PWMU.CO – Jaga imunitas jiwa dengan niat dan ikhlas diungkapkan oleh Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Bondowoso Muhammad Malik MAg.
Malik – sapaan akrabnya menyampaikan saat menjadi pemateri pada Pengajian Ahad Pagi yang digelar di halaman Kantor PDM Kabupaten Jember Jatim, Ahad (8/10/2023).
Menurutnya, untuk meningkatkan imunitas kejiwaan, maka kita perlu mengetahui hakekat manusia. Hakekat manusia disebut dengan kata bashar. Kata bashar lebih melihat manusia dari sudut pandang biologis. “Dari sudut pandang biologis ini, maka dilihat dari unsur secara fisiknya,” ujarnya.
Hakekat manusia yang lain, lanjutnya, juga disebut dengan kata insan. Kata insan ini dari sudut pandang rohani atau kejiwaan. Biasanya gambaran manusia sering dikaitkan dengan dua unsur ini.
“Sering sekali ceramah di desa-desa tempat tinggal saya, disampaikan manusia itu makhluk yang sempurna, dan kemudian diperkuat dengan surat at-Tiin,” tuturnya.
Selain itu, manusia juga disebut dengan kata an-Naas. Kata ini dikaitkan dengan unsur manusia sebagai makhluk sosial.
Dia menjelaskan, manusia juga terbagi menjadi 2 unsur, yakni unsur material dan inmaterial. Unsur material di sini dimaknai dimensi fisik, yakni unsurnya dari materi, bahwa manusia tercipta dari sari pati tanah.
“Sedang unsur inmaterial yakni dari ruh, daya nalar dan daya rasa. Dari kedua unsur ini, maka untuk merawatnya harus dipergunakan untuk memikirkan dan dibiasakan melakukan hal-hal yang positif,” ajaknya.
Manusia ibarat Komputer
Malik mengibaratkan manusia itu dengan analogi komputer. Manusia memiliki wujud fisik casing (badan), bagian dalamnya ada program/software (jiwa), dan daya listrik sebagai penghidupnya (ruh).
“Bagaimana kita menjaga bagian software atau jiwa dalam badan kita ini? Karena meskipun ada casing dan ada listrik, tanpa software computer tak akan bisa berjalan dan beroperasi,” sergahnya.
Dia menjelaskan agar jiwa tetap terjaga imunitasnya harus mengutamakan niat.
“Pertama adalah niat, harus memulai disetiap aktivitas, kita niatkan ibadah kepada Allah. Niat itu memliki posisi penting dalam kehidupan dan ibadah. Sia-sia amal itu tanpa niat kata para fuqoha,” terangnya.
Menurut ahli ilmu kalam, lanjutnya, niat itu menjadi faktor pembeda perbuatan manusia dengan hewan. Jika aktivitas sehari hari kita hadirkan niat karena Allah maka jiwa kita insyaallah akan terjaga dan terpelihara.
“Dengan menghadirkan Allah setiap kegiatan kita, ketika ada gangguan dan masalah dalam perjalanan kita minta pada Allah untuk bantuan-Nya. Insyaallah aktivitas kita akan lebih mudah,” ungkapnya.
Setelah niat kita sudah tertata maka kemudian hal kedua yang bisa menjaga imunitas jiwa kita adalah ikhlas.
Ikhlas itu memang sangat sulit. Kita bisa belajar dari petani, tingkat ketergantungan petani pada sang pencipta sangat kuat. Meskipun bibit sudah unggul, pupuknya bagus, tapi kondisi alam tak menentu, tambah lagi dengan jumlah zakat yang harus keluar cukup tinggi.
“Sedang hasil panen tak cukup bagus, dan kadang merugi. Meski begitu, petani usai gagal panennya akan tetap saja menanam bibit lagi dengan ikhlas. Dan berharap kepada Allah semoga panen selanjutnya membaik,” paparnya.
Dia menerangkan, orang-orang yang berbuat ikhlas ini disebut dengan mukhlis, dan orang yang berada di puncak keikhlasan disebut dengan mukhlas. Ini tertulis dalam al-Quran surat al-Hijr ayat 39-40.
“Puncak keihklasan adalah mukhlas seperti dalam surat al-Hijr 39-40. Bahkan syaitan pun yang bersumpah menyesatkan manusia, takkan bisa menyesatkan orang-orang yang mukhlas,” pungkasnya. (*)
Penulis Muhammad Fajar Al Amin. Editor Sugiran.