Pembaruan Distribusi Zakat Fitri, Hasil Munas Tarjih XXXI Tahun 2020 di Universitas Muhammadiyah Gresik Jatim; Oleh Dr Syamsudin MAg, Wakil Ketua PWM Jatim
PWMU.CO – Ulama sepakat bawah zakat fitri—disebut juga zakat fitrah—dikeluarkan sebelum shalat Idul Fitri. Tetapi kapan penyalurannya terdapat perbedana penafsiran. Artikel ini membahasnya secara lengkap.
1. Waktu Pembayaran atau Penarikan
Zakat fitri mulai dikeluarkan (dibayarkan) pada bulan Ramaḍān dan selambat-lambatnya sebelum shalat Idul Fitri tanggal satu Syawwāl.Ssebagaimana disebutkan dalam hadits Abdullāh Ibnu ‘Umar.
عن ابن عمر رضي الله عنهما قال فرض رسول الله صلى الله عليه وسلم زكاة الفطر صاعا من تمر أو صاعا من شعير على العبد والحر والذكر والأنثى والصغير والكبير من المسلمين وأمر بها أن تؤدى قبل خروج الناس إلى الصلاة
Dari Ibnu ‘Umar (diriwayatkan) ia berkata: “Rasulullah SAW, mewajibkan zakat fitri satu sha’ dari kurma atau satu sha’ dari gandum bagi setiap hamba sahaya (budak) maupun yang merdeka, laki-laki maupun perempuan, kecil maupun besar dari kaum muslimin. Beliau memerintahkan agar ditunaikan sebelum orang-orang berangkat untuk shalat (‘ Īd).” (HR al-Bukhārī).
Konsekuensi penegasan bahwa zakat fitri wajib dikeluarkan pada saat terbenam matahari hari terakhir Ramaḍān adalah bahwa orang Muslim yang meninggal sebelum saat tersebut tidak wajib membayar zakat fitri, karena ketika ia meninggal zakat fitri belum jatuh tempo.
Begitu juga anak yang lahir sesudah terbenam matahari tidak wajib dibayarkan zakat Fitri karena ia lahir setelah zakat fitri jatuh tempo. Sebaliknya orang yang meninggal sesudah terbenamnya matahari akhir Ramaḍhān dan orang masuk Islam atau anak yang lahir sebelum terbenamnya matahari hari terakhir Ramaḍhān wajib dikeluarkan zakat fitrinya.
Pembayaran zakat fitri boleh dimajukan sebelum terbenamnya matahari akhir Ramaḍhān. Dasarnya adalah hadis Nabi SAW riwayat Abū Dāwud, Ibnu Mājah dan al-Ḥākim dari Ibnu ‘Abbās:
عنِ ابنِ عبَّاسٍ قالَ فرضَ رسولُ اللَّهِ صلَّى اللَّهُ عليْهِ وسلَّمَ زَكاةَ الفطرِ طُهرةً للصَّائمِ منَ اللَّغوِ والرَّفثِ وطعمةً للمساكينِ من أدَّاها قبلَ الصَّلاةِ فَهيَ زَكاةٌ مقبولةٌ ومن أدَّاها بعدَ الصَّلاةِ فَهيَ صدقةٌ منَ الصَّدقاتِ
Dari Ibnu ‘Abbās (diriwayatkan), ia berkata; Rasulullah SAW telah mewajibkan zakat fitri untuk mensucikan orang yang berpuasa dari perkataan yang sia-ia dan kotor serta untuk memberi makan kepada orang-orang miskin. Barangsiapa yang menunaikannya sebelum shalat ‘Īd, maka itu adalah zakat diterima, dan barang siapa yang menunaikannya sesudah shalat ‘Īd, maka itu hanyalah sekadar sedekah. (HR Abū Dāwud, Ibnu Mājah dan al-Ḥākim)
Hadits di atas menyatakan bahwa zakat fitri dikeluarkan antara lain dengan maksud untuk menyantuni orang miskin dan ditunaikan sebelum shalat ‘id. Selain itu didasarkan pula kepada hadis yang membolehkan penyegeraan pembayaran zakat secara umum, yaitu:
عن علي بن أبي طالب أنَّ العباسَ سَأَلَ رسولَ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم في تَعجيلِ صَدَقتِه قبلَ أن تَحِلَّ فأَذِنَ له
Dari ‘Alī bin Abi Thalib (diriwayatkan) bahwa al-‘Abbās bertanya kepada Rasulullah SAW, mengenai menyegerakan zakat sebelum wajib atas mereka? Kemudian beliau memberikan rukhṣah baginya dalamhal tersebut. (HR Lima ahli hadis selain al-Nasā’ī).
Pemberian waktu yang lebih panjang dalam pembayaran zakat fitri sebelum waktu akhir Ramaḍhān akan lebih memudahkan bagi masyarakat. Terutama apabila pengumpulan zakat fitri itu dilakukan oleh sebuah panitia yang mencakup wilayah pengumpulan yang luas sehingga pengumpulannya dan pendistribusiannya memerlukan waktu yang lama.
Batas akhir pembayaran zakat fitri itu adalah sebelum mengerjakan salat ‘Īd, sesuai dengan ketentuan hadits yang dikutip di atas. Apabila zakat fitri dikeluarkan sesudah salat ‘Īd, maka pembayaran itu tidak dipandang sebagai zakat fitri, melainkan hanya sebagai sedekah biasa, dan orang yang melakukan demikian belum menunaikan kewajiban zakat fitrinya dan dipandang sebagai orang yang berdosa.
2. Waktu Pembagian
Dari hadits Ibnu ‘Abbās yang telah dikutip sebelumnya dapat diperoleh kejelasan bahwa zakat fitri dipandang sah apabila telah diberikan kepada fakir miskin sebelum shalat Idul Fitri dilakukan. Namun adalah suatu hal yang tidak mustahil terjadi, setelah zakat fitri disalurkan kepada semua fakir miskin di daerah penarikan, ternyata masih terdapat kelebihan.
Namun untuk menyalurkan kelebihan zakat fitri tersebut kepada fakir miskin di daerah lain sebelum dilaksanakan shalat Idul Fitri sering kali menemui kesulitan. Misalnya karena sangat terbatasnya waktu untuk menyalurkan. Atau jarak yang jauh sementara sarana angkutan (transportasi) tidak tersedia secara cukup dan lain-lain kesulitan yang dihadapi, mengakibatkan panitia tidak mampu menyampaikan zakat fitri kepada fakir miskin di daerah lain tersebut sebelum sahalat Idul Fitri. Barulah setelah shalat Idul Fitri dilaksanakan, zakat fitri dapat dibagikan.
Dalam melaksanakan syari’at (agama), Allah tidak menghendaki hamba-hamba-Nya terjebak dalam suatu kesulitan yang di luar batas kemampuannya. Allah SWT berfirman:
“Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.” (al-Baqarah 185).
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya”. (al-Baqarah 286).
Dalam kaidah fikih disebutkan:
المشقة تجلب التيسير Suatu kesulitan menarik adanya kemudahan
Atas dasar dalil-dalil dan kaidah di atas, jika tertundanya pembagian zakat fitri kepada fakir miskin sampai dengan dilaksanakan shalat Idul Fitri disebabkan oleh kesulitan yang tidak mampu ditanggulangi panitia maka zakat fitri yang dikeluarkan oleh orang yang wajib mengeluarkan zakat fitri dan diserahkan kepada panitia sebelum shalat Idul Fitri dilaksanakan maka zakat tersebut sah.
Kiranya dapat disampaikan imbauan agar para wajib zakat fitri untuk bisa menyegerakan mengeluarkan zakat fitri atau tidak terlalu dekat dengan hari raya Idul Fitri, sehingga memberi waktu yang cukup kepada panitia untuk menyampaikan harta zakat fitri tersebut sebelum shalat Idul Fitri.
3. Pembaruan Distribusi Zakat Fitri
Hadis-hadis Nabi SAW menjelaskan bahwa terdapat beberapa fungsi dan tujuan dari zakat fitri, yaitu;
- Zakat fitri itu adalah hak bagi fakir miskin dan sebagai makanan bagi mereka. Hal ini dipahami dari kalimat ṭu’mah li al-masākin.
- Tujuan dari zakat fitri itu adalah membantu fakir miskin di hari raya agar ikut bergembira sebagaimana saudara-saudaranya, dapat membersihkan diri si kaya dari sifat kikir dan akhlak tercela, serta dapat mendidik diri bersifat mulia dan pemurah.
- Fungsi zakat itu sesungguhnya adalah untuk dapat mengubah keadaan si mustahik menjadi muzaki, danbukan hanya memberi makan mereka untuk satu hari raya saja, tetapi juga untuk hari-hari berikutnya, dapat menjamin kehidupan sosial bagi masyarakat dan si miskin dapat tambahan jaminan kehidupannya karena zakat fitri itu adalah haknya dan akan dapat menambah hubungan yang erat dengan si “punya”.
Untuk tercapainya tujuan, fungsi serta hikmah tersebut, perlu adanya peningkatan dalam pengelolaanzakat fitri tersebut, seperti dengan cara mengembangkan dan memodalkan zakat fitri dan pembaruandalam pendistribusiannya. Dalil yang dijadikan dasar dalam pendistibusian zakat fitri adalah;
a. HR Abū Dāwud, Ibnu Mājah dan al-Ḥākim
Dari Ibnu ‘Abbās (diriwayatkan), ia berkata; Rasulullah SAW mewajibkan zakat fitri untuk mensucikan orang yang berpuasa dari bersenda gurau dan kata-kata keji, dan juga untuk memberi makan orang-orang miskin.Barangsiapa yang menunaikannya sebelum shalat maka zakatnya diterima dan barangsiapa yang menunaikannya setelah shalat maka itu hanya sedekah diantara berbagai sedekah.
Al-Ḥākim menyatakan hadis ini sahih menurut kriteria al-Bukhārī, dan al-Dāruquṭnī mengatakan: tidak terdapat seorangpun di antara perawi-perawi hadis ini yang cacat riwayat).
b. Hadis dari Ibnu Umar
عن ابن عمر قال فرض رسول الله صلى الله عليه و سلم زكات الفطر وقال: أغنوهم عنِ الطَّوافِ في هذا اليومِ
Dari Ibnu Umar (diriwayatkan), ia bekata: Rasulullah SAW mewajibkan zakat, dan ia berkata: ”Cukupilah mereka (daripada meminta-minta) pada hari ini (hari raya Idul Fitri).” (H.R. al- Dāruquṭnī).
Ulama Berbeda Pendapat
Para ulama berbeda pendapat tentang kapan diwajibkannya mengeluarkan dan mendistribusikan zakat fitri. Perbedaan tersebut terbagi dua pendapat.
Pertama, Mālikiyyah, Syāfi’iyyah dan Ḥanābilah. Mereka berpendapat bahwa waktu wajib mengeluarkan zakat fitri merupakan kewajiban yang terbatas yaitu sejak terbenamnya matahari pada akhir bulan Ramaḍhān sampai sebelum dilaksanakannnya shalat ‘Īd. Mereka berdalil pada hadis Nabi:
Dari Abdullāh bin Umar (diriwayatkan) ia berkata: “Rasulullah SAW, mewajibkan zakat fitri satu Sha’ dari kurma atau Sha’ dari gandum bagi setiap hamba sahaya (budak) maupun yang merdeka, laki-laki maupun perempuan, kecil maupun besar dari kaum Muslimin. Dan beliau memerintahkan agar menunaikannya sebelum orang-orang berangkat untuk shalat (Īd).” (HR al-Bukhārī)
Dari Ibnu ‘Abbās (diriwayatkan), ia berkata; Rasulullah SAW mewajibkan zakat fitri untuk mensucikan orang yang berpuasa dari bersenda gurau dan kata-kata keji, dan juga untuk memberi makan orang-orang miskin.Barangsiapa yang menunaikannya sebelum shalat maka zakatnya diterima dan barangsiapa yang menunaikannya setelah shalat maka itu hanya sedekah diantara berbagai sedekah. (H.R. Abū Dāwud, Ibnu Mājah dan al-Ḥākim).
Al-Hakim menyatakan hadis ini sahih menurut kriteria al-Bukhārī, dan ad-Dāruquṭnī mengatakan: tidak terdapat seorangpun di antara perawi-perawi hadis ini yang cacat riwayat).
Kedua, Golongan Ḥanafiyyah berpendapat bahwa waktu diwajibkan mengeluarkan dan mendistribusika nzakat fitri merupakan wajib muwassa’ (wajib mutlak) yaitu kewajiban yang tidak dibatasi waktunya. Kapan pun seorang mukallaf mengeluarkan zakat fitri, maka berarti ia telah melaksanakannya. Meskipun yang sangat dianjurkan adalah mengeluarkannya sebelum ia pergi ke tempat pelaksanaan shalat ‘Īd. Mereka berdalil pada hadis riwayat al-Ḥākim dan al-Dāruquṭnī:
Diriwayatkan dari Ibnu ‘Umar, Ia berkata, “Rasulullah SAW mewajibkan zakat fitri dengan bersabda: “Buatlahmereka cukup sehingga tidak meminta-minta pada hari ini”. (H.R. al-Ḥākim dan al- Dāruquṭnī).
Sabda Nabi SAW, “Buatlah mereka cukup sehingga tidak meminta-minta pada hari ini” menunjukkan bahwa zakat fitri diberikan kepada fakir miskin pada dasarnya untuk membuat mereka berkecukupan pada hari raya Idul Fitri sehingga tidak keliling meminta-minta dari rumah ke rumah. Membuat mereka berkecukupan, boleh, bahkan utamanya, tidak hanya pada hari raya saja, tapi sepanjang tahun atau sepanjang hidupnya.
Pembagian zakat fitri sepanjang tahun atau bahkan seumur hidup, menurut Mażhab Ḥanafī, tidak sekadar ditunjukkan oleh sabda (sunnah qauliyyah) tersebut, tapi menjadi praktik Nabi (sunnah fi’liyyah) dalam pembayaran zakat.
Dalam pandangan mereka (Mażhab Ḥanafī), membayar zakat fitri sebelum shalat ‘Īd, bukan merupakan syarat sah, tapi hanya mustaḥab (anjuran). Anjuran ini dimaksudkan untuk memastikan bahwa fakir miskin terpenuhi kebutuhan hidupnya pada hari raya.
Dari kedua pendapat tersebut, bisa dipilih jalan tengah. Bahwa zakat fitri ditunaiakan atau dikeluarkan sebelum orang pergi ke tempat pelaksanaan shalat ‘Īd . Sedangkan pembagiannya dapat dilakukan sepanjang tahun atau bahkan seumur hidup.
Dengan argumen yang disampaikan di atas dan dengan pertimbangan pada salah satu prinsip zakat, yaitu prinsip pemberdayaan. Di mana pengelolaan dan pendayagunaan zakat, harus mampu meningkatkan kesejahteraan. Baik dalam hal memperbaiki kualitas konsumsi, maupun meningkatkan kehidupan spiritual mustahik. Pada gilirannya dapat membebaskan dirinya, dari penerima menjadi pemberi zakat.
Dengan demikian pengelola zakat tidak hanya sekadar mendistribusikannya, tetapi juga harus mampu menjamin dan memantau serta memberi arahan bagaimana zakat menjadi efektif dan berhasil guna. Wallahu a’lam. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni