Silviyana Anggraeni (PWMU.CO)
Silviyana Anggraeni – APIMU lamongan
PWMU.CO – Pernikahan adalah momen sakral dan spesial bagi setiap manusia. Dimana dalam momen tersebut hampir semua orang ingin menjadikannya sebagai hari yang paling indah dan tidak akan terlupakan. Dalam Islam sendiri pernikahan adalah sebuah ikatan suci antar dua individu yang disatukan dalam ijab dan qabul. Menikah berarti mengikuti sunnatullah, menggenapi setengah dari agama, dan masuk golongan Rasulullah di akhirat kelak.
Selain momen ijab qabul yang ditunggu dalam sebuah pernikahan biasanya adalah resepsi pernikahan atau dalam bahasa fiqih adalah walimah yang artinya jamuan untuk para tamu undangan. Mengadakan walimah pernikahan hukumnya juga sunnah, seperti diriwayatkan dari Anas bin Malik, bahwasanya Nabi Muhammad saw, melihat ada bekas kuning-kuning pada Abdur Rahman bin ‘Auf. Maka beliau bertanya, “Apa ini ?” Ia menjawab: Ya Rasulullah, saya baru saja menikahi wanita dengan mahar seberat biji dari emas. Beliau bersabda: Semoga Allah memberkahimu. Selenggarakan walimah meskipun (hanya) dengan (menyembelih) seekor kambing (HR Muslim).
Meski demikian tidak ada paksaan untuk mengadakan walimah bagi pengantin, terutama ketika tidak memiliki kemampuan, Rasulullah sendiripun tidak pernah menyelenggarakan walimah ketika menikah dengan istri-istrinya kecuali hanya sekali yakni saat menikah dengan syahidah zainab. Dapat dilihat dalam Hadist Riwayat Ahmad, Bukhari dan Muslim yang bunyinya “Dari Anas, ia berkata: Nabi saw, tidak pernah menyelenggarakan walimah atas (pernikahannya) dengan istri-istrinya sebagaimana walimah atas (pernikahannya) dengan Zainab, beliau menyelenggarakan walimah dengan (menyembelih) seekor kambing.
Selain berbicara soal penyajian makanan bagi tamu undangan. Walimah juga dimaksudkan sebagai pengumuman bahwasannya ada sepasang anak manusia yang telah resmi menjadi suami istri. Meskipun pengumuman tidak hanya berbentuk walimah karena yang terpenting dalam proses pernikahan adalah akad nikahnya. Pengumuman ini dilakukan agar tidak adanya fitnah dikemudian hari bagi si pengantin. Karena ternyata dalam budaya indonesia banyak sekali contoh kasus pernikahan yang tidak di adakan walimah atau resepsi, dikemudian hari banyak fitnah kepada pengantin. Diantaranya fitnah telah hamil sebelum menikah, fitnah kumpul kebo dan fitnah lainnya. Rasulullah sendiri memerintahkan umatnya untuk memberi pengumuman saat akan menikah. Baik dalam lingkup kecil (sanak keluarga) ataupun lingkup yang lebih besar (masyarakat sekitar) khususnya saat akad terjadi. Karena pada hakikatnya menikah adalah ibadah yang tidak boleh dirahasiakan.
Resepsi pernikahan hari ini bisa dikatakan melebihi dari yang di sunnahkan Rasulullah, mengapa? Jika sunnah Rasulullah adalah mengadakan resepsi pernikahan sebagai bentuk rasa syukur namun tetap pada koridor kebermanfaatan yakni tidak boros dan menghambur-hamburkan uang. Hal itu senada dengan isi kandungan surah al-Isra ayat 25, Allah berfirman, yang artinya, “Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.”
Namun faktanya di zaman sekarang banyak orang yang melakukan hal demikian bahkan ada yang memaksakan diri sehingga sampai berhutang, melakukan riba, padahal secara finansial orang tersebut tidak mampu tetapi demi gengsi semata agar di anggap mampu. Fakta dari sisi lain, orang banyak yang rela meminjamkan uangnya untuk tujuan penyelenggaraan resepsi pernikahan karena di anggap pinjaman akan cepat kembali setelah pesta usai, tetapi sangat berat hati jika diminta meminjamkan untuk sekedar kebutuhan makan orang miskin.
Entah siapa yang memulai, pastinya hal itulah yang membuat banyak bermunculan Wedding Organizer dengan pilihan fasilitas dan harga-harga yang fantastik. Client tinggal memilih price list yang mereka inginkan. Semua akan di handle secara profesional oleh WO tersebut, mulai dari moment lamaran, prewedding, saat akad nikah, dan resepsi pernikahan bahkan sampai mempersiapkan bulan madu bagi si pengantin. Memang lebih meringankan ketimbang harus berpusing ria mengurusnya sendiri Tetapi harga yang ditawarkan juga cukup besar. Ada harga ada fasilitas, semakin tinggi harga biasanya semakin banyak fasilitas yang didapat.
Resepsi pernikahan tren masa kini selain rentan pada pemborosan juga rentan terjadinya praktik yang melanggar syariat agama. Contohnya seperti tanggapan elekton atau orkes yang mana biasanya para biduan menggunakan kostum minim bahan, lirik lagu yang dinyanyikan juga tidak sesuai syar’i, bahkan biduan tak segan bergoyang erotis di hadapan para tamu undangan laki-laki. Biasanya tanggapan orkes seperti itu di lengkapi juga dengan penyediaan sejenis minum-minuman haram bahkan perjudian.
Satu lagi kebiasaan saat menggelar resepsi pernikahan yakni hanya mengundang orang yang dipandang kaya, dan mengesampingkan yang miskin. Terbukti banyak pernikahan yang menerapkan tamu VVIP dan tamu ekonomi. Tamu di sambut dan di perlakukan berbeda khususnya dalam hal jamuan makanan. Orang kaya dijamu dengan hidangan yang beraneka macam dan lezat, sedangkan si miskin tidak diberi pilihan, hanya satu macam itupun dalam porsi sedikit. Lebih parah lagi ada yang tidak mau mengundang orang miskin karena malu atau takut pestanya tidak terkesan bonafit. Padahal sudah jelas dalam riwayat Bukhari dan Muslim, Rasulullah bersabda, “Seburuk-buruknya hidangan adalah makanan walimah, yang diundang untuk menghadirinya hanyalah orang-orang kaya, sedangkan orang-orang fakir tidak diundang.”
Jika resepsi pernikahan atau walimatul usry’ sudah memiliki unsur-unsur yang dilarang tadi, yakni digunakan untuk kesombongan, memiliki indikasi menghamburkan uang dan terlalu berlebih-lebihan, terdapat praktik diluar syariat agama, dan menciptakan kesenjangan sosial antara yang miskin dan yang kaya maka resepsi pernikahan itu hukumnya dilarang dan berdosa.
Sebagai generasi telah mempelajari soal hukum dari resepsi pernikahan alangkah baiknya kita dapat mempraktikan. Memutus mata rantai hal-hal yang menjadikan resepsi pernikahan itu menjadi haram. Dan menumbuhkan kesadaran bahwa pernikahan adalah awal perjalanan, bukan akhir dari kehidupan. Maka sudah sepatutnya di awali dengan sesuatu yang baik dan sewajarnya. Tidak perlu menuruti gengsi dan malu, karena sebenarnya kehidupan rumah tangga terlalu panjang untuk bergengsi ria. Terutama untuk kaum mendang-mending lebih baik uang yang ada dimanfaatkan untuk menata rumah tangga kedepan agar tidak terjerat pinjol yang meresahkan.
Editor Teguh Imami