PWMU.CO – Prokes Idul Fitri MCCC. Muhammadiyah Covid-19 Command Center Pimpinan Pusat Muhammadiyah mengeluarkan Edaran Nomor 02/EDR/Covid-19/2021 tentang Protokol Kesehatan Pelaksanaan Hari Raya Idul Fitri 1442 dalam Kondisi Pandemi Covid-19.
Dokter Corona Rintawan menjelaskan protokol kesehatan (prokes) Idul Fitri dalam surat edaran itu pada rapat koordinasi nasional (Rakornas) Penerapan Protokol Kesehatan Idul Fitri 1442 H yang digelar secara virtual, Selasa (11/5/21) siang.
Peserta rapat virtual ini terdiri dari perwakilan Muhammadiyah Covid-19 Command Center (MCCC) Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) dan MCCC Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Seluruh Indonesia.
Surat edaran tersebut ditandatangani Ketua Muhammadiyah Covid-19 Command Center (MCCC) Dr H M Agus Samsudin MM dan Sekretaris Arif Nur Kholis di Yogyakarta, 28 Ramadan 1442/10 Mei 2021.
Tempat Tinggal Tidak Ada Data Penularan?
Dokter Corona Rintawan menekankan catatan untuk prokes nomor 2. Dia menjelaskan, terkait masyarakat yang tempat tinggalnya tidak ada penularan Covid-19. “Jika memang tidak ada informasi datanya, maka seharusnya kita menganggap ada (data tidak ada penularan),” ujarnya.
Jika jelas tidak ada penularan Covid-19, lanjutnya, juga jelas tidak ada yang sakit di sekitar rumah, maka shalat Idul Fitri dapat dilaksanakan di lapangan kecil atau tempat terbuka, dengan jumlah jamaah maksimal 50.
Kenapa Jamaah Maksimal 50 dan Berjarak 1 Meter?
Salah satu sosok penyusun prokes itu menerangkan, “Intinya, semakin banyak orang, maka mengendalikan kerumunan dan menghindari kontak fisik akan semakin sulit.”
Dia menyatakan, menentukan jumlah 50 itu, mengacu referensi ilmiah dari beberapa negara. “Dengan jumlah jamaah maksimal 50, maka protokol kesehatan yang harus dilakukan adalah shalat dengan shaf berjarak 1 meter,” ujarnya.
Dalam konteks ilmiah, lanjutnya, sekarang sudah ditengarai harus lebih jauh dari 1 meter. “Tapi kita ambil penelitian awal yang menyebutkan droplet itu bisa menyebar (menulari) dalam 1 meter,” ucapnya.
Bawa Hand Sanitizer dan Perangkat Shalat Sendiri
Di samping menerapkan berbagai protokol kesehatan seperti yang tertera pada edaran itu, dr Corona menekankan agar masing-masing jamaah membawa hand sanitizer sendiri.
Dokter spesialis kedaruratan medis itu menjabarkan penyebabnya. Belajar dari pengalaman berkegiatan selama ini, saat panitia menyediakan tempat cuci tangan atau hand sanitizer tapi jumlahnya terbatas, justru berpotensi memunculkan kerumunan.
“Misal ketika jamaah mengantre untuk cuci tangan,” terangnya.
Selain itu, dia mengimbau jamaah untuk membawa dan menggunakan perangkat shalat sendiri.
Kelompok yang Sangat Dianjurkan Tidak Hadir
Kemudian, Koordinator upaya medis Muhammadiyah dalam menangkal pandemi Covid-19 itu memaparkan kelompok yang lebih baik melaksakan shalat Idul Fitri di rumah saja.
Yaitu anak-anak kurang dari 10 tahun, dewasa lebih dari 50 tahun, atau warga yang sakit dan punya penyakit penyerta seperti jantung, paru-paru menahun, autoimun, darah tinggi, obesitas, dan atau kontak erat dengan pasien Covid-19, maka sangat dianjurkan tidak hadir di lokasi jamaah.
Khutbah 15 Menit
Dokter Corona juga mengimbau agar durasi khutbah maksimal 15 menit saja. “Bila diperlukan, Majelis Tabligh sudah menyiapkan naskah khutbah bagi yang bertugas menjadi imam dan khatib,” ungkap dia.
Perbanyak dan Sebar Kotak Infak
Untuk menghindari kerumunan dan kontak fisik, maka perlu memperbanyak jumlah kotak infak dan disediakan di berbagai tempat.
Berdasarkan pengalaman di shalat Idul Fitri sebelum wabah, maka biasanya ada kotak infak yang berkeliling. Dia menjelaskan, kotak infak yang dikelilingkan ini, masih menimbulkan risiko karena dipegang banyak orang.
“Akhirnya kita ambil kesepakatan, kita imbau kotak infak tetap disiapkan, tapi tidak diedarkan, hanya diperbanyak jumlahnya,” urainya.
Takbir di Rumah
Dokter Corona menekankan, takbir diutamakan dilakukan di rumah masing-masing. Boleh dilaksanakan di masjid, mushala, atau langgar dengan syarat tidak ada jamaah di sekitarnya yang terindikasi positif Covid-19.
Dilakukan pembatasan jumlah orang. Intinya, harus jaga jarak, ventilasinya harus baik, jumlahnya juga harus dibatasi. Kesepakatannya, untuk masjid maksimal 20 orang, mushala maksimal 30 persen.
Saat bertakbir, dia menegaskan agar tetap memperhatikan protokol kesehatan, yaitu bermasker. “Saya sering melihat saat orang berbicara di pengajian cenderung dilepas maskernya, padahal justru saat berbicara, ‘berteriak’ atau bersuara dengan keras, maka kemungkinkan untuk menularkan dropletnya akan semakin jauh, kemungkinan penyebaran lewat udara aerosol juga akan muncul,” jelas dia.
Ini, tegasnya, tentunya harus dipahami, “Walau melakukan kegiatan takbiran, maka masker tetap wajib dipakai.”
Kemudian menghindari kegiatan makan dan minum selama melakukan kegiatan takbir di masjid.
Halal bi Halal Virtual
Untuk silaturahmi atau halal bi halal di lingkungan perumahan, pedukuhan, masjid, lingkungan, atau kantor tidak dilaksanakan secara tatap muka. “Tapi dilakukan dengan virtual!” tuturnya.
Bagi Zakat Fitrah Langsung sesuai Prokes
Proses pembagian zakat fitrah dilakukan secara langsung. Untuk menghindari potensi berkerumun, maka saat pembagian tetap menegakkan protokol kesehatan.
Dia menyarakankan, saat dibagikan, penerima bisa menyemprot dengan alkohol atau menggosok dengan tisu basah.
Tidak Perjalanan ke Luar Kota
Yang terakhir, secara umum disarankan untuk tidak melakukan perjalanan ke luar kota, termasuk mudik dan wisata dalam suasana Idul Fitri. Ini untuk mengurangi kerumunan dan pergerakan warga yang bisa meningkatkan penularan Covid-19. (*)
Penulis Sayyidah Nuriyah Editor Mohammad Nurfatoni