Penjual Nasi Pengkol dan Delapan Anaknya yang Suksesa, liputan Riza Agustina, kontributor PWMU.CO
PWMU.CO – Pengkol adalah nama tempat sebelum jembatan arah jalan menuju Sunan Giri. Sekarang dikenal dengan nama Pasar Giri.
Tahun 80-90-an daerah ini dikenal namanya Pengkol. Tempat ini pas tanjakan sebelum jembatan di Jalan Sunan Giri Kebomas Gresik.
Pada tahun 1980-an daerah sebelum jembatan ini dulu adalah tempat parkir bus peziarah ke makam Sunan Giri. Bus Parkir di sepanjang jalan ini. Peziarah waktu itu kebanyakan dari Jawa Tengah dan Jawa Barat.
Daerah di situ belum ada rumah, masih berupa hutan bambu. Di daerah Pengkol, berdiri sebuah warung nasi yang dikenal dengan nama warung nasi Pengkol. Warung ini satu-satunya jujukan tempat makan peziarah yang datang dari berziarah makam Sunan Giri.
Layani Makan Peziara
Warung ini melayani makan peziarah, baik siang maupun malam. Apabila bus datang pada malam hari, dan warung itu tutup, ketua rombongan peziarah akan mengetuk pintu dan memesan agar penjual menyiapkan makan sejumlah rombongan.
Pemilik warung adalah Muzayanah dan Fadeli. Keduanya adalah aktivis Muhamadiyah. Fadeli pernah menjadi Ketua Pimpinan Ranting Muhammadiyah Kawisanyar dan rumahnya menjadi sekretariat Muhammadiyah pada tahun 1980-an. Ibu Muzanah adalah aktivis Aisiyah waktu itu.
Selain itu, Ibu Yana, sapaan akrab Muzayanah, adalah sukarelawan yang memandikan jenazah wanita satu-satunya sesuai ajaran Muhammadiyah mulai tahun 1970-an sampai tahun 2010.
Beliau sempat memberikan pelatihan memandikan jenazah sesuai sunnah dan menulis buku cara memandikan jenazah untuk warga Aisyiyah di Kecamatan Kebomas pada tahun 1990-an.
Berbagi dengan Kaum Dhuafa
Dari hasil jualan nasi, Ibu Yana tidak pernah lupa berbagi kepada kaum dhuafa dan anak yatim piatu. Kegemarannya di waktu Ramadhan membagi makanan satu lengser besar lengkap berisi nasi, lauk, minuman, kolak dan buah ke rumah rumah orangtua dan dhuafa.
Anak-anak Ibu Yana yang mengantarkannya ke rumah-rumah mereka. Kemudian di malam hari mengirim makan untuk orang orang tadarus di langgar dan surau. Bu Yana juga membeli al-Quran untuk diletakkan di surau, langgar, atau masjid.
Pada bulan Maulid atau Rajab, Ibu Yana mengumpulkan anak yatim dan dhuafa untuk diberikan santuan berupa uang, makanan, sembako, kadang beserta pakaian atau mukena.
Hasil Jualan Nasi
Bu Yana dan Bapak Fadeli mempunyai delapan anak. Mereka membesarkan delapan anaknya hanya dari hasil jualan nasi. Berkat didikan dan usahanya delapan anaknya sekarang sudah menjadi apa yang di.
Hidup dengan berkecukupan, mandiri dan tidak menyusahkan orang laki-laki. Itu cita-cita ibu Muzayanah.
“Meskipun perempuan, kamu tidak boleh bergantung kepada suami. Itu yang sering disampaikan kepada 7 perempuan dan 1 laki laki yang paling kecil,” tutur Rida Maelana Wahyuni, salah satu anak Ibu Yana.
Ibu Yana mengajari anak-anaknya rendah hati, berpendidikan, suka berbagi, berorganisasi, dan selalu ingat Allah, di mana pun berada.
Cita-Cita Bu Yana
Cita cita Ibu Yana terakhir yang disampaikan adalah ingin semua anaknya pergi ke Makkah.
“Aku pingin anak-anakku tahu Makkah semua, supaya kalau diajak ngomong tentang Makkah nyambung,” cerita Rida Maelana Wahyuni.
Walaupum penjual nasi, lanjutnya, Ibu Yana berkesempatan ibadah haji dua kali dan umroh sekali.
Dia memaparkan, cita-cita Bu Yana pun terkabulkan karena berkat doa dan didikannya. Setelah itu beliau pergi untuk selamanya pada tahun 2013. Sedangkan Pak Fadeli meninggal dunia tahun 1992.
Kedelapan Anak Ibu Yana
Delapan anak Bu Yana, semuanya sarjana, bekerja, dan pernah menginjakkkan kaki ke Tanah Suci. Putri pertama, Sri Famudiar Wati, seorang wirausaha, sudah haji mempunyai empat anak yang sudah mapan. Dua anak yang masih muda sudah pergi haji.
Putri kedua Sri Famudiar Ningsih, menjadi pagawai Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Gresik dan aktivis Aisiyah. Beliau meninggal tahun 2002, sebelum Ibu Yana meninggal.
Putri ketiga Elia Irianti Novianti menjadi guru TK. Dua sudah haji dan umrah. Putri keempat, Rida Melanda Wahyuni, menjadi perawat di Rumah Sakit Muhammadiyah Gresik. Sudah haji dan umrah. Dia aktivis Pimpinan Daerah Aisyiyah (PDA) Gresik.
Putri kelima, Saidah Yuliana Wahyuni, menjadi guru di Muhammadiyah, pengurus di Aisyiah PCA Kebomas. Beliau sudah pernah umroh dan sudah mendaftar haji.
Putri keenam, RA Wahyu Setia Wati, menjadi guru dan wakil kepala sekolah Muhammadiyah, sudah berhaji dan umrah. Beliau juga aktif di Pimpinan Cabang Aisyiyah Kebomas. Mempunyai dua anak dan keduanya sudah berumroh.
Putri ketujuh Nur Khoiriyah Yuniliana W, menjadi Kepala TK, Asesor Badan Akreditasi Nasioan (BAN) TK di NTT dan pendiri TK Aisyiyah permama di Waikabubak NTT yang lingkungan mayoritas Kristen. Dia sudah berhaji dan umrah.
Putra kedelapan, Luqman Nur Ali W, adalah pegawai di perusahaan dan aktivis masjid Muhammadiyah dan sudah berumrah.
Cita-cita orangtua adalah doa. Meski penjual nasi, Pak Fadeli dan Ibu Yana bisa membekali anak-anaknya dengan ilmu dan agama. Semoga semua amalnya diterima oleh Allah dan surga firdaus menanti mereka. Aamiin. (*)
Penjual Nasi Pengkol dan Delapan Anaknya yang Suksesa; Co-Editor Ichwan Arif. Editor Mohammad Nurfatoni.