PWMU.CO – Perjuangan caleg Muhammadiyah menjadi bahan evaluasi Ketua Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur, Muhammad Mirdasy SIP.
Dia menyampaikan evaluasi Jipolmu—Jihad Politik Muhammadiyah—melalui konferensi pers, Sabtu (02/03/2024) di Aula Mas Mansur PWM Jatim. Dia didampingi oleh Ketua Uji Kelulusan Wartawan (UKW) Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) Dr Triya Patrianti MIKom.
Mengawali konferensi pers, Mirdasy menjelaskan fungsi Jipolmu yang diamanahkan oleh PWM Jawa Timur. “Kami di-SK pada PWM Nomor 397/kep/II.0/D/2023 yang penugasan kepada kami, wewenang kami yaitu kami diminta untuk melakukan apa yang di dalam pasal 2, untuk merencanakan, melaksanakan, dan mengkoordinasikan seluruh kegiatan dalam upaya memenangkan kader Muhammadiyah di DPR RI dan DPRD Jawa Timur,” terangnya.
Dia menyatakan Jipolmu diberi ruang oleh PWM Jawa Timur untuk menjelaskan kepada seluruh PDM Jawa Timur agar melakukan upaya serius signifikan dan struktur dalam memenangkan kader-kader Muhammadiyah yang mengikuti kontestasi politik di Pemilu 2024.
Hasil Pemilu
Terkait hasil Pemilu 2024 ini Jipolmu memutuskan untuk menunggu perhitungan resmi yang akan diumumkan KPU 20 Maret 2024 nanti. Maka dia mengimbau agar jangan sampai Jipolmu menimbulkan ketidakpercayaan warga Muhammadiyah terkait siapa-siapa yang diumumkan sebagai pemenang dan yang kalah. Karena bisa jadi yang diumumkan menang bisa jadi kalah, yang diumumkan kalah ternyata menang.
“Oleh karena itu kepada wartawan agar sabar menunggu pengumuman resmi KPU, agar tidak terjadi disinformasi,” jelasnya. Mirdasy menyatakan PWM Jatim mengharapkan evaluasi menyeluruh kepada caleg.
“Karena di setiap perjuangan pasti ada yang berhasil, tapi ada beberapa kader yang gagal, yang itu diakui lumrah terjadi, oleh karena itu dievaluasi,” ungkapnya.
Mirdasy menyampaikan hasil evaluasi sementara tim Jipolmu ialah ada tiga hal mendasar.
Pertama, sepertinya sistem pemilu proporsional terbuka harus dikaji ulang, karena sejak pemilu pertama kali diselenggarakan skala problem money politic semakin hari semakin meningkat.
“Dan sekarang sudah skala yang tidak rasional, apakah kita biarkan ataukah kita harus hentikan, dan menghentikan itu dengan cara apa?” tanyanya.
Kedua, berkaitan dengan sistem yang ada saat ini, Mirdasy menyatakan tentang parliamentary threshold. “Itu menjadikan calon yang harusnya lolos menjadi tidak lolos. Contoh kader kami dari Jember, harusnya lolos tapi karena parliamentary threshold, tidak lolos,” ungkapnya.
Ia menyatakan jika parliamentary threshold atau ambang batas parlemen bisa dihapuskan dari pelaksanaan pemilu akan memudahkan cara menghitung pemenangan caleg.
Ketiga, kaitannya dengan KPU, menurut Mirdasy agar Sirekap jangan dijadikan alat ukur karena menimbulkan keributan. “Seharusnya Sirekap membantu jangan menjadi pengganggu,” tandasnya. (*)
Penulis Ain Nurwindasari Editor Mohammad Nurfatoni