu boleh jadi merujuk tahun setelah selesai direnovasi menjadi rumah tembok. Padahal pertemuan para tokoh yang berdiskusi dan mengaji ke KH Mimbar terjadi sebelum tahun itu.
“Ini rumah Gus Rifai, Gus Kusen, Gus Salim, pendiri Muhammadiyah Jombang,” tambah Aisyah setelah duduk membuka omongan kepada tamunya.
Tiga nama itu adalah anak-anak KH Mimbar yang pada tahun 1924 mendirikan Muhammadiyah Cabang Jombang. Informasi ini berdasarkan keterangan yang tertulis dalam Surat Keputusan (SK) Pendirian Muhammadiyah Jombang yang dibuat tahun 1967.
SK Pimpinan Pusat Muhammadiyah di Yogyakarta itu ditandatangani oleh Ketua KH A Badawi dan Sekretaris M. Djindar Tamimy pada 4 Juni 1967/25 Safar 1387.
Gus Salim, nama lengkapnya Nur Salim, menikah dengan Masfufah, sepupu dari KH Wahab Chasbullah dari Pesantren Tambakberas. Masfufah juga saudara sepupu dengan KH Hasyim Asy’ari.
Ning Aisyah lalu mengajak keliling pondok pesantren. Dikenalkan bangunan yang dulu sering dipakai pendiri Muhammadiyah untuk berdiskusi. Juga ditunjukkan pemakaman yang terletak di tengah pesantren.
Di sini berjajar makam-makam yang rapi. Di sini dimakamkan KH Mimbar dan keluarganya. Termasuk tiga gus pendiri Muhammadiyah itu.
KH Mimbar lahir sekitar tahun 1864. Nama aslinya Muhammad Manshur anak dari KH Hasan Rifai dari Pesantren Sewulan Pagotan Madiun. Dijuluki Kiai Mimbar kemungkinan karena pandai berceramah di atas mimbar sehingga menarik perhatian jamaah.
Dikaruniai 9 anak. Tiga orang anaknya ini, Gus Rifai, Gus Kusen, Gus Salim, pendiri Muhamamidyah. Salah satu anak perempuannya, Mu’mimah, menikah dengan KH Hamid Chasbullah, saudara KH Wahab Chasbullah. Kiai Mimbar disebut se zaman dengan Syekhona Cholil Bangkalan dan berteman akrab. KH Hasyim Asy’ari juga berguru kepada dua kiai ini.
Ketua Majelis Pustaka dan Informasi (MPI) Pimpinan Daerah Muhammadiyah Jombang Hadi Nur Rochmat menceritakan, tiga serangkai Muhammadiyah anak Kiai Mimbar itu mengenal persyarikatan ini dari Surabaya.
”Ikut kajian Kiai Mas Mansur di Peneleh. Karena membawa misi pembaharuan, mereka tertarik kemudian meminta izin mendirikan Muhammadiyah di Jombang,” ujarnya.
Pendirian Muhammadiyah ini terlaksana tahun 1924. Dua tahun sebelum organisasi Nahdlatul Ulama (NU) didirikan KH Hasyim Asy’ari dan KH Wahab Chasbullah.
”Menurut cerita, tiga serangkai ini meminta restu Kiai Mimbar, Kiai Wahab Chasbullah Tambakberas dan Kiai Bisri Syansuri Denanyar Jombang,” kata Nanang, panggilan Hadi Nur Rochmat. Berarti para kiai ini tidak bermasalah dengan ide pembaruan Muhammadiyah.
Sementara Fathurrahman, anggota Majelis Tarjih PWM Jatim asal Jombang menambahkan, para kiai tersebut setuju, dengan alasan kelompok dakwahnya bisa dibagi. NU berdakwah di kalangan masyarakat desa, Muhammadiyah berdakwah di kalangan priyayi.
Fathurrahman pernah mendapatkan cerita itu dari Kiai Fauzan, dan Kiai Fauzan mendapatkan cerita langsung dari Gus Rifai, salah satu dari tiga serangkai anak Kiai Mimbar.
Setelah direstui, ketiga serangkai tersebut datang ke Kiai Mas Mansur dan berdirilah Muhammadiyah pada tahun 1924. Saat itu tujuan utama pendirian Muhammadiyah untuk menyebarkan ajaran agama Islam dan semangat pembaruan meluruskan cara beribadah umat Islam.
Muhammadiyah Jombang juga mendatangkan Kiai Mas Mansur untuk mengisi pengajian ke pondok ini. Tapi belum diketahui berapa jumlah orang-orang yang tertarik dengan ide pembaruan Muhammadiyah saat itu.
Menurut Fathurrahman, sejarah panjang ini membuat hubungan Muhammadiyah dan NU sudah akrab sejak lama karena lahir dari rahim yang sama yaitu pondok pesantren.
”Pernah terjadi gesekan panas saat peristiwa Presiden Gus Dur lengser. Karena isunya Gus Dur dilengserkan oleh Ketua MPR Amien Rais yang orang Muhammadiyah,” katanya.
Tapi gesekan itu tak sampai memakan korban. ”Ya cuma rumah warga Muhammadiyah tiba-tiba ditulisi apa gitu,” ujar Fathurrahman yang saksi sejarah saat peristiwa itu.
Peristiwa panas ini tidak memakan waktu lama. Setelahnya pimpinan NU, Muhammadiyah, dan masyarakat China bertemu di rumah Kiai Muhid Jailani. Kemudian membuat wadah Forum Komunikasi Masyarakat Jombang.
Sebelum peristiwa itu, hubungan NU dan Muhammadiyah kompak. Bahkan saat Muhammadiyah mengadakan Pekan Olahraga Nasional Hizbul Wathan (PON HW) 1998 di Jombang ada lomba lari. Start di Gedung Dakwah Muhammadiyah, finish di Tebu Ireng. (*)
Penulis Teguh Imami Editor Sugeng Purwanto