PWMU.CO – Hasil putusan DPR yang secara tiba-tiba mengubah putusan MK terkait UU Pilkada menarik kontroversi di masyarakat Indonesia. Di bulan Agustus setelah merayakan HUT ke-79, masyarakat seperti mendapat “kado spesial” dari pemerintah.
Menanggapi hal tersebut, berbagai elemen masyarakat turun ke jalan untuk menyuarakan kekecewaannya, dan menuntut untuk mengawal putusan MK. Demonstrasi tersebut terjadi di beberapa daerah seperti Jakarta, Yogyakarta, Semarang, dan Surabaya.
Melihat kondisi saat ini, kita teringat dengan pidato kebangsaan Ketua Umum PP Muhammadiyah, Prof Haedar Nashir pada Jumat (16/8/2024) lalu.
“Jangan biarkan Indonesia ini nestapa, apalagi mati suri. Karena raganya terlepas dari jiwanya,” pesan Haedar.
Dia menyebutkan bahwa korupsi, penyalahgunaan kekuasaan, politik uang, politik transaksional, politik dinasti, utang negara, salah urus dan penyimpangan penggunaan SDA adalah wujud pengkhianatan atas jiwa kemerdekaan Indonesia. Itu karena kemerdekaan sudah diperjuangkan oleh darah dan nyawa para pejuang dan pendiri bangsa.
“Kemerosotan moral, etika dan segala tindakan buruk dalam berbangsa dan bernegara, merupakan perusakan jiwa Indonesia,” tegasnya.
Maka kunci agar negara ini tetap bernyawa dan tidak salah arah dalam memperjuangkannya semua ada di pundak para pemimpin bangsa.
“Jadilah para pemimpin Indonesia yang berjiwa, berpikiran, bersikap dan bertindak sejalan dengan nilai-nilai luhur Pancasila, agama dan kebudayaan, serta sejarah Indonesia yang sarat makna itu,” ujar Haedar
Dia berpesan pada para pemimpin bangsa yang mengedepankan kepentingan Indonesia, dan bukan kepentingan pribadi.
Dari pidato kebangsaan Prof Haedar Nashir tersebut, semoga menjadi sebuah cermin bagi pemimpin bangsa ini. Semoga itu menjadi pengingat bagi mereka untuk lebih memedulikan kepentingan rakyat di atas kepentingan pribadinya. (*)
Penulis Wildan Nanda Rahmatullah Editor Azrohal Hasan