PWMU.CO – Kebersamaan pimpinan NU dan Muhammadiyah begitu terasa dalam perjalanan muhibah ormas Islam Jatim ke Tiongkok, Kamis (6/4). Kegiatan muhibah yang diikuti oleh pimpinan MUI, Muhammadiyah, dan NU Jatim serta perwakilan dari Masjid.Haji Muhammad Cheng Hoo Surabaya bahkan berhasil “menyatukan” dalam ibadah.
(baca: Temuilah Leluhur Muslim sampai ke Negeri China, Curhat Din Syamsuddin dari Madinah soal Penangkapan Aktivis Muslim)
Dalam hal-hal furuiyah (percabangan) yang biasanya diperdebatkan, kali ini justru dilakukan bersama.
Bagi kalangan Muhammadiyah, amalan jamak qashar (menggabung dan meringkas shalat Dhuhur dengan Asar atau Maghrib dengan Isya) adalah hal yang lumrah.
Di kalangan Muhammadiyah, tidak ada batas mutlak jarak bepergian yang menjadi patokan dibolehkannya menjamak qashar.
(baca:Nurul Faiza, Siswi SMK Muhammadiyah yang Jawara National Speech English Contest, Ketika Ada yang Ragu Makan Daging Ayam di Hongkong)
Sebaliknya bagi kalangan Nahdliyin yang mengikuti Madhab Syafii. Ada batas jarak minimal yang menjadi syarat diperbolehkannya mendapat ruhshah (keringanan) untuk melakukan jamak-qashar.
Tapi, perjalanan Surabaya-Hongkong-Beijing, tentu tidak ada masalah. Karena sudah memenuhi batas minimal jarak itu.
Karena itu tidak ada perdebatan boleh tidaknya jamak-qashar saat rombongan melakukan shalat Dhuhur-Ashar yang digabung dan diringkas menjadi dua rakaat-dua rakaat di Hongkong International Airport.
Shalat yang dipimpin oleh Ketua MUI Jatim KH Abdussomad Buchari dan berlangsung di “Pray Room” bandara itu berlangsung khusuk, tanpa perdebatan, apalagi pertengkaran. Semua kompak, he he. Inilah Islam Nusantara Berkemajuan. (MN)