Literasi Indonesia Rendah ini Solusinya oleh Alfain Jalaluddin Ramadlan, Alumnus Pondok Al-Mizan Lamongan, Mahasiswa Studi Ekonomi Syariah Universitas Muhammadiyah Lamongan.
PWMU.CO – Buku adalah jendela dunia. Kunci untuk membukanya adalah dengan membaca.
Ungkapan ini secara jelas menggambarkan manfaat membaca; membuka, memperluas wawasan pengetahuan seseorang. Berbagai penelitian membuktikan, lingkungan, terutama keluarga merupakan faktor penting dalam proses pembentukan kebiasaan membaca.
Gemar membaca tidak tumbuh begitu saja. Sebagian orangtua mencoba untuk rutin membacakan cerita atau mendongeng sebagai pengantar tidur anak-anak mereka. Dari sini petualangan imajinasi anak dimulai, bahkan cerita kadang terbawa mimpi.
Bukan hanya keluarga, sekolah pun berperan penting dalam pembentukan kebiasaan membaca. Sebuah harian nasional Jepang terbitan Tokyo, Yoshiko Shimbun, memuat tulisan tentang peran sekolah dalam membentuk kebiasaan membaca di Jepang .
Para guru mewajibkan siswa untuk membaca selama 10 menit sebelum melakukan kegiatan belajar mengajar di sekolah. Kebiasaan ini telah berlangsung selama 30 tahun dan diyakini turut mendorong perkembangan peradaban Jepang.
Hasil Survei
Tahun 2011, UNESCO mengeluarkan data bahwa indeks membaca orang Indonesia hanya 0,001 yang berarti dari seribu masyarakat hanya ada satu yang berminat untuk membaca buku.
Dilansi dari Detik.com, hasil penelitian yang dilakukan Program for Internasional Student Assessment (PISA) rilisan Organisasi For Economic CO-Operation and Develompent (OECD) Tahun 2019, menunjukkan rendahnya tingkat literasi Indonesia di banding negara-negara di dunia.
Indonesia berada di peringkat 62 dari 70 negara yang disurvei dan pada penelitian peringkat literasi bertajuk World’s Most Literate Nation, produk dari Central Connecticus State University (CCSU) merilis peringkat literasi Negara-negara di dunia.
Pemeringkatan literasi ini dibuat berdasar lima indikator kesehatan literasi negara yakni perpustakaan, surat kabar, pendidikan, dan ketersediaan komputer. Indonesia berada di urutan 60 dari 61 negara yang disurvei.
Hasil penelitian tersebut membuktikan bahwa minat baca dan literasi bangsa Indonesia merupakan persoalan yang harus ditangani dengan serius.
Permendikbud Tingkatkan Budaya Literasi
Dengan adanya hasil penelitian tersebut, pemerintah berupaya untuk meningkatkan budaya literasi dengan mengeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 23 Tahun 2015 tentang penumbuhan budi pekerti.
Gerakan Literasi Nasional (GLN) yang diluncurkan pada tahun 2016 sebagai implementasi dari peraturan tersebut melalui program Gerakan Literasi Sekolah, Gerakan Literasi Masyarakat, dan Gerakan Literasi Keluarga, serta kegiatan turunan dari ketiga program tersebut merupakan upaya yang dilakukan pemerintah untuk minyinergikan semua potensi.
Selain itu juga untuk memperluas keterlibatan masyarakat dalam menumbuhkan, mengembangkan, dan membudayakan Literasi di Indonesia. Tidak hanya sekolah, keluarga, dan masyarakat yang termasuk dalam GLN, perguruan tinggi pun termasuk salah satu pelaksana dan peran pemangku kepentingan GLN.
Membaca dan menulis belum mengakar kuat dalam budaya bangsa kita. Masyarakat lebih sering menonton atau mendengar dibandingkan membaca apalagi menulis. Kita belum terbiasa melakukan sesuatu berdasarkan pemahaman dari membaca ataupun mengaktualisasikan diri melalui tulisan.
Fenomena yang sering terjadi di sekolah sekarang ini adalah ketika bel Istirahat sekolah berbunyi, sebagian besar siswa akan memilih kantin sekolah sebagai tempat untuk menghabiskan waktu istirahat daripada menuju perpustakaan.
Fenomena ini menunjukan bahwa sekolah masih belum sepenuhnya menumbuhkan budaya literasi sebagai bagian dari pengembangan diri bagi pelajar.
Sekolah merupakan bagian paling utama dalam menumbuhkan budaya membaca bagi pelajar, namun tidak semua sekolah mampu menyediakan sarana dan prasarana untuk menciptakan lingkungan rumah baca bagi pelajar.
Manfaat Membaca
Budaya literasi membaca bukanlah sebuah hal mudah untuk dibangun karena butuh kesadaran dan semangat untuk membawa perubahan. Literasi membaca bukanlah sekedar kegiatan membaca, bisa melainkan sebuah kegiatan yang bisa membangun budaya itu sendiri.
Kegiatan literasi memang merujuk kepada kemampuan dasar seseorang dalam membaca dan menulis, sehingga selama ini strategi yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan tersebut adalah menumbuhkan minat membaca dan menulis.
Seperti apa yang dikatakan oleh Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Prof Haedar Nashir. Prof Haedar mengatakan, ada delapan ciri rumusan Pelajar Berkemajuan, salah satunya adalah memiliki sifat gemar membaca, menulis dan berkreasi. (Sumber: Muhammadiyah.or.id)
Kebiasaan membaca bacaan bermutu memberikan kontribusi terhadap tingkat kecerdasan seseorang. Dengan membaca, seseorang terbantu untuk melihat permasalahan dari berbagai sudut pandang dan menganggapnya sebagai tantangan yang harus diselesaikan.
Ada banyak manfaat membaca, di antaranya membantu pengembangan pemikiran dan menjernihkan cara berfikir, meningkatkan memori dan pemahaman.
Dengan sering membaca, seseorang mengembangkan kemampuan untuk memproses ilmu pengetahuan, mempelajari berbagai disiplin ilmu, dan menerapkan dalam hidup.
Gemar membaca juga dapat melindungi otak dari penyakit alzheimer, mengurangi stres, mendorong pikiran positif. Membaca memberikan jenis latihan yang berbeda bagi otak dibandingkan dengan menonton televisi atau mendengarkan radio. Kebiasaan membaca melatih otak untuk berfikir dan berkonsentrasi.
Lima Saran
Untuk mengembangkan budaya literasi di Indonesia atau di sekolah, penulis memberikan lima tips atau strategi untuk kemajuan literasi pelajar di Indonesia.
Pertama, adakan hari khusus membaca buku. Sekolah mengadakan hari khusus membaca buku. Bisa satu bulan sekali atau tergantung kepada kebijakan setiap sekolahnya. Jadi pada hari membaca buku ini proses pembelajaran seperti biasanya ditiadakan, namun difokuskan khusus membaca buku.
Siswa membaca buku tidak harus di kelas, siswa bebas memilih tempat yang menurutnya nyaman untuk membaca, bisa di perpustakaan atau di taman sekolah.
Kedua, mengadakan gerakan literasi sekolah atau kampus untuk meningkatkan nilai literasi Indonesia.
Ada banyak manfaat yang bisa diperoleh melalui gerakan literasi sekolah seperti menumbuhkan minat baca pelajar sehingga memiliki wawasan yang luas.
Ketiga, membaca selama 10 menit sebelum mulai pembelajaran. Pengajar memberikan kesempatan waktu 10 menit untuk siswanya membaca buku.
Buku yang dibaca tidak harus berkaitan dengan pelajaran yang akan dipelajari, namun memberikan kebebasan kepada masing-masing siswa memilih buku yang akan dibaca. Buku tersebut bisa buku yang dibawa dari rumah dan juga bisa buku yang pilih dari perpustakaan kelas.
Keempat, membuat perpustakaan kelas, setiap kelas dilengkapi dengan rak buku, rak buku ini dijadikan perpustakaan mini untuk menyimpan berbagai jenis buku. Buku di setiap kelas tidak harus tentang buku sekolah, namun juga bisa tentang fiksi, biografi, novel, dan jenis buku lainya.
Kelima, memberi hadiah peda siswa yang rajin membaca buku, memberi penghargaan kepada siswa yang paling banyak membaca buku.
Penghargaan ini bertujuan menghargai siswa yang rajin membaca buku. Selain itu, penghargaan ini juga bertujuan untuk meningkatkan semangat siswa yang lain dalam membaca buku.
Semoga dengan apa yang penulis berikan bermanfaat dan menjadi motivasi kita untuk meningkatkan budaya literasi di Indonesia agar tidak tertinggal jauh dari dunia terkhusus negara Asean lainya.
Mari banyak membaca. Karena buku adalah jendela dunia. (*)
Co-Editor Nely Izzatul Editor Mohammad Nurfatoni