Empat Era
Prof Haedar menambahkan, para ahli mencatat berbagai persoalan dan masalah akibat perubahan iklim yang serius. “Tentu masalah ini bukan sekadar peristiwa yang terjadi tiba-tiba. Tetapi karena ada sebab yang terjadi di mana campur tangan manusia dan perilaku manusia secara kolektif maupun perseorangan di era yang disebut dengan antroposentris era,” ungkapnya.
Dia juga menukil ayat 41 Ar-Rum untuk mengungkap sumber awal dari persoalan perubahan iklim dan dampak yang dahsyat terhadap ekosistem. Artinya, kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia.
“Inilah yang akan dan selalu menjadi sebab awal dari terjadinya perubahan iklim dengan segala dampaknya. Kalau dalam al-Quran, Allah berfirman yang selalu kita kutip, ẓaharal-fasādu fil-barri wal-baḥri bimā kasabat aidin-nās,” ujar Dosen Program Doktor Politik Islam pada Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta ini.
Dalam era modern ini, menurut Prof Haedar, manusia secara sadar atau tidak telah menimbulkan kerusakan pada alam dan semesta. Yakni melalui perilaku, alam pikiran, dan kebijakan ekonomi politik.
Ia juga menyebutkan pandangan Van Peursen yang mengidentifikasi tiga era kunci. Yaitu era mitis, ontologis, dan antroposen. Di era mitis, manusia hidup menyatu dan beriringan dengan alam. Di era ontologis, manusia memiliki jarak dari alam. Sebaliknya, di era fungsionalis, modern atau antroposen disebut human exploited nature (manusia mengeksploitasi alam).
“Kondisi ini memerlukan kita melihat perubahan iklim pada paradigma dan alam pikiran antroposen, yang ini menjadi lekat dengan kehidupan modern kita. Saat ini ketika manusia mengeksploitasi alam dengan kerakusannya, tentu ada state of mind, ada alam pikiran, ada paradigma yang mengonstruksi alam pikiran dan perilaku manusia modern itu,” lanjut Buya Haedar.
Penulis Agama dan Krisis Kemanusiaan Modern ini juga memaparkan, Antroposen Era melahirkan pandangan antroposentrik, yang menyebabkan manusia begitu dominan, hegemonik, terhadap alam. “Alam hanya digunakan sebagai objek penderita saja,” imbuh Pemimpin Redaksi Suara Muhammadiyah ini.
Kemudian ia menjelaskan asumsi Yuval Noah Harari, manusia di era antroposen akan memunculkan satu proses yang semakin masif dan melahirkan era homodeus. “Era homodeus, yakni lahirnya manusia super dewa yang bukan hanya bisa dan dengan rakus mampu untuk mengeksploitasi alam,” ungkapnya.
“Bahkan bisa memangsa sesama umat manusia karena ambisi politik, ekonomi, dan hegemoni global, melalui perang agresi dan segala tindakan, seperti yang terjadi di Timur Tengah oleh Israel terhadap Palestina dan di kawasan lainnya,” imbuh penulis Gerakan Islam Pencerahan itu.
Manusia homodeus, sambung Prof Haedar, menciptakan paradigmanya sendiri. Di mana manusia superdewa itu akan selalu merasa digdaya dan lupa, bahkan melakukan apa yang disebut dengan dengan nihilisme terhadap kekuatan Tuhan. “Agama dan etika yang itu bisa menjadi bingkai dan peredam dari nafsu serakah manusia,” ujarnya.
Baca sambungan di halaman 3: Atasi Masalah Iklim