Yang Sakit Soedirman, Panglima Tidak Boleh Sakit, Memori Desember 1948. Oleh Prima Mari Kristanto, aktivis Muhammadiyah Lamongan.
PWMU.CO – Agresi Militer Belanda II tanggal 19 Desember 1948 menyentak banyak pihak, baik di dalam negeri Indonesia maupun pihak luar negeri yang peduli dengan perjuangan bangsa Indonesia.
Dari pangkalan udara Andir di Bandung yang sekarang menjadi Bandara Husein Sastranegara pihak Belanda mengirim 18 pesawat angkut C-18 Dakota Militaire Luchtvaart untuk mengangkut 432 personil pasukan khusus lintas udara, Korp Speciale Tropen diterjunkan di wilayah Yogyakarta.
Tidak ketinggalan sejumlah pesawat tempur diberangkatkan dari pangkalan udara Kalibanteng Semarang antara lain 3 pesawat B-25 Mitchell, 5 pesawat P-51 Mustang dan 9 pesawat P-40 Kittyhawk.
Pukul 05.15 bom pertama dijatuhkan di pangkalan udara Maguwo sekarang benama bandara Adi Sucipto, disusul tembakan canon dari Mustang dan Kittyhawk selama kurang lebih 30 menit. Pasukan khusus diterjunkan pada pukul 06.45 dari perut 18 pesawat angkut C-18 Dakota Militaire Luchtvaart.
Tanpa berpikir panjang Jenderal Soedirman memutuskan untuk mengkonsolidasi angkatan perang dengan strategi gerilya keluar dari Kota Yogyakarta. Perintah Siasat Nomor 1 strategi perang gerilya diumumkan melalui Radio Republik Indonesia tanggal 19 Desember 1948.
Jenderal Soedirman juga mengutus dua orang ajudan yaitu Kapten Suparjo Rustam dan Kapten Tjokropranolo untuk menyampaikan pesan pada Presiden Sukarno serta mengingatkan tentang janji Presiden Sukarno yang akan mengambil alih kepemimpinan tentara dan memegang komando gerilya jika Belanda menyerang.
Baca sambungan di halaman 2: Sakit TBC dalam Perang Gerilya