PWMU.CO– Chechnya dalam sebulan ini disebut-sebut media internasional karena perkara pembunuhan guru Samuel Paty oleh pemuda Abdullah Anzorov (18) di kota Conflans-Saint-Honorine, 27 km dari Paris, pada Jumat (16/10/2020) lalu. Anzorov ini berasal dari keluarga imigran asal Desa Shalazhi, Chechnya.
Media Russia Beyond melaporkan, Presiden Chechnya Ramzan Kadyrov menolak kasus itu dikait-kaitkan dengan orang Cechen, sebutan bagi orang Chechnya. Dia meminta agar tidak ada pihak yang memprovokasi, serta menyakiti perasaan umat Islam.
”Orang Chechnya kembali menjadi sorotan karena pemberitaan media. Surat kabar mengklaim pelaku pembunuhan itu adalah Abdullah Anzorov, pemuda Chechnya yang sebelumnya tidak memiliki pandangan radikal. Anzorov melakukan pembunuhan setelah guru menunjukkan kartun Nabi Muhammad kepada siswanya di kelas,” kata Kadyrov.
Menurutnya, tragedi ini membuat orang-orang kembali berpikir bahwa masyarakat Prancis tidak memahami konsep demokrasi sehingga kerap menyalahartikan dengan bebas melakukan apa saja dan menunjukkan sikap yang tidak tepat terhadap nilai-nilai Islam.
”Tindakan semacam itu hanya bisa disebut provokatif. Kami ingat betul kemarahan umat Islam di seluruh dunia yang disebabkan oleh publikasi di majalah Charlie Hebdo. Akibatnya, terjadi serangan terhadap kantor redaksi dan menewaskan banyak orang,” ujarnya.
Kadyrov juga menyayangkan tindakan beberapa media, termasuk media Rusia, yang menjadikan kebangsaan Anzorov sebagai perhatian utama dari aksi teror tersebut.
”Saya berulang kali mengatakan dan tidak akan berhenti mengulangi bahwa teroris tidak memiliki kebangsaan,” kata Kadyrov.
Bukan Kasus Pertama
Menurutnya, ini bukan pertama kalinya orang-orang melemparkan kesalahan kepada orang Cechen. ”Ini bukan pertama kalinya orang-orang mencoba menyalahkan semua masalah mereka pada orang Chechen. Saya berani meyakinkan semua orang bahwa orang Chechen tidak ada hubungannya dengan itu,” katanya.
Dia katakan, Anzorov menjalani hampir seluruh hidupnya di Prancis. Dia pindah ke sana bersama orang tuanya saat masih anak-anak, besar di sana, serta berkomunikasi dan menulis dalam bahasa mereka. Dia mungkin siap mempertanggungjawabkan tindakannya karena menyadari bahwa negara tidak mendengarkan orang-orang beriman secara langsung.
Kadyrov juga mengungkapkan, Anzorov hanya sekali menginjakkan kaki di Chechnya ketika masih berusia dua tahun. Oleh karena itu, dia berharap agar penyidik Prancis tidak mengait-ngaitkan Anzorov dengan Chechnya.
Selain mengutuk insiden itu, Kadyrov juga menghimbau agar jangan ada hal-hal yang dapat memprovokasi dan melukai perasaan umat Islam.
”Kami mengutuk aksi teroris ini dan menyampaikan belasungkawa kami kepada kerabat almarhum. Berbicara dengan tegas menentang terorisme dalam bentuk apapun, saya mengimbau untuk tidak memprovokasi umat beriman dan tidak melukai perasaan keagamaan mereka. Ketika institusi negara dari hubungan antaretnis dan antaragama didirikan di Prancis, maka negara tersebut akan memiliki masyarakat yang sehat. Sementara itu, temukan kekuatan untuk mengakui bahwa muslim memiliki hak beragama dan tidak akan ada yang mengambilnya,” tutup Kadyrov. (*)
Editor Sugeng Purwanto