PWMU.CO – Ahli Mikrobiologi Kupas Keunikan Virus ‘Tsunami Corona’ di India. Ahli dari UGM itu adalah dr R Ludhang P Rizki M Biotech SpMK. Dia menyampaikan pada acara Covid-19 Talk on TV di tvMU, Rabu (28/4/21).
Program diskusi ini persembahan MCCC PP Muhammadiyah dan didukung tvMu. Temanya, kejadian tsunami Corona di India dan usaha Indonesia mencegah serupa. Selain dr Ludhang, Arif Jamali Muis MPd, dan Kolonel CKM (Purn) dr Achmad Yurianto juga hadir sebagai nara sumber.
Ludhang memaparkan hasil laporan yang menunjukkan ada keunikan karakter virus di India. Yaitu varian B1617: bagian dari varian B117 asal Inggris. “Sebenarnya varian B1617 sudah ada sejak Oktober, yaitu dua pekan setelah varian B117 muncul,” terangnya.
Kemunculan varian inilah ternyata yang tidak India antisipasi. “Menjadi pelajaran bagi negara kita, apapun temuan varian yang kita peroleh dari luar, mestinya dikejar whole genome sequence (WGS)-nya, pemeriksaan mutasinya,” ujar dia.
Seperti halnya saat Indonesia menyikapi temuan pertama varian B117. Seharusnya, selain mengisolasi juga banyak mengejar hasil kemungkinan mutasi. “Apakah sudah berhenti di laporan yang sudah ada atau masih ada terus (bermutasi) di negera kita?”
Menurutnya, itulah pentingnya pemeriksaan whole genome sequence (WGS) yang real time.
Kematian Tinggi Bukan Karena Mutasi
Ludhang mengatakan, angka kematian di India tinggi karena krisis oksigen. Bahkan, rumah sakit kaget dengan kasus berjatuhan yang belum sempat ditolong.
Yang viral, lanjutnya, banyak yang saturasinya di bawah 80 jatuh bergeletakan di jalan raya. Ada pula yang karena habis antre eenam jam menunggu oksigen, belum sampai lima menit, dia meninggal. Sebab, sejak awal, screening atau deteksi dininya longgar dan lengah.
Di sisi lain, Ludhang menjelaskan, meski varian virus B1617 ini punya dua titik mutasi, tapi bukan berarti double mutan. Mutasinya sebenarnya ada 13 titik. Dua titik diantaranya, R484Q dan L452R ini dimiliki di Brazil dan Afrika Selatan.
“Sehingga seolah-olah ada komponen dari Brazil dan Afrika Selatan di satu jenis virus di India itu,” kata dia.
Varian mutasi virus yang diduga memperparah infeksi masih butuh penelitian lebih lanjut. “Masih terlalu dini disimpulkan keparahan infeksi, belum banyak referensi yang menguatkan itu. Beda dengan varian UK yang banyak penelitian menunjukkan sangat menular,” jelasnya.
Jadi, Ludhang menyimpulkan, tingginya kematian di India lebih disebabkan kurangnya oksigen dan longgarnya protkes karena euforia vaksin. Tampak dari saat upacara keagamaan, diikuti ratusan ribu orang tanpa menggunakan masker.
Mutasi itu Lazim
Ludhang menekankan, mutasi lazim terjadi pada virus. Artinya, kita tidak perlu tertekan atau takut virusnya bermutasi. Sebab, saat ini lokasi mutasinya masih di daerah yang tidak begitu mengganggu, merusak, atau membuat virus itu semakin berbahaya.
“Yang di Inggris maupun Afrika Selatan lebih menular, sedangkan yang di Brazil (dan) India tipe penanganannya sama,” jelas dia.
Virus-virus di India dan Brazil, lanjut Ludhang, lokasi mutasinya berbeda, tapi karakternya mirip.
Dia mengatakan kesulitan memastikan apakah terjadi mutasi pada virus. Karena tidak bisa dilakukan melakui tes PCR atau laboratorium biasa.
Bisanya, melalui pemeriksaan whole genome sequence. Yaitu melihat virus dari rambut sampai kakinya, kemudian mencermati apakah ada perbedaan dari referensi strain virus sebelumnya.
“Misal ada titik-titik mutasi di situ, perlu dicermati apakah mutasi itu penting (mempengaruhi) proses patogenesisnya, cara menularnya, kalau penting (pengaruhnya) dan terletak di beberapa tempat, maka bisa kita naikkan sebagai varian,” terang dokter ahli mikrobiologi itu.
Selama ini, di negara kita juga ada beberapa varian, tidak hanya 1 atau 2 saja, B117 salah satunya saja. “Itupun hanya 10 (kasus positif) yang ada di Indonesia,” ungkapnya.
Respon Karantina
Bagi beberapa warga India yang sampai di Indonesia, Ludhang menyetujui pengambilan langkah mengarantina. Yang perlu dikhawatirkan, lanjutnya, kemungkinan jalur masuk lain yang menyebabkan belum sempat karantina. Termasuk, tambahnya, untuk beberapa warga Indonesia yang habis bepergian dari luar negeri.
Karantina ini bertujuan mengisolasi sumber infeksi. Penting juga, menggalakkan tes PCR lagi. “Deteksi dini membuat kita bisa mengisolasi, memberi terapi lebih awal, sehingga saturasinya tidak sampai jatuh buruk seperti di India,” tuturnya.
Ludhang bercerita, bahkan di India, mau masuk rumah sakit ditolak karena tidak ada tes PCR-nya (penegakan diagnostik Covid), tapi saturasinya sudah terlanjur turun. “Ini karena tracing atau testing– nya longgar juga,” ujarnya.
Peran Simultan Masyarakat dan Muhammadiyah
Wakil Ketua MCCC PP Muhammadiyah Arif Jamali Muis menyatakan, antara kebijakan pemerintah dan peran serta masyarakat harus simultan, tidak bisa salah satunya saja.
Dia menyadari pentingnya peran masyarakat. Meski belum tahu pasti efektivitasnya, Arif merasakan peran Muhammadiyah dalam konteks pandemi ini. Lalu ia mengajak membayangkan, “Kalau misal MCCC kemarin di awal Ramadhan tidak memberikan fatwa bagaimana ibadah taat protokol di bulan suci dan masuk Idul Fitri?”
Merespon pernyataan Yuri untuk memanfaatkan masjid dalam mengedukasi masyarakat, Arif menerangkan masyarakat Muhammadiyah telah melaksanakannya.
“Dilakukan Pimpinan Ranting Muhammadiyah, dari tingkat paling bawah, di awal Ramadhan mengadakan pengajian persiapan protokol kesehatan kalau mau masuk Ramadhan,” tuturnya.
Arif mengimbau agar semangat edukasi ini terus digelorakan. “Saya tidak tahu ya, satgas di kampung-kampung ini apakah masih ada? Jangan-jangan sudah capek?” katanya.
Dia bercerita, di Jogja, masyarakat membuat shelter (posko perlindungan) secara mandiri. Masyarakat yang mengelola dan memanfaatkannya. “Ya kalau rumahnya agak gede (besar), kalau rumahnya kecil, yang terpapar bapaknya, bagaimana cara isolasinya?”
Untuk shelter isolasi ini, Arif mengungkap telah memanfaatkan beberapa universitas Muhammadiyah.
Dia mengapresiasi kebijakan pemerintah melarang mudik. Tapi kebijakan itu tidak cukup. “Kesadaran masyarakat harus dibangun bareng-bareng,” tegas Arif.
Yang paling efektif untuk mengedukasi masyarakat, menurut Arif, adalah memanfaatkan organisasi keagamaan, apapun agamanya. “Masyarakat Indonesia yang sangat religius ini, harus disentuh dengan itu,” ujarnya.
Misal, lima menit sebelum adzan Maghrib atau Imsak, masyarakat diberi edukasi lewat toa masjid. “Karena dalam kondisi wabah Covid-19, bapak ibu, warga masyarakat, selalu gunakan masker ke mana pun, jaga jarak …” contohnya.
Lari Marathon bersama Corona
Ahmad Yurianto menekankan, yang sedang kita hadapi adalah masalah kemanusiaan, siapa pun harus merespon. “Tidak bisa kalau pemerintah tidak ada pengumuman ya dibiarkan saja,” tutur
“Kita ini lari marathon, jangan menggebu-gebu di awal, bener kan baru setahun lewat sudah kehabisan nafas,” peringatnya.
Padahal, ini adalah persoalan jangka panjang. “Tidak ada yang bisa mengatakan ini selesai tiga tahu, lima tahun… Tidak ada!” ucapnya.
Sehingga, betul-betul membutuhkan daya tahan fisik, mental, dan seluruhnya untuk jangka panjang.
Arif juga mengingatkan, “Basis kita, di MCCC, adalah agama, maka nafasnya harusnya lebih panjang,” ujarnya.
Karena, lanjut Arif, ada filosofi kesabaran dan kebencanaan. Misalnya, ini ujian dari Tuhan yang harus dihadapi. Membangkitkan filosofi keagamaan itu yang menjadi tugas persyarikatan Muhammadiyah.
Arif menyatakan, melihat kejadian di India, MCCC selalu melakukan koordinasi di semua provinsi dan daerah. “Kita belajar banyak dari gagal fokusnya India menangani Covid ini, jangan sampai terjadi di Republik kita tercinta,” ujarnya. (*)
Penulis Sayyidah Nuriyah Editor Mohamamd Nurfatoni