M. Ainul Yaqin Ahsan
M. Ainul Yaqin Ahsan – Penulis Novel Psychological Romance “Hanya Ada Cinta”.
PWMU.CO – Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) adalah fenomena mengerikan yang merusak fondasi keluarga, tidak hanya melalui tindakan fisik, tetapi juga dengan dampak psikologis yang mendalam dan berkelanjutan bagi korban dan anak-anak yang menyaksikannya. Kasus terbaru yang melibatkan selebgram Cut Intan Nabila dan suaminya, Armor, menggambarkan betapa kompleks dan seriusnya masalah ini. KDRT adalah kejahatan yang tidak boleh ditoleransi, dan penanganan yang tepat harus mempertimbangkan tidak hanya hukuman bagi pelaku, tetapi juga pemulihan psikologis korban serta anak-anak yang terlibat.
Hukuman Berat dan Peran Psikologi dalam Penanganan KDRT
Dalam kasus ini, pelaku telah ditetapkan sebagai tersangka dan diancam dengan hukuman penjara 5 tahun. Namun, banyak warganet yang merasa bahwa ancaman hukuman tersebut tidaklah cukup berat mengingat kejamnya tindakan yang dilakukan. Secara hukum, pasal yang dikenakan kepada pelaku memang memungkinkan ancaman hukuman lebih dari 5 tahun. Pasal 44 ayat 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, misalnya, memiliki ancaman hukuman hingga 10 tahun penjara. Selain itu, pelaku juga dapat dijerat dengan pasal yang mengatur kekerasan terhadap anak, yang ancamannya bisa ditambah hingga sepertiga dari hukuman pokok.
Namun, yang sering terjadi dalam kasus KDRT adalah adanya upaya damai antara korban dan pelaku, yang sering kali berujung pada pencabutan laporan dan pengurangan hukuman bagi pelaku. Hal ini sangat disayangkan, mengingat dampak dari KDRT tidak hanya dirasakan oleh korban, tetapi juga oleh anak-anak yang menyaksikan atau menjadi korban kekerasan tersebut. Restorative justice, yang sering kali digunakan dalam kasus kriminal lainnya, mungkin tidak selalu tepat dalam kasus KDRT. Mediasi antara pelaku dan korban dapat membahayakan korban, terutama jika korban merasa tertekan untuk memaafkan pelaku demi menjaga keutuhan keluarga. Sebaliknya, pendekatan psikologis yang komprehensif diperlukan untuk memastikan bahwa korban mendapatkan dukungan yang diperlukan untuk memulihkan diri, dan pelaku menerima terapi yang diperlukan untuk mengatasi akar permasalahan yang menyebabkan kekerasan.
Dampak Psikologis pada Anak: Lingkaran Kekerasan yang Tak Terputus
Anak-anak yang tumbuh dalam lingkungan KDRT tidak hanya mengalami trauma langsung, tetapi juga terjebak dalam lingkaran setan kekerasan yang dapat terus berlanjut hingga dewasa. Mereka menjadi saksi bisu dari kekerasan yang dilakukan oleh orang yang seharusnya melindungi mereka. Penelitian menunjukkan bahwa anak-anak yang menyaksikan kekerasan dalam rumah tangga rentan terhadap gangguan kesehatan mental, penurunan prestasi akademik, dan bahkan kemungkinan besar menjadi pelaku atau korban KDRT di masa depan.
Anak perempuan yang melihat ibunya diperlakukan dengan kekerasan mungkin menginternalisasi ide bahwa kekerasan adalah bagian dari hubungan rumah tangga, sementara anak laki-laki yang melihat ayahnya melakukan kekerasan bisa menganggap bahwa kekerasan adalah cara yang sah untuk menyelesaikan konflik. Ini menciptakan sebuah siklus kekerasan yang sulit diputus jika tidak ada intervensi yang tepat.
Islam dan Tuntunan dalam Berbuat Baik kepada Istri
Dalam Islam, sangat ditekankan pentingnya berbuat baik kepada istri dan menghindari perbuatan dzalim, baik dalam bentuk kekerasan verbal maupun non-verbal. Dalam Al-Qur’an, Allah SWT berfirman, _”Dan bergaullah dengan mereka (para istri) secara patut. Kemudian jika kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak”_ (QS. An-Nisa: 19). Ayat ini menekankan pentingnya perlakuan yang baik dan penuh hormat terhadap istri, bahkan dalam situasi yang mungkin sulit.
Selain itu, Rasulullah SAW bersabda, _”Orang yang paling baik di antara kalian adalah orang yang paling baik kepada istrinya, dan aku adalah yang terbaik di antara kalian kepada istriku”_ (HR. Tirmidzi). Hadits ini menegaskan bahwa ukuran kebaikan seorang pria di mata Islam adalah bagaimana ia memperlakukan istrinya dengan baik. Rasulullah SAW juga mencontohkan hal ini dalam kehidupan sehari-harinya, di mana beliau selalu memperlakukan istri-istrinya dengan penuh kasih sayang, lemah lembut, dan hormat.
Dalam konteks KDRT, ayat dan hadits ini menjadi pengingat penting bahwa segala bentuk kekerasan, baik fisik maupun psikologis, adalah tindakan yang bertentangan dengan ajaran Islam. Suami yang melakukan kekerasan terhadap istrinya tidak hanya melanggar hak asasi manusia, tetapi juga melanggar perintah Allah SWT dan tuntunan Rasulullah SAW.
Membangun Masa Depan yang Bebas dari Kekerasan
Kasus Cut Intan Nabila dan Armor adalah pengingat keras bahwa KDRT adalah masalah serius yang harus ditangani dengan pendekatan yang komprehensif, melibatkan hukuman yang berat dan pemulihan psikologis yang mendalam. Kekerasan dalam rumah tangga tidak hanya merusak korban saat ini, tetapi juga mengancam masa depan anak-anak yang terjebak dalam lingkaran kekerasan ini.
Untuk memutus siklus ini, kita perlu lebih dari sekadar penegakan hukum yang tegas. Diperlukan pendidikan dan dukungan yang kuat bagi para ibu untuk mengembangkan rasa harga diri yang sehat, serta pemberian terapi bagi pelaku untuk mengatasi trauma masa lalu mereka. Hanya dengan pendekatan yang menyeluruh ini, kita dapat berharap untuk menciptakan lingkungan keluarga yang aman dan mendukung, di mana kekerasan dalam rumah tangga tidak lagi menjadi bagian dari kehidupan kita. Islam telah memberikan pedoman yang jelas tentang pentingnya berbuat baik kepada istri dan menghindari perbuatan dzalim, yang seharusnya menjadi landasan dalam membangun rumah tangga yang harmonis dan penuh kasih sayang.
Editor Teguh Imami