Jangan Bilang KPU ya oleh Sugeng Purwanto, editor PWMU.CO
PWMU.CO – Jangan bilang KPU ya, kalau puasa Ramadhan tahun ini 29 hari. Nanti bisa berubah jadi 290 hari. Gawat kita!
Lelucon itu sudah beredar di media sosial. Menyindir komisioner KPU. Gara-gara Sirekap suara Pemilu bisa bengkak. Menggelembung sangat banyak.
Maka heboh jagad Pilpres 2024. KPU dituduh main curang. Di medsos bermunculan video mengungkap suara Sirekap (Sistem Informasi Rekapitulasi) Pemilu tidak sesuai dengan formulir C1 di TPS.
Bengkaknya tidak tanggung-tanggung. Bisa 100-500 suara di TPS. Tinggal nambah angka di depan atau belakang. Akibatnya jumlah pemilih di TPS bisa lebih seribu orang. Padahal semestinya tak lebih dari 300 pemilih.
Suasana Pilpres sudah panas ketika hasil quick count diumumkan lembaga survei. Lembaga survei dituduh sebagai survei bayaran untuk membentuk opini siapa Capres-Cawapres yang menang.
Kini suasana panas langsung mendidih ketika Sirekap membengkakkan suara. Apalagi Sirekap bikinan KPU. Tak pelak KPU dianggap bermain curang.
KPU mengakui Sirekap bermasalah. Katanya, scanner salah baca data formulir C1. Janji segera koreksi data salah itu sesuai C1. Tapi KPU tetap membanggakan aplikasi ini karena penghitungan menjadi transparan. Masyarakat bisa langsung cocokkan penghitungan suara dengan formulir C1 tiap TPS yang di-upload.
Tapi tim sukses Capres langsung membantah. Salah data kok se Indonesia. Salah data kok berpola. Angka membengkak sampai ratusan.
Siapa orang KPU yang mau metani angka-angka salah itu? Paling menunggu tim sukses Capres yang protes. Angka bengkak yang tak terdeteksi bakal lolos saja. Gara-gara Sirekap ini rekapitulasi suara Pemilu di PPK sempat dihentikan.
KPU memang sembrono. Aplikasi yang tak sempurna sudah berani dipasang untuk penghitungan suara Pemilu. Lebih-lebih dibanggakan. Walaupun penghitungan resmi yang diakui itu real count manual, tapi kecurigaan KPU ikut bermain-main api dalam Pemilu wajar saja muncul.
Guru besar hukum perdata Universitas Brawijaya Malang, Prof Dr Rachmad Syafaat, mengatakan, kesalahan desain aplikasi Sirekap tanpa fitur error checking sehingga bisa dimasuki data apapun.
Penggelembungan suara jika dicek bisa pindah ke tempat lain. Sirekap memindahkan perubahan-perubahan. Begitu dihapus perubahan angka pindah ke TPS lain. Kalau menggugat ke MK kesalahan ini harus bisa dibuktikan secara teknis dan akademis.
KPU dinilai sembrono lagi karena server data Pemilu ini menggunakan asing. Pakar telematika Roy Suryo mengungkap, Sirekap tidak benar-benar independen dan mandiri dijalankan di Indonesia.
Situs Sirekap terhubung dengan Alibaba Cloud. Situs Sirekap-web.kpu.go.id yang digunakan petugas KPPS terhubung dengan IP Address 170.33.13. Jika ditelusuri alamat website tersebut mengarah pada Alibaba Singapura.
Sembrono lagi website Pemilu2024.kpu.go.id terhubung dengan Zhejiang Taobao Network Co. Ltd. server hosting Cina. Maka makin menjadi-jadi kecurigaan terhadap kinerja KPU.
Tambah pusinglah kita mengetahui data-data ini. Pemilu negeri ini selalu bermasalah. Di zaman Orde Baru ada lelucon penghitungan Pemilu di Indonesia dibandingkan negara lain.
Di Amerika yang maju, hasil Pemilu bisa diketahui sepekan setelah coblosan tapi di Indonesia hasilnya bisa diketahui sebelum Pemilu dilaksanakan.
Keganjilan Pemilu banyak melahirkan lelucon. Obat stress. Apalagi bersengketa ke MK sulit menang.
Anda mungkin sudah menerima lelucon baru ini. Sebuah foto uang 50.000. Tapi angkanya berubah jadi 5.000.000. Disertai komentar: Barusan tukar uang di KPU.
Masih ada lagi lelucon ini. Namanya Hasyim Asy’ari SH MSi PhD. Lahir 3 Maret 1972. Dia berumur 52 tahun. Tapi setelah jadi Ketua KPU umurnya berubah jadi 552 tahun. Kok bisa? Gara-gara pakai scanner Sirekap.
Jangan bilang KPU ya. (*)