PWMU.CO– Hari Lahir Pancasila 1 Juni. Ada Hari Kesaktian Pancasila 1 Oktober. Apa bedanya? Beda sejarahnya. Esensi yang diperingati sama. Maksud pemerintah membuat hari peringatan ini agar rakyat paham ideologi negara. Padahal rakyat cuma menyambutnya dengan perasaan senang karena ada tambahan libur nasional lagi.
Tanggal 1 Juni merujuk kepada pidato Bung Karno di sidang BPUPKI saat membahas weltanschauung atau filosofi dasar pendirian negara Indonesia tahun 1945. Saat itu Bung Karno menamakan dasar negara dengan Pancasila. Tapi rumusan Pancasila yang dipakai sekarang berbeda dengan usulan Bung Karno.
Rumusan Pancasila yang disepakati mengacu kepada hasil rumusan Panitia 9 dari PPKI yang disebut Piagam Jakarta ditandatangani pada 22 Juni 1945. Piagam Jakarta ini diterima bulat dalam Sidang Pleno PPKI pada 11-16 Juli 1945 dan diletakkan sebagai Pembukaan UUD 1945.
Tapi pada 18 Agustus 1945 rumusan Piagam Jakarta itu diubah di luar sidang atas desakan Bung Hatta dan Bung Karno. Penyebabnya ada opsir Kaigun Jepang yang lupa namanya memberi informasi ada kelompok orang Kristen menolak rumusan sila pertama Pancasila: Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya.
Akhirnya tujuh kata dihapus diganti dengan kalimat Ketuhanan Yang Mahaesa. Perubahan rumusan dasar negara di luar sidang yang inkonstitusional ini yang kemudian diumumkan dipakai negara. Sebenarnya 18 Agustus itulah Hari Lahir Pancasila sesuai pengumuman pemerintah. Bukan 1 Juni. Tapi suka-suka selera pemerintah mau menuruti kemauan siapa.
Hari Kesaktian Pancasila maksudnya peringatan tetap kokohnya Pancasila sebagai ideologi negara yang gagal digantikan oleh ideologi komunis lewat usaha kudeta PKI tanggal 30 September 1965. Makanya 1 Oktober yang dipilih sebagai tanda peringatan Pancasila tetap sakti menjadi ideologi negara. Tidak bisa menjadi komunis. Tapi tidak masalah kalau sekarang praktiknya makin kapitalis.
Lalu suka muncul candaan apakah sebelum-sebelumnya Pancasila tidak sakti? Di zaman Orde Baru makin sakti karena bisa dipakai pemerintah untuk menstigma rakyat anti Pancasila, ekstrem kanan dan kiri.
Di zaman sekarang juga tambah sakti karena sering diucapkan pejabat negara Saya Pancasila, Saya Indonesia. Walaupun setelah itu ada yang ditangkap KPK dengan tuduhan korupsi. Orang yang tidak mengucapkan begitu dianggap kadrun pendukung khilafah. Itu katanya para buzzer.
Hari Kembar Lainnya
Peringatan hari nasional kembar masih ada lagi. Misal, Hari Pendidikan Nasional 2 Mei. Tapi kemudian muncul Hari Santri Nasional 22 Oktober. Dari namanya mengandung unsur sama soal pendidikan. Yang pertama mengacu kepada kelahiran Ki Hajar Dewantoro, orang yang dianggap pemerintah sebagai pelopor pendidikan nasional. Padahal masih ada perintis pendidikan lainnya yang lebih hebat tapi waktu itu belum diakui pemerintah.
Yang kedua mengacu kepada peristiwa resolusi jihad yang dibacakan pemimpin NU Hasyim Asy’ari kepada para santri dan ulama untuk berjuang melawan tentara Belanda yang ingin merebut kembali negeri ini. Hari Santri sekaligus pengakuan pemerintah atas perjuangan umat Islam seperti ulama dan santri di republik ini yang tak ditulis dalam sejarah nasional.
Ada lagi Hari Kartini 21 April dan Hari Ibu 22 Desember. Sama-sama memperingati perjuangan kaum perempuan hanya beda sejarahnya. Hari Kartini merujuk kepada kelahiran gadis Jepara itu yang pemikirannya tentang perempuan sangat moncer dan progresif di zamannya. Seperti tertulis dalam surat-suratnya.
Penokohan Kartini sebenarnya bikinan orang-orang Belanda seperti Menteri Kebudayaan, Agama, dan Kerajinan Hindia Belanda Jacques Henrij Abendanon yang menjalankan misi politik etik. Dialah yang mengumpulkan surat-surat Kartini lantas diberi judul Door Duisternis tot Licht. Kemudian dipromosikan ke Belanda untuk menggalang dana pendidikan bagi anak-anak pribumi.
Sementara Hari Ibu berdasarkan Kongres Perempuan Indonesia pada 22 Desember 1928 di Yogyakarta ditetapkan oleh Bung Karno tahun 1966 atas desakan kaum perempuan. Saat itu sudah ada Hari Kartini yang ditetapkan tahun 1953. Maka dicari sejarah perjuangan perempuan ditemukanlah Kongres di Yogya itu. Kongres ini terlaksana atas dukungan kader Aisyiyah yang memobilisasi anggotanya hadir di acara itu.
Peringatan hari nasional kembar lainnya adalah Hari Buruh 1 Mei dan Hari Pekerja 20 Februari. Hari Pekerja memperingati pembentukan Federasi Buruh Seluruh Indonesia (FBSI) tahun 1973. Penetapan menjadi hari nasional diteken Presiden Soeharto pada tahun 1991.
Sedangkan Hari Buruh 1 Mei ditetapkan zaman Presiden SBY tahun 2013 tapi mulai berlaku 2014. Penetapan itu atas usulan serikat pekerja di luar Federasi SPSI (Serikat Pekerja Seluruh Indonesia) sekaligus untuk meredam unjuk rasa buruh yang tiap tahun memacetkan lalu lintas. (*)
Penulis/Editor Sugeng Purwanto