PWMU.CO – Waroeng Kae cocok untuk lokasi berbagai pertemuan keluarga maupun komunitas dengan sajian kuliner khas Gresik Utara. Seperti kare kepiting, kelo sembilang, otak-otak bandeng, bandeng bakar tanpa duri dan lainnya.
Kesegaran ikannya tak perlu diragukan. Sebab diambil langsung dari tambak keluarga sang pemilik restoran, Kepala Desa Pangkahwetan Syaifullah Mahdi SH MM. Sandi, sapaan akrabnya, putra sulung Ketua Majelis Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Gresik Drs H Choirullah SH MPd.
Nuansa tempo dulu yang unik dan asri terasa sejak memasuki restoran ini. Di sepanjang sisi kanan dan kiri jalan berpaving itu, berjajar lampu-lampu kayu yang unik. Saat belok kanan, pengunjung bisa memarkir motor maupun mobil di area parkir yang luas.
Untuk menikmati olahan beragam menu ikan segar, pengunjung bisa memilih tempat di joglo maupun di meja-kursi kayu jati yang tersebar di bawah pepohonan. Pengunjung pun dimanjakan dengan beragam barang kuno seperti alat transportasi bajaj. Tak hanya itu, hamparan rerumputan dan bebatuan alami juga membuat pengunjung nyaman berjalan-jalan di sana.
Restoran di Desa Kebonagung, Kecamatan Ujungpangkah, Gresik, Jawa Timur ini resmi dibuka pekan lalu, Sabtu (23/12/2023). Bupati Gresik H Fandi Akhmad Yani SE dan Bupati Ngawi H Ony Anwar Harsono ST MH menghadiri pembukaannya.
Sejarah Waroeng Kae
Kepada PWMU.CO, Anna Shofiah AMdKeb SPd, kini menjabat Manajer Waroeng Kae, mengungkap sebenarnya dulu restoran itu kandang sapi untuk penggemukan. “Karena biaya pakan dan juga perawatan yang tidak sesuai harga jual sapi, akhirnya kita tutup, sempat vakum dua tahunan,” kenangnya Ofi, sapaan akrabnya, Sabtu (30/12/2023).
Ofi melanjutkan, “Akhirnya Pak Sandi selaku ownernya ini berubah pikiran untuk meramaikan kuliner Gresik Utara. Terbukalah niatan untuk buka warung. Awalnya cuma ada satu joglo yang utama itu. Biasanya buat kumpul-kumpul keluarga pas hari libur.”
Sandi, kakak sulung Ofi yang aktif menjadi pengurus Asosiasi Kepala Desa (AKD) seJatim, sering berkeliling ke desa-desa di Jawa Timur. “Pas di Banyuwangi ada yang mau renovasi rumah joglo. Beliau mikir, daripada dirobohkan, jadi inisiatif untuk beli eks rumah-rumah joglo di sana. Terus dipasanglah itu joglo di warung,” terang Ofi.
Anggota Departemen Kesehatan Pimpinan Daerah Nasyiatul Aisyiyah (PDNA) Kabupaten Gresik lantas menyimpulkan, joglo-joglo di Waroeng Kae tersusun dari kayu-kayu yang usianya sudah tergolong lama. Belasan joglo itu sendiri berdiri di area Waroeng Kae sudah selama lima tahun.
Terkait beragam pernak-pernik barang antik di area Waroeng Kae, Ofi menerangkan sang kakak memang suka barang tempo dulu. “Untuk barang-barang antik itu kita menyesuaikan saja dengan konsepnya. Akhirnya mulailah senang koleksi barang-barang kuno. Mulai piring-piring lebar, lemari kuno, radio, televisi, motor sampai bajaj,” urainya.
Ketua Pimpinan Cabang Nasyiatul Aisyiyah (PCNA) Ujungpangkah ini menambahkan, konsepnya di awal memang tanpa rencana. Tiba-tiba mengalir saja. “Kami akhirnya punya inisiatif untuk cari alat transportasi yang benar-benar bisa mengenang masa lalu,” ungkap ibu dua anak ini.
“Akhirnya kami beli perahu yang sudah tidak terpakai, habis kandas. Beli andong, cikar. Jadi daripada terbengkalai tanpa ada perawatan, kami beli sebagai bentuk edukasi bagi anak-anak zaman sekarang,” tambahnya.
Baca sambungan di halaman 2: Cocok untuk Rapat