Kematian Abu Lahab yang mengenaskan. Dia kaya dan pemimpin Bani Hasyim menggantikan saudaranya Abu Thalib. Tapi akhir hidupnya memilukan.
PWMU.CO–Abu Lahab adalah paman Rasulullah saw. Nama aslinya Abdul Uzza bin Abdul Muththalib. Awalnya hubungan Abu Lahab dengan kemenakannya ini sangat baik. Saking baiknya dua anak lelakinya, Utbah dan Utaibah, menikah dengan dua putri Rasulullah, Ruqayyah dan Ummu Kultsum.
Hubungan kekerabatan itu memburuk sejak Rasulullah menjadi nabi. Hanya dialah yang menjadi musuh. Paman lainnya seperti Abu Thalib, Abbas, dan Hamzah berpihak kepada Rasulullah.
Saking bencinya kepada Nabi Muhammad, dia minta Utbah dan Utaibah menceraikan istrinya dan mengembalikan dua putri itu kepada Rasulullah. Bahkan ketika Nabi saw berdakwah kepada orang-orang di pasar atau di Masjidil Haram, Abu Lahab memata-matai dari belakang.
Begitu Rasulullah selesai bicara mengajak manusia hanya menyembah Allah, Abu Lahab ganti berbicara menjelek-jelekkan nama baik Nabi Muhammad dan jangan percaya omongannya. Dia selalu menyulut api permusuhan kepada kemenakannya sendiri. Karena itu kemudian Allah menurunkan surat al-Lahab yang menjelaskan perilakunya itu ibarat api yang melahap segala usaha dan hartanya menjadi sia-sia.
Abu Lahab termasuk orang kaya. Namun dia takut perang. Saat Perang Badar, dia tak mau ikut. Dia membayar orang untuk menggantikan yaitu Ashi bin Hisyam bin Al-Mughirah. Ini tradisi Quraisy. Jika tidak bisa berangkat perang harus mengirim seseorang menggantikan dirinya.
Berita Kekalahan
Kitab Sirah Nabawi Ibnu Hisyam menceritakan, ketika Abu Lahab mendengar informasi kekalahan orang-orang Quraisy di Perang Badar, dia tak langsung percaya. Tapi rasanya dia sudah sangat malu dan stres berat. Dia tak habis pikir kekuatan orang Mekkah bisa kalah dengan pasukan Madinah pimpinan Nabi Muhammad yang jumlahnya lebih kecil.
Karena itu dia segera mencari kebenaran kabar itu kepada orang-orang yang pulang dari perang. Ternyata berita perang ini sudah menghebohkan warga Mekkah. Mereka berkelompok membicarakan kabar kekalahan itu di sekitar Kakbah.
Abu Lahab keluar menuju Masjidil Haram. Mencari orang yang bisa memberinya informasi. Dia datang ke kemah kerja Abu Rafi’, budak Abbas bin Abdul Muththalib yang bekerja membuat anak panah. Di situ ada istri Abbas, Ummu Fadhl, saudara iparnya.
Abu Lahab berjalan dengan marah. Segera mengambil tempat duduk. Lalu datang keponakannya, Abu Sufyan bin Al-Harits bin Abdul Muththalib. Abu Lahab bertanya,”Hai Abu Sufyan, kemarilah. Aku yakin kamu mempunyai informasi valid.”
Abu Sufyan bin Al-Harits duduk di dekat Abu Lahab. Orang-orang lainnya juga mengerubunginya ingin mendengar ceritanya.
Abu Lahab berkata,”Hai kemenakanku, beritahu aku bagaimana kabar orang-orang Quraisy.”
Abu Sufyan bin Al-Harits berkata, ”Demi Allah, kita bertemu dengan mereka. Mereka membunuh dan menawan semau mereka. Demi Allah, aku tidak mencela orang-orang Quraisy. Kita bertemu dengan orang-orang putih di atas kuda belang di antara langit dan bumi. Demi Allah, tidak ada yang sanggup bertahan menghadapi mereka.”
Berkelahi dengan budak
Abu Rafi’ yang pro Rasulullah berkomentar,”Demi Allah, orang-orang putih tersebut adalah para malaikat.” Abu Rafi’ ini diam-diam sudah muslim bersama majikannya Abbas namun keislamannya masih disembunyikan.
Abu Lahab ternyata marah mendengar komentar itu. Dia mengangkat tangannya memukul wajah Abu Rafi’ dengan pukulan yang menyakitkan. Abu Rafi’ melawan. Dia membalas tapi Abu Lahab menyerangnya lagi. Keduanya berkelahi. Abu Rafi’ kalah. Badannya babak belur dihajar.
Melihat budaknya dianiaya, Ummu Fadhl membela Abu Rafi’. Dia ambil kayu pasak kemah lantas dia hajar Abu Lahab dengan pukulan kayu itu hingga luka parah. Ummu Fadhl berkata,”Kamu anggap dia lemah, ketika tuannya tidak ada di tempat?”
Abu Lahab pulang dengan kemarahan meluap. Tujuh hari kemudian dia sakit keras. Tubuhnya muncul bisul semacam sakit thoun yang berbau. Ada yang menyebut sakit itu akibat infeksi luka pukulan Ummu Fadhl.
Anak, istri, tetangganya tak ada yang mau merawatnya. Dia sendirian di rumah. Akhirnya dia mati tanpa diketahui orang. Bau busuk menyengat yang mengundang orang berdatangan ke rumahnya. Dia pun dikubur asal-asalan di dalam rumahnya karena tetangganya tak tahan dengan bau yang menusuk hidung. Akhir kematian Abu Lahab yang mengenaskan di tengah penghromatan dan gemerlap hidupnya. (*)
Penulis/Editor Sugeng Purwanto