PWMU.CO – Pengalaman berkesan Endra Widyarsono saat berkiprah di Hizbul Wathan (HW) sejak kebangkitan kembali tahun 1999. Dimulai saat dia dipanggil Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah untuk mendesain kegiatan dengan mengumpulkan 10.000 orang.
Endra Widyarsono yang menjabat Ketua Umum Kwartil Pusat HW yang ditetapkan melalui Tanwir Ke-2 Hizbul Wathan (28/2/2021) langsung memberikan jawaban, “Siap.”
Jawab spontan ini pun beralasan karena jumlah pelajar Muhammadiyah di Kota Yogyakarta yang berasal dari empat Kabupaten, Sleman, Gunung Kidul, Kulon Progo dan Bantul sudah lebih dari sepuluh ribu siswa.
Semangatnya lagi, lanjutnya, kegiatan tersebut turut dihadiri Jenderal TNI (Purn) Prof Dr AM Hendropriyono MH dan Prof H Muhammad Amien Rais MA PhD, sekaligus menjadi momen pembuktian kembali kepada masyarakat bahwa Muhammadiyah mempunyai kepanduan yaitu HW.
Tidak Miliki Batas Usia
Endra mengatakan euforia kebangkitan HW memunculkan banyak tantangan, inspirasi dan inovasi untuk menjadikan anggota pandu yang multitalenta.
“Karena salah satu organisasi ortonom (ortom) ini yang tidak memiliki batasan usia,” katanya dalam video, yang diterima PWMU.CO, Jumat (12/3/21).
Pengalaman lain yang dirasakan ketika berkiprah di Kwarpus HW adalah dia bisa mengenal dan belajar kebudayaan di berbagai daerah di Indonesia.
“Ketika kunjungan di Maluku atau Sulawesi, selain mensyiarkan HW juga bisa menumbuhkan rasa nasionalisme,” tegasnya.
Lukisan Amien Rais
Lelaki yang pernah berkuliah S-1 di Jurusan Seni Rupa Institut Seni Indonesia (ISI) Jogyakarta ini memiliki kesan tersendiri ketika kedatangan Amien Rais pada deklarasi kebangkitan HW tahun 1999.
Saat Muktamar Ke-2 HW di Jakarta tahun 2010, Endra yang memiliki background seni rupa, melukis sosok Amien Rais saat mengenakan kacu atau hasduk.
“Tak disangka, lukisan yang dibubuhi tanda tangan Amien Rais itu laku dilelang dengan harga yang tinggi. Waktu itu dari harga dasarnya Rp 5 juta, sampai laku di harga Rp 25 juta,” kenangnya.
Survai Tapak Tilas Jenderal Sudirman
Selain itu, Endra juga memiliki pengalaman berkesan ketika mengikuti survai tapak tilas Jenderal Soedirman sebagai pandu.
“Kisah tiga tahun lalu memberikan pelajaran dari masyarakat yang ia temui sebagai informan yang turut menjadi saksi perjuangan Jenderal Soedirman dahulu ketika bergirlya,” jelasnya.
Ternyata, sambungnya, gerilya yang dilakukan Jenderal Soedirman sudah lebih dulu beliau lakukan ketika perjalanan dari Cilacap, Jawa Tengah ke Bantul, Yogyakarta untuk berkemah.
“250 km ditempuh dengan masuk keluar hutan dan menerapkan ilmu kepanduan.”
Kepada generasi muda saat ini, pesannya, HW merupakan organisasi ortom yang mencetak pribadi multitalenta dan cerdas.
“Cerdas dalam hal spiritual, sosial, akal, dan emosi sehingga tidak canggung ketika terjun ke dalam masyarakat. Bahasanya, agar tidak plonga-plongo,” candanya. (*)
Penulis Disa Yulistian. Editor Ichwan Arif.