Muslim Tanpa Masjid di Sela Corona artikel opini tulisan Teguh Imami menjadi pilihan pengajian saat wabah berjangkit daripada menggerutui fatwa penutupan masjid.
PWMU.CO-Beberapa waktu lalu tiga jamaah dari masjid di Kecamatan Taman Sari, Jakarta Barat dinyatakan positif Corona. Akhirnya 150 jamaah lain yang berinteraksi dengan ketiganya dikarantina 14 hari untuk memastikan tertular atau tidak.
Pilu memang. Beringasnya virus Covid-19 menyerang tak pandang bulu. Di mana pun masyarakat berkerumun tak peduli di masjid, virus menyebar kepada siapa pun. Tanpa ampun. Tanpa permisi.
Masjid-masjid besar sebagai pusat kegiatan Islam mulai menutup diri. Di Surabaya, Masjid Al Falah Raya Darmo sejak awal wabah merebak memelopori tutup keluar fatwa MUI. Masjid Sunan Ampel sebagai pusat ziarah juga mengisolasi wilayahnya hingga kini sepi. Disusul beberapa masjid lainnya melakukan hal serupa.
Segala kegiatan di masjid lainnya seperti pengajian, majelis taklim, baca al-Quran sementara waktu harus ditiadakan. Masyarakat yang biasanya mendengarkan taklim, kini melakukan ibadah di rumah.
Pasien penderita Covid-19 kian hari terus bertambah dengan jumlah lonjakan besar. Hingga Selasa, 31 Maret 2020 jumlah pasien positif sebanyak 1414 orang. Meninggal 122, dan sembuh 75. Persentase kematian masih tinggi 8,6 persen.
Di dunia wabah Corona sudah menyebar ke 199 negara dengan jumlah penderita 782.737 orang. Jumlah meninggal mencapai 37.614 orang. Persentase kematian 4,8 persen.
Lonjakan penularan Covid-19 demikan cepat maka diserukan tindakan pencegahan dengan menjauhi kerumuman. Termasuk mengosongkan masjid seperti yang sudah dilakukan di Masjidil Haram, Masjid Nabawi, masjid di Mesir termasuk masjid di Indonesia.
Penutupan masjid di tengah wabah Corona menuai pro kontra. Ada yang menuduh ini agenda tersembunyi sekelompok orang untuk menjauhkan umat Islam dari masjid. Tapi yang berpikiran positif berdalil menutup masjid adalah upaya mencegah kemudaratan penularan wabah makin merajalela.
Pengajian Online
Dalam situasi ini umat Islam mestinya tetap bisa beraktivitas keagamaan meskipun tanpa masjid. Lewat internet dan media sosial seperti WA, Zoom, kegiatan seperti majelis taklim masih bisa dilanjutkan. Komunikasi masih bisa berlangsung bersama-sama. Sebagaimana ngaji One Day One Surah (ODOS) atau One Day One Hadits yang selama ini sangat populer diikuti jamaah.
Meminjam istilah almarhum Kuntowijoyo, kondisi sekarang ini bisa digambarkan sebagai Muslim Tanpa Masjid. Namun berbeda dengan konsep Kuntowijoyo dalam tulisannya yang menganalisis para aktivis mahasiswa era reformasi 1998 terbagi dalam dua kubu.
Kubu Pam Swakarsa yang merupakan aktivis berbasis di masjid pendukung Habibie dan kubu aktivis sekuler bahkan kiri yang juga muslim yang anti Orde Baru. Kelompok kedua inilah yang disebut dosen UGM Yogyakarta itu sebagai Muslim Tanpa Masjid.
Suara kelompok ini dalam konstetasi politik sangat dominan di partai sekuler dibandingkan suara para aktivis masjid yang mendukung partai Islam. Menyadari kekuatan kelompok Muslim Tanpa Masjid ini Kuntowijoyo menyarankan refleksi ulang tipologi target dakwah sehingga mereka bisa dirangkul menjadi kekuatan Islam sutuhnya.
Dalam kondisi wabah Corona ini, istilah Muslim Tanpa Masjid sepertinya tepat dipakai untuk takmir, jamaah, dan aktivis yang selama ini berbasis di masjid kehilangan masjid karena ditutup untuk mencegah penularan virus.
Dakwah digital dengan memanfaatkan perangkat teknologi informasi dan media sosial sebagai pilihan berkegiatan daripada cuma mengecam fatwa MUI dan keputusan pemerintah menutup masjid. Para aktivis muslim ini harus melek digital sehingga kedongkolannya atas penutupan masjid bisa disalurkan ke jalan benar. Harus ada yang memulai jangan cuma menggerutu.
Sudah Banyak Pilihan Kajian
Tadi malam salah seorang teman mengundang ikut kajian online melalui aplikasi Zoom. Ada dua kajian. Satu diadakan organisasi keislaman. Satu lagi diadakan masjid besar.
Ternyata sudah ada masjid yang mengalihkan majelis taklim tatap muka menjadi telekonferen. Jadilah saya ikuti dua kajian online itu.
Meskipun suasananya tak senyaman majelis taklim tatap muka yang bisa fokus, setidaknya lewat pengajian online ini ilmu agama masih bertambah.
Saat melihat Instagram, nyatanya beberapa hari ini juga ada kajian live. Pengisinya ustadz cukup terkenal. Ada Gus Miftah, Ustadz Bachtiar Natshir, di akun lain ada Ustadz Abdul Somad.
Saat mereka menyampaikan ceramah, banyak juga yang nimbrung. Ada ribuan orang yang mengikuti kajian. Ruang-ruang maya ini bisa dipergunakan masyarakat untuk menimba ilmu saat masjid tidak bisa diandalkan sementara waktu. Selain itu, ada juga Youtube dan radio yang selalu siap saji. (*)
Editor Sugeng Purwanto