Opini oleh Uzlifah*)
PWMU.CO – Muhammadiyah sebagai organisasi tertua dengan jumlah anggota yang besar di Indonesia menunjukkan betapa sejatinya kekuatan umat Islam di Indonesia sangat besar. Jumlah warga dan simpatisan Muhammadiyah yang begitu banyak, ditambah NU dan belum lagi yang lainnya, maka secara rasio di Indonesia ini hanya mengandalkan kekuatan kaum muslim. Ironisnya berbagai persoalan di saat membutuhkan kekuatan itu kenapa senantiasa tidak bisa memenuhi harapan. Fenomena Ahok sudah barang tentu menjadi cambuk bagi kita semua.
Hasil Muktamar ke-47 di Makassar yang menetapkan gerakan jamaah dan dakwah jamaah, menunjukkan Muhammadiyah selalu berfikir jauh ke depan. Muhammadiyah jauh sebelumnya sudah bisa membaca akan carut marutnya bangsa ini hanya bisa ditandingi dengan gerakan dakwah jamaah. Tentu hal ini sangat menuntut soliditas semua pihak yang terkait. Dan itu sudah terbukti dengan berdirinya berbagi macam amal usaha Muhammadiyah walaupun hal itu juga masih jauh untuk bisa menguasai bangsa ini.
(Baca: Muhammadiyah dan Proses Perkaderan: antara Regulasi dan Diskresi)
Dalam Kitab Suci Alquran sudah sangat jelas diingatkan oleh Allah dalam surat Ali Imran ayat 103, yang artinya. “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah dan janganlah kamu bercerai berai. Dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu daripadanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.
Ayat tersebut sangat jelas bahwa hendaknya dalam setiap mengambil langkah selalu berpegang teguh pada tali Allah. Beragam persoalan yang diberikan pada manusia telah membuat mereka menonjolkan egonya masing–masing. Manusia cenderung mau berbuat bila untuk urusan kelompok mereka sendiri walaupun urusan itu salah.
Oleh karena itu maka mimpi warga Muhammadiyah dalam sebuah gerakan dakwah jamaah seharusnya bisa dilakukan bila masing–masing saling memahami ayat tersebut dengan dua kata kunci ‘dakwah jamaah’. Bukan hanya pada persoalan pendidikan saja, ada hal yang sangat penting pada saat ini yaitu gerakan dakwah jamaah politik dan gerakan jamaah ekonomi.
Pemilih warga Muhammadiyah yang berbasis kujujuran dan keikhlasan adalah sebuah modal besar untuk bisa mengambil posisi penting. Sayangnya, berjamaah dalam hal ini politik masih dianggap tabu oleh sebagian warga. Padahal tanpa ada peran yang penting dalam sebuah badan legislatif akan susah bagi kita untuk bisa memasukkan ide–ide besar.
Apalagi untuk bisa mewarnai negara, tentu masih sangat jauh sekali. Untuk itu perlu gerakan jamaah politik. Meskipun di Muhammadiyah diberi kebebasan bersikap dalam berpolitik, termasuk kebebasaran pada kader–kader terbaiknya untuk berpolitik praktis di partai manapun, tapi tidak menutup kemungkinan untuk bisa selalu berjamaah ketika ada satu agenda besar untuk menjadikan seseorang ataupun hanya sekedar mengegolkan program–program.
Potensi besar yang dimiliki Muhammadiyah melalui kader–kadernya yang selalu melahirkan ide–ide cerdas, bila tidak dirapatkan shaf jamaahnya pastilah akan bercerai–berai. Akan menjadi kekuatan besar bila benar-benar jamaah pemikiran ini bisa dilaksanakan. Kenapa jamaah pemikiran? Karena pada persoalan ini jelas secara fisik bercerai–berai akan tetapi dengan punya kesamaan ideolagi maka sangat mungkin ini menjadi salah satu modal menjadikan gerakan jamaah politik.
Formulasi gerakan jamaah politik, secara garis besar mengarah dalam dua bentuk. Pertama, gerakan tamaddun, yaitu gerakan berbasis peradaban dan muamalah secara berjamaah. Artinya Pimpinan Pusat Muhammadiyah menjadi imam dalam jamaah kebudayaan nasional, karena salah satu pertimbangan rasional melawan kapitalisme politik yang tengah berlangsung adalah mengembalikan nilai-nilai kesucian politik sebagai amanah Allah untuk mengatur umat manusia sesuai syariat yang ditetapkan-Nya dalam Alquran dan Assunnah.
Umat dan bangsa ini membutuhkan nakhoda yang tangguh dalam pertarungan paham dan ideologi, apalagi dalam frame kecanggihan teknologi saat ini. Muhammadiyah menjadi penentu arah peradaban bangsa ini.
Kedua, gerakan formalisasi politik Muhammadiyah. Gerakan ini bukan menjadikan salah satu partai sebagai aspirasi formal politik Muhammadiyah, akan tetapi secara formal simbolistik Muhammadiyah mempersiapkan secara matang kader dan garis kebijakan politik Muhammadiyah sehingga kader-kader unggul iniakan mewarnai setiap partai yang memiliki visi dan misi sama dengan Muhammadiyah.
Maka garis kebijakan Muhammadiyah menjadi ‘Grand Platform’ atau kebijakan dasar berpolitik setiap kader Muhammadiyah di manapun dia berpartai, sebagaimana kalau kita masuk Masjidil Haram. Dari pintu manapun kiblatnya hanya satu. Inilah jamaah politik secara formal ala Muhammadiyah. Dan itulah kemenangan yang sesungguhnya. Baca sambungan di halaman 2: Gerakan jamaah ekonomi: menggerakkan gerbong masa depan …..