Mochammad Shaleh, Santri Mas Mansur Perintis Muhammadiyah Babat, ditulis oleh Fathurrahim Syuhadi, Ketua Majelis Pendidikan Kader (MPK) Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Lamongan.
PWMU.CO – Paham Muhammadiyah dikenal dan berkembang di masyarakat melalui pengajian oleh para mubaligh dan guru.
Melalui pengajian tersebut— walaupun pada mulanya mendapat reaksi keras dari masyarakat yang berbeda pendapat—akhirnya paham Muhammadiyah bisa diterima masyarakat.
Demikian pula yang dilakukan tokoh Muhammadiyah Mochammad Shaleh dalam penyebaran paham Muhammadiyah di Babat, Lamongan.
Asal Usul
Mochammad Shaleh yang keturunan Madura ini lahir di daerah Ampel, Surabaya, tahun 1901. Masa kecil dan remajanya banyak bersentuhan dengan KH Mas Mansur.
Selain sebagai santri, dia sudah dianggap keluarga sendiri. Kedekatannya dengan KH Mas Mansur itu membuatnya sempat bertemu dengan KH Ahmad Dahlan.
Pemilik NBM (nomor baku Muhammadiyah) 135.684 ini tercatat sebagai anggota di Pimpinan Pusat Muhammadiyah pada tanggal 12 Juli 1956.
Pada tahun 1922 Mochammad Shaleh menikah dengan Kastamah, gadis dari Babat. Keduanya lalu menetap di daerah Ampel. Sehari-hari dia adalah guru agama Islam dan guru ngaji di sekolah rakyat (SR)—kini sekolah dasar (SD).
Pada tahun 1924, Belanda menduduki Surabaya, tepatnya di Jembatan Merah dan sekitarnya. Rumah Mochammad Shaleh, diluluhlantakkan oleh tentara Belanda dan Sekutunya. Melihat kondisi ini dia tidak betah hidup di Ampel, maka pada tahun 1924 Mochammad Shaleh hijrah ke Babat.
Hijrah ke Babat
Sesampai di Babat, Mochammad Shaleh tinggal di suatu Tegal Sari—sekarang Jalan Gotong Royong. Lokasinya bersebelahan dengan Rumah Sakit Muhammadiya Babat, dekat Stasiun Kereta Api Babat.
Dia menempati tanah yang begitu luas. Di tempat sinilah dia tinggal dan mendirikan Mushola Baithus Shalikhin sebagai pusat kegiatan dakwah. Mushala itu menjadi tempat mengaji al-Quran, pengajian atau kegiatan keagamaan lainnya. Sekaligus tempat menyebarkan paham Muhammadiyah.
Saat itu, Mushala Baitus Shalihin, merupakan satu-satunya mushala di Babat dan pernah ditempati untuk shalat Jumat dan Ied sebelum ada masjid di Babat.
Pada saat meletusnya G30S/PKI mushala Baitus Shalihin digunakan untuk berlindung dari serangan PKI. Juga digunakan untuk rapat mengatur strategi melawan PKI. Mochammad Shaleh juga termasuk target PKI yang harus dihabisi.
Sehari hari Mochammad Shaleh adalah guru agama Islam di SR Babat yang kini bernama SD Negeri 1 Babat. Pada saat itu dia merupakan satu-satunya guru agama Islam di Babat dan sekitarnya.
Tak mengherankan dia harus mengajar ke Kedungpring dan Modo—25 km dari Babat. Tentu profesi sebagai guru agama memudahkan Mochammad Shaleh menyebarkan paham Muhammadiyah.
Jejaknya Diikuti Santri
Mochammad Shaleh adalah perintis Muhammadiyah Babat dan sekaligus sebagai ketua pertama. Beberapa murid dan santrinya banyak yang mengikuti jejaknya mengembangkan paham Muhammadiyah di sekitar Babat.
Mereka antara lain: KH Muntholib Sukandar, yang sekarang sebagai Wakil Ketua PDM Lamongan dan H Wasil Maksum (alm), pendiri PT Awam Group
Pada periode kepemimpinan Mochammad Shaleh telah didirikan amal usaha Muhammadyah (AUM) berupa SMP Muhammadiyah 1 Babat tahun 1952, dan SD Muhammadiyah 1 tahun 1956.
Dari pendirian AUM inilah perkembangan Muhammadiyah Babat lebih tampak dan diikuti berkembangnya Muhammadiyah di sekitar Babat. Termasuk berkembangnya Kepanduan Hizbul Wathan.
Dalam mengembangkan Muhammadiyah di Babat, dia dibantu KH Fadloli, KH Husnun Ambar, KH Nahrawi, dan Mustaqim Kauman.
Anak-Anaknya Aktivis
Mochammad Shaleh yang dikenal santun itu wafat pada 4 Maret 1966 pada usia 65 tahun. Dia dimakamkan di Babat.
Perkawinannya dan Maskamah dikaruniai 12 anak. Tetapi yang hidup hanya tujuh orang. Putra-putrinya mengikuti jejak aktivisnya. Ketujuh anak tersebut adalah:
- Moh. Thoha, Kepala SD dan SMP Muhammadiyah Babat. Berkali-kali jadi anggota unsur pembantu pimpinan (UPP) Pimpinan Cabag Muhammadyah (PCM) Babat.
- Maslikhah (istri senden Kedungpring )
- Drs. Moh. Thohir. Pendiri Balai Pengobatan Muhammadiyah—kini RS Muhamamdiyah Babat dan Kepala SMA Muhamamdiyah 1 Babat.
Dia lalu dia pindah ke Surabaya sebagai guru SMA Negeri 5 dan terakhir sebagai pengawas SMA di Surabaya.
Dia pernah jadi anggota Majelis Pendidikan dan Pengajaran PDM Lamongan di era Ketua PDM Lamongan diabat KH Abdurrahman Syamsuri. - Masrifah, guru SD Muhammadiyah Babat.
- Masrukhan SH, pegawai RS Babat.
- Nurchayah, bidan di Solo.
- Drs Fatkhur Rohman, anggota Majelis Pembina Kesehatan Umum (MPKU) PDM Lamongan, Kepala SMPM Kalen dan guru SMAN 1 Lamongan. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni.