Perang Uhud, perang balas dendam orang Quraisy Mekkah. Mereka mengerahkan pasukan penuh menantang lagi pasukan muslim.
PWMU.CO-Kekalahan dalam Perang Badar masih menyimpan dendam orang-orang Mekkah kepada Nabi Muhammad saw dan kaum muslim. Orang-orang yang keluarganya tewas dalam perang itu menemui Abu Sufyan dan para pimpinan Quraisy.
Kitab Sirah Nabawi Ibnu Hisyam menceritakan, Abdullah bin Abu Rabi’ah, Ikrimah bin Abu Jahal, dan Shafwan bin Umaiyyah berkata kepada pemimpinya supaya diizinkan perang untuk menuntut balas.
”Wahai orang-orang Quraisy, sesungguhnya Muhammad telah melakukan kekeliruan besar pada kalian dan membinasakan orang-orang pilihan kalian. Sebab itu bantulah kami dengan harta kalian untuk memeranginya. Mudah-mudahan dengan itu kita bisa melakukan balas dendam atas kematian orang-orang kita,” tiga anak muda itu.
Abu Sufyan dan para saudagar Quraisy mengabulkan permintaan mereka. Pengumuman perang disebar kepada warga Mekkah dan sekutunya. Para kabilah menyambut dan mempersiapkan perang. Mengeluarkan senjata, baju zirah, kuda, unta, dan bekal makanan.
Perang Uhud benar-benar perang balas dendam. Ikrimah ingin membalaskan kematian bapaknya Abu Jahal. Jubair bin Al-Muth’im memanggil budak, Wahsyi, pelempar tombak menjanjikan pembebasan jika bisa membunuh Hamzah sebagai pembalasan atas kematian pamannya, Thu’aimah bin Adi.
Hindun, istri Abu Sufyan, ikut berangkat karena ingin balas dendam kematian bapaknya, Utbah bin Rabiah, yang duel dengan Hamzah. Tahu Wahsyi dapat tugas khusus yang sama dengan niatnya, Hindun langsung memujinya agar juga menyembuhkan dendamnya.
Orang-orang Quraisy berangkat dengan kekuatan 3.000 orang. Bahkan istri-istri mereka juga ikut bergabung sebagai penjaga agar pasukan laki-laki tidak melarikan diri dari medan perang. Pasukan ini berjalan hingga sampai di dua mata air di lembah Sabkhah. Kota Madinah sudah di depan mereka.
Menentang Strategi Nabi
Di dalam Kota Madinah, Rasulullah Muhammad saw berkumpul bersama sahabatnya membahas tantangan perang ini. ”Jika kalian mau, tetaplah tinggal di Madinah dan biarkan mereka di tempatnya. Tempat itu akan menjadi buruk bagi mereka. Jika mereka menyerbu, kita serang balik,” kata Nabi.
Rasulullah tidak ingin perang terbuka di lapangan. Strateginya bertahan di kota. Namun beberapa pemuda tak sepakat. Mereka berkata,”Ya Rasulullah, keluarlah bersama kami melawan mereka agar mereka tidak menganggap kami sebagai pengecut yang tidak berani berhadapan.”
Orang-orang ini memaksa Nabi untuk keluar menghadang musuh. Hingga Nabi pun menuruti kemauan mereka. Segera masuk mengenakan baju besinya. Hari itu Jumat usai shalat dan habis menguburkan orang Anshar, Malik bin Amr, yang meninggal.
Melihat Rasulullah terpaksa keluar dengan baju besinya, sahabat-sahabat yang memaksa tadi menyesal. ”Ya Rasulullah, kami telah lancang memaksamu untuk keluar Madinah. Ini tidak sepatutnya kami lakukan. Bila mau tetaplah di sini,” ujarnya.
Rasulullah berkata,”Apabila seorang nabi telah memakai baju besi, tidak patut baginya mencopotnya kembali, hingga ia berperang.” Kemudian Rasulullah berangkat bersama seribu orang yang bergabung dalam pasukan muslim.
Sampai di Asy-Syauth, antara Madinah dan Uhud, Abdullah bin Ubay bersama barisannya sejumlah 300 orang balik pulang. Abdullah bin Ubay berkata,”Muhammad menaati usulan sahabat-sahabatnya, tidak mau pendapatku. Kami tidak mau bunuh diri di tempat ini.”
Mundurnya barisan Abdullah bin Ubay disesali sahabat tapi tak menggoyahkan niat berperang. Dengan 700 orang, pasukan terus berjalan hingga Nabi berkata,”Siapa di antara kalian yang bisa membawa kita dekat dengan musuh melalui jalan lain yang tidak biasa dilalui mereka?”
Abu Khaitsamah dari Bani Haritsah mengajukan diri. Dia memandu melewati tanah hitam berbatu (harrah) Bani Haritsah dengan kebun-kebunnya. Melintasi kebun milik Mirba’ bin Qaidhi. Hingga sampai di jalan menuju Gunung Uhud.
Sampai di Padang Perang
Di lembah Gunung Uhud Nabi berkata kepada pasukannya,”Janganlah salah seorang dari kalian berperang tanpa perintah dariku.”
Abdullah bin Jubair sebagai komandan pasukan pemanah berseragam putih. Jumlah anggotanya 50 orang. Pasukan pemanah ditempatkan di atas bukit kecil.
Rasulullah perintahkan kepada Abdullah bin Jubair,”Cegah pasukan berkuda mereka dari kami dengan anak panah kalian agar tidak menyerang ke tempat kita dari belakang kita. Baik kita menang atau kalah, kalian harus tetap berada pada posisimu. Kita tidak akan diserbu dari depanmu.”
Rasulullah merapatkan baju besinya. Menyerahkan panji perang kepada Mush’ab bin Umair.
Kemudian menyodorkan pedangnya.”Siapa yang siap mengambil pedang ini dengan haknya?”
Beberapa sahabat berdiri untuk mengambilnya seperti Zubair bin Awwam. Tapi Nabi tak memberikan. Abu Dujanah Simak berdiri seraya bertanya,”Apa haknya, ya Rasulullah?”
Rasulullah berkata,”Kamu menyerang musuh dengannya hingga musuh tersungkur mati.”
Abu Dujanah berkata,”Aku siap mengambilnya dengan haknya.” Rasulullah memberikan pedang itu. Setelah menerima pedang itu, Abu Dujanah mengikatkan pita merah di kepalanya sebagai tanda siap mati.
Kemenangan Babak Pertama
Kedua pasukan akhirnya bertemu di lembah Gunung Uhud. Pasukan Mekkah 3.000 orang. Ada 200 pasukan berkuda. Mereka menunjuk Khalid bin Walid sebagai komandan pasukan berkuda sayap kanan dan Ikrimah bin Abu Jahal sebagai komandan pasukan berkuda sayap kiri.
Abu Sufyan bin Harb memimpin pasukan tengah. Dia membakar semangat para pemegang panji perang dari Bani Abduddar dan bersedia melindungi dari serangan musuh. Pasukan sayap kiri pimpinan Ikrimah bin Abu Jahal bergerak maju maju menyerang pasukan muslim dari samping. Perang Uhud dimulai.
Nabi memerintahkan pasukan pemanah menghadapi pasukan Ikrimah dengan hujan anak panah dan batu. Pasukan Ikrimah kocar-kacir bergelimpangan. Pasukan pimpinan Hamzah bin Abdul Muththalib langsung menyongsong dan membabat sisanya.
Tholhah bin Abu Talhah yang membawa bendera Quraisy berteriak, ”Siapa yang akan berduel denganku?” Tantangan itu disambut Ali bin Abi Thalib. Dengan cepat. Ali menebas lawannya. Bersamaan dengan itu takbir berkumandang dari barisan muslimin memerintahkan pasukan balas menyerang.
Pedang dan tombak pun beradu menebas musuh, saling bunuh. Abu Dujanah dengan pedang Nabi langsung membabat banyak musuh.
Ketika kedua pasukan bertempur, Hindun berdiri bersama barisan wanita lainnya lalu memukul rebana menyemangati pasukannya. Abu Dujanah mendekati kelompok pemukul rebana yang berteriak-teriak mengobarkan semangat. Dia ayunkan pedangnya tapi diurungkan karena orang itu Hindun. Dia tak ingin membunuh perempuan dengan pedang itu.
Hamzah, Ali, dan pendekar muslim lain terus bertempur menghadapi lawan. Hamzah membunuh Artha’ah bin Abdu Syurahbil pemegang panji perang kaum musyrikin. Kemudian menyerang musuh lainnya.
Pasukan Quraisy kocar-kacir. Banyak yang mati. Mereka akhirnya menarik diri, berlari mundur ke belakang bukit. Tahu musuh mundur, pasukan muslim bersorak menang. Mengira musuh sudah lari, pasukan tidak langsung konsolidasi, tapi berebut mengumpulkan ghanimah. Bahkan pasukan pemanah turun dari bukit meninggalkan posnya. Inilah awal bencana. (*)
Penulis/Editor Sugeng Purwanto