Atasi Masalah Iklim
Untuk mengatasi masalah perubahan iklim dan dampak ekosistemnya, menurut Prof Haedar perlu ada pergeseran paradigma antroposentrisme ke teoantroposentrisme. Di mana agama hadir untuk memberikan kerangka nilai dan etika terhadap manusia dari tingkat lokal sampai global.
“Untuk selalu memiliki pandangan sikap dan orientasi tindakan, penting untuk menyadari bahwa kita hidup tidak sendiri, melainkan bersama orang lain. Bahwa alam semesta, termasuk bumi yang ditempati oleh siapapun, itu hanya satu-satunya planet tempat kita tinggal yang disebut dengan home (rumah) tempat kita bersama,” ucap Prof Haedar.
Dia juga menekankan, sekali satu bangsa, satu etnik, satu kekuatan menghancurkan alam, lingkungan, bahkan sesama di sekitarnya, sejatinya dia sedang membuka ruang kiamat yang menghancurkan lingkungan dan alam semesta di mana dia tinggal. “Kerangka berpikir seperti itu hanya ada pada agama, hanya ada pada manusia, dan bangsa yang bertuhan. Apapun agama dan perspektif ketuhanannya,” imbuhnya.
Maka, lanjut Prof Haedar, Muhammadiyah memandang bagaimana bisa mendeklarasikan suatu pandangan yang bersifat profetik, adat, dalam perspektif teoantroposentrik. Di mana langit dan bumi adalah satu kesatuan.
“Dan manusia mampu menerjemahkannya dalam perspektif dia sebagai khalifatul fil ardh yang membangun dan memakmurkan kehidupan dan alam semesta, yang bertanggung jawab, punya nilai, punya etika bahwa kehidupan itu harus kita selamatkan bersama, kita jaga bersama. Di sinilah paradigma membangun tanpa merusak” Tegasnya
Pria berusia 65 tahun ini menegaskan, al-Quran telah lama memperingatkan, “Wa idzā qīla lahum lā tufsidū fil ardhi, qālū inna mā nahnu mushlihūn.”
Yakni paradigma kapitalisme yang rakus membangun dengan merusak, biarpun paradigma ini tidak pernah mengakui dampak merusaknya. “Sejak tahun 70, ketika para pemimpin dunia melakukan gerakan, sejatinya alarm itu sudah ditumbuhkan di level global,” tuturnya.
Menurut Prof Haedar, kita perlu meninjau kembali paradigma kapitalisme liberalisme dan sekularisme global. “Di mana manusia merasa digdaya dan hidup dengan dirinya sendiri, tanpa orang lain, tanpa alam semesta, bahkan tanpa Tuhan dan agama. Paradigma ini perlu kita bangun dan rekonstruksi dengan paradigma baru!” jelasnya.
Prof Haedar juga kembali menegaskan, membangun tanpa merusak, bahkan membawa kemaslahatan, ialah prinsip utama dalam Maqashid Syariah. “Menjaga alam semesta merupakan bagian dari tujuan syariat Islam,” ujar penulis Muhammadiyah Abad Kedua itu.
Dia yakin, di forum global ini, pandangan-pandangan yang inspiratif dan alternatif telah dihasilkan. Yaitu membangun dan merawat alam dengan paradigma penyelamatan tanpa merusak, dengan perspektif propertif. “Bersama-sama, di seluruh dunia dan di berbagai kelompok masyarakat, kami menciptakan sebuah gerakan penyelamatan lingkungan,” ujar pria kelahiran 25 Februari 1958 itu.
Termasuk Muhammadiyah pada hari ini dan pada momentum yang sangat penting ini, sambungnya, membangun dan mengembangkan serta meluncurkan MCC. “Insya Allah, ini akan menjadi instrumen untuk gerakan baru menghadapi perubahan iklim demi penyelamatan dunia,” lanjut Buya Haedar.
Kata Prof Haedar, ini sebagaimana juga menjadi tema Milad Muhammadiyah “Effort to Save Universe” atau “Ikhtiar Menyelamatkan Semesta”. (*)
Penulis Ario Khairul Habib Coeditor Sayyidah Nuriyah Editor Mohammad Nurfatoni