PWMU.CO – Khutbah Pernikahan: Akad Nikah Bukan Peristiwa Kecil, Dahsyatnya seperti Perjanjian para Rasul, oleh Dr Syamsudin MAg, Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur.
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً . إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (ar-Rum 21)
Ayat ini ditempatkan Allah pada rangkaian ayat tentang tanda-tanda kebesaran Allah di alam semesta. Tentang tegaknya langit; terhamparnya bumi, turunnya hujan, gemuruhnya halilintar, serta keajaiban penciptaan manusia.
Dengan ayat ini, Allah ingin mengajarkan kepada kita betapa Ia dengan sengaja menciptakan kekasih yang menjadi pasangan hidup manusia.
Diciptakan bumi dengan segala isinya, samudera luas, bukit tinggi, rimba belantara, semuanya untuk kebahagiaan manusia. Diedarkannya matahari, bulan, dan gemintang; diturunkan-Nya hujan, ditumbuhkan-Nya pepohonan, dan disirami-Nya tetanaman; semuanya untuk kebahagiaan manusia.
Tetapi, Allah Yang Mahatahu memberikan lebih dari pada itu. Diketahui-Nya getar dada kerinduan hati. Dia tahu betapa sering kita memerlukan seseorang yang mau mendengar bukan saja kata yang diucapkan, melainkan juga jeritan hati yang tidak terungkapkan.
Yang mau menerima segala perasaan, tanpa pura-pura, prasangka, dan pamrih. Karena itu diciptakan-Nya seorang kekasih. Allah tahu, pada saat kita diempas ombak, diguncang badai, dan dilanda duka, kita memerlukan seseorang yang mampu meniupkan kedamaian, menopang tubuh lemah, dan memperkuat hati, tanpa pura-pura, prasangka dan pamrih. Karena itu diciptakan-Nya seorang kekasih.
Supaya hubungan antara pecinta dan kekasihnya menyuburkan ketenteraman, cinta, dan kasih sayang, maka Allah menetapkan suatu ikatan suci, yaitu akad nikah. Dengan dua kalimat sederhana, al-ijab wal-qabul, terjadilah perubahan besar; yang haram menjadi halal, yang maksiat menjadi ibadat, yang berdosa menjadi berpahala, kekejian menjadi kesucian, dan kebebasan menjadi tanggung jawab. Sehingga nafsu berubah menjadi cinta kasih.
Hanya Tiga Kali dalam Al-Quran
Karena dahsyatnya perubahan ini, maka al-Quran menyebut akad nikah sebagai mitsaqan ghalidza atau perjanjian yang kokoh. Hanya tiga kali kata ini disebut di dalam Al-Quran.
Pertama, ketika Allah membuat perjanjian dengan para nabi, dengan Nuh, Ibrahim, Musa, Isa, dan Muhammad SAW (al-Ahzab 7).
Kedua, ketika Allah mengangkat bukit Thursina di atas kepala Bani Israil dan menyuruh mereka bersumpah setia di hadapan-Nya (an-Nisa’ 154).
Dan ketiga, ketika Allah menyatakan hubungan pernikahan sebagaimana terdapat dalam an-Nisa’ 21.
وَكَيْفَ تَأْخُذُونَهُ وَقَدْ أَفْضَىٰ بَعْضُكُمْ إِلَىٰ بَعْضٍ وَأَخَذْنَ مِنْكُمْ مِيثَاقًا غَلِيظًا
Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal sebagian kamu telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami-isteri. Dan mereka (istri-istrimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat.
Karena itulah, prosesi akad nikah bukanlah peristiwa kecil. Ia dahsyat, sama dahsyatnya dengan perjanjian para rasul dan perjanjian Bani Israil di bawah bukit Thursina. Peristiwa akad nikah ini tidak saja disaksikan oleh kedua orangtua, saudara-saudara, kerabat, dan sahabat-sahabat, tetapi juga disaksikan oleh para malaikat di alam tinggi, dan terutama sekali disaksikan oleh Allah rabbul ‘alamin.
Itulah sebabnya, bila Anda sia-siakan perjanjian ini, Anda ceraikan ikatan yang sudah terbuhul, Anda putuskan janji yang sudah terpatri, maka Anda bukan saja bertanggung jawab kepada mereka yang hadir saat ini. Tapi juga harus bertanggung jawab kepada Allah Rabbul’alamin.
Mengapakah Allah memerintahkan kita memelihara akad suci ini? Mengapakah Rasulullah mengukur kebaikan manusia dari caranya memperlakukan keluarganya.
Jawabnya sederhana: Karena Allah tahu bahwa kebahagiaan dan penderitaan manusia sangat bergantung pada hubungan mereka dengan orang-orang yang dicintainya, dan mereka itu adalah keluarganya.
Para filosof bilang, “Bila di dunia ini ada surga, maka ia adalah pernikahan yang bahagia, tetapi, bila di dunia ini ada neraka, maka ia adalah pernikahan yang gagal.”
1500 tahun yang silam, di Padang Arafah, di hadapan ratusan ribu umat Islam, Rasulullah SAW menyampaikan khutbah perpisahan. Perhatikanlah yang beliau wasiatkan pada saat itu:
“Wahai sekalian manusia, takutlah kepada Allah akan urusan perempuan. Sesungguhnya kaliantelah mengambil mereka sebagai istri dengan amanat Allah. Kalian halalkan kehormatan mereka dengan kalimah Allah. Sesungguhnya kalian punya hak atas istri kalian, dan istri kalian pun mempunyai hak atas kalian. Ketahuilah, aku wasiatkan kepada kalian untuk berbuat baik terhadap istri kalian. Mereka adalah penolong kalian. Jika mereka patuh, janganlah kalian berbuat zalim kepada mereka.” (HR Muslim)
Baca sambungan di halaman 2: Pesan untuk Mempelai