Tiga Tipe Warga Muhammadiyah ditulis oleh Humaiyah, sekretaris PCA Tanggul Jember berdasarkan buku Hidup Bermakna dengan Memberi karya Nur Cholis Huda.
PWMU.CO– Peran apapun yang kita ambil untuk membesarkan Muhammadiyah mempunyai nilai dengan kadarnya masing-masing. Baik sebagai pimpinan, anggota, atau simpatisan. Keberagaman karakter, cara berpikir dan bersikap menjadikan Muhammadiyah mampu bertahan melintasi zaman.
Ada tiga tipe warga Muhammadiyah yang selama ini mewarnai perjalanan organisasi ini. Tipe Muhammadiyah manula, remaja dan dewasa. Ketiga tipe ini tidak bergantung kepada usia. Lama berkecimpung di Muhammadiyah tak menjamin menjadi Muhammadiyah dewasa. Baru bergabung di Muhammadiyah bukan ukuran tergolong Muhammadiyah remaja.
Bagaimana karakter tiga tipe warga Muhammadiyah di atas? Pertama Muhammadiyah manula. Karakter manusia manula, dia hanya senang mengenang masa lalu tidak melakukan apa-apa, tanpa prestasi baru. Suka mengeluh meski terkadang tidak ada masalah. Parahnya lagi, jika manula sudah menderita penyakit pikun. Sudah makan bilang belum. Mau ke warung sebelah nyasar ke pasar.
Muhammadiyah manula hanya bisa berkutat dengan masa lalu. Membicarakan keberhasilan masa lalu tanpa mengukir prestasi baru. Apalagi jika sudah menderita pikun. Tak tahu lagi arah gerakan persyarikatan. Amar makruf nahi munkar sekadar hiasan.
Merasa sudah berbuat banyak padahal tidak. Bertindak ekstrem kiri atau kanan, padahal sejatinya Muhammadiyah adalah umatan wasathan. Jika Muhammadiyah dipimpin oleh tipe ini, Muhammadiyah hanya tinggal kenangan. Tak bisa berbuat banyak untuk melakukan pencerahan apalagi pembaharuan.
Tipe Remaja dan Dewasa
Tipe kedua Muhammadiyah remaja. Remaja identik dengan bertindak tanpa banyak berpikir, emosi tinggi dan mau menang sendiri. Terkadang ada masalah kecil saja, ngambek. Begitu juga dengan Muhammadiyah remaja. Sering kali muncul sifat kekanak-kanakan. Bermasalah sedikit saja mogok tidak aktif lagi di persyarikatan. Keluar dari kepengurusan. Terkadang tampilannya hanya bergaya paling banyak berbuat, padahal tidak melakukan apa-apa.
Ketiga, tipe Muhammadiyah dewasa. Dewasa dalam berpikir, bijak dalam bertindak. Tak akan mudah menyalahkan orang lain. Sangat mengerti mana masalah besar. Mana yang dianggap kecil atau kalau bisa ditiadakan.
Untuk mencapai tingkat Muhammadiyah dewasa membutuhkan proses yang panjang, tidak instan. Sering menghadapi kepahitan hidup dan menemui masalah menjadi batu loncatan menuju kedewasaan. Cibiran dan nyinyiran dari lingkungan persyarikatan adalah bumbu meraih kedewasaan berMuhammadiyah.
Muhammadiyah dewasa tampil sebagai anggota atau pimpinan yang mempunyai karakter kuat. Mampu menghormati kader yang lebih senior. Memberikan rasa nyaman dan sayang kepada kader yang lebih yunior. Tampil sebagai kader yang berani, jujur, toleran,adil, tegas, tanggung jawab dan sifat-sifat mulia lainnya. Dalam benaknya bukan hanya ada bagaimana memecahkan masalah akan tetapi menata langkah untuk Muhammadiyah melaju ke depan.
Dalam sejarah Muhammadiyah, tokoh-tokohnya memberikan teladan bagaimana bertindak menjadi Muhammadiyah dewasa. Kehebatan Kiai Dahlan, kearifan Kiai Ibrahim, kecerdasan Kiai Hisyam, ketajaman berpikir Kiai Mas Mansur, kesederhanaan Kiai AR Fakhruddin, keberanian Pak Amin Rais, toleransi Pak Din Syamsuddin. Semua itu adalah penggalan contoh sejarah yang harus dikaji ulang oleh generasi penerus Muhammadiyah.
Bagaimana dengan kita? Tipe mana kita dalam berMuhammadiyah. Apakah kita tipe anggota atau pimpinan yang menjadi sumber masalah dalam persyarikatan? Atau sebagai kader yang berpikir aktif memecahkan masalah persyarikatan.
Sekali lagi, untuk menjadi tipe warga Muhammadiyah dewasa tidak bergantung kepada banyaknya umur yang melekat dalam diri kita. (*)
Editor Sugeng Purwanto