PWMU.CO – Kajian Ramadhan PDM Sidoarjo hadirkan Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Prof Dr Syafiq A Mughni MA, Sabtu (23/3/24).
Bertempat di Auditorium Nyai Walidah SMA Muhammadiyah 2 Sidoarjo (Smamda), kegiatan tersebut turut mengundang Pimpinan Daerah Aisyiyah (PDA) Sidoarjo, unsur pembantu pimpinan (UPP) PDM Sidoarjo yakni ketua dan sekretaris majelis-lembaga, Ortom daerah, Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM), serta kepala amal usaha Muhammadiyah (AUM) se-Sidoarjo.
Dalam sambutannya, Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Sidoarjo Prof Dr A Dzo’ul Milal MPd menyampaikan apresiasinya pada seluruh panitia, yang telah berjibaku menyiapkan acara.
Tak lupa dia berpesan pada para peserta yang hadir, agar meniatkan mengikut kajian sebagai bagian dari thalibul ilmi.
“Mohon maaf Pak Syafiq, bapak-bapak ini kalau sudah bulan Ramadhan bisa berceramah sehari bisa sampai empat kali, mulai subuh sampai tarawih,” candanya.
Maka dari itu, lanjutnya, kesempatan kajian ini untuk mencari ilmu, karena biasanya menyampaikan ilmu. “Monggo kepada Prof Syafiq, apabila nanti ingin menyampaikan fatawa atau arahan-arahan sesuai dengan niat kita mencari ilmu. Agar semua yang kita lakukan ini mendapat keridhaan dari Allah,” tuturnya.
Pada sesi kajian, Prof Syafiq mengawalinya dengan mengatakan bahwa amalan-amalan yang dilakukan di bulan Ramadhan, agar kita menjadi orang yang bertakwa di hadapan Allah SWT, la’allakum tattaqun.
Tapi perlu diketahui, bahwa takwa bukan sesuatu yang statis, tapi sesuatu yang dinamis. Sehingga menurutnya, sulit untuk ditanya, apakah kita ini sudah bertakwa atau belum?
“Pasti tidak akan bisa menjawab dan masing-masing tidak berani mengatakan bahwa saya ini adalah orang yang sudah bertakwa kepada Allah. Paling pol itu insyaallah,” jelasnya.
Takwa Itu State of Becoming
Prof Syafiq mengatakan, karena takwa tidak statis. Maka kita bisa hari ini skornya tinggi, setelah puasa turun lagi. Karena iman itu bisa bertambah dan berkurang, maka demikian pula dengan takwa kepada Allah.
Kedua, hanya Allah yang tahu tingkat kita sampai di mana. “Bahkan saya berani mengatakan orang yang kita pandang takwanya tinggi bisa jadi menurut Allah rendah. Demikian juga kita kira seseorang itu takwanya masih rendah, siapa tahu menurut Allah itu tinggi,” paparnya.
Kita ingat pada zaman dahulu, ada seseorang yang sering maksiat tetapi kemudian masuk surga, karena memberikan minuman pada anjing yang sedang kehausan.
Jadi amalannya belum banyak, tapi dosanya lebih banyak. “Tapi karena memberi minuman pada anjing yang mau mati, lalu menurut penilaian Allah, wah ini imannya sedang naik, dan meninggal dunia, maka dia berhak mendapatkan surga jannatunnaim,” ucapnya.
Jadi takwa itu state of becoming, sesuatu yang menjadi atau terus berproses. Bukan sesuatu yang kita bilang state of being. Atau sesuatu yang sudah ada atau mandeg di dalam diri kita. Oleh karena itu yang penting kita berusaha.
“Saya sering memberi contoh, ketika seseorang baru belajar membaca Al-Quran, lalu dia tanya, ‘saya belum bisa membaca dengan baik lalu shalat, apakah shalat saya sah’. Nah karena ada mubaligh yang kenceng menjawab, shalat anda tidak sah. Karena membaca tidak sesuai dengan kaidah tajwid,” kata dia.
Prof Syafiq kemudian memberi contoh, bagaimana sulitnya orang Sunda menyebut ayat alam tara kaifa fa’ala rabbukajadi alam tara kaipa pa’ala. juga orang Jawa fa’ala jadi fangala.
Termasuk orang Padang, yang katanya sulit jadi juara MTQ, karena membaca innal insana lirabbihi lakanuud, jadi innal insana lirabbihi lakanuid.
“Jadi, itulah proses yang harus dijalani, maka mudah-mudahan iman dan takwa semakin hari semakin baik, sehingga kita berhak mendapatkan al-falah wa sa’adah fiddunnya wal akhirah,” harapnya. (*)
Penulis Darul Setiawan.