PWMU.CO – Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Dinas Cipta Karya, Tata Ruang, serta Pertanahan mengadakan konsultasi publik pada Kamis (19/9/2024). Kegiatan ini membahas penyusunan materi teknis untuk Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) revisi RDTR Jakarta.
Rujak Center for Urban Studies menilai proses revisi ini terburu-buru. “Perubahan RDTR yang baru disepakati pada 2022 sangat terburu-buru,” ujar Rujak. Selain itu, konsultasi publik yang dilaksanakan dinilai kurang mengakomodir banyak masukan warga Jakarta. Undangan yang disampaikan mendadak dan tidak melibatkan elemen masyarakat yang cukup, terutama warga terdampak.
Bidang Agraria DPD IMM DKI Jakarta periode 2024-2026 menyayangkan sikap Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Dinas Cipta Karya. Mereka menilai kegiatan tersebut tidak sejalan dengan asas-asas dalam Pasal 2 UU Penataan Ruang. Asas keterbukaan, transparansi, dan kemitraan tidak diterapkan. Pendekatan yang diambil terkesan monologis dan tidak dialogis.
Partisipasi publik dalam perencanaan tata ruang DKI Jakarta sangat penting. Berdasarkan UU No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, perencanaan ruang mencakup ruang darat, laut, udara, dan ruang di bawah permukaan bumi. Perencanaan ruang bertujuan untuk menentukan struktur dan pola ruang, serta melibatkan pelaksanaan program pemanfaatan ruang secara tertib.
Di tingkat provinsi, tata ruang diatur oleh Peraturan Gubernur DKI Jakarta No. 31 tahun 2022. Namun, Bidang Agraria DPD IMM mempertanyakan mengapa revisi RDTR tersebut dilakukan tanpa evaluasi sebelumnya. Mereka menekankan pentingnya pelibatan masyarakat dalam proses ini.
Bidang Agraria DPD IMM menilai proses revisi RDTR terkesan mencurigakan dan terburu-buru. Beberapa kelompok masyarakat sipil, seperti Walhi Jakarta, UPC, Rujak CUS, JRMK, dan Akur, juga menyampaikan kritik serupa. Mereka menyoroti kurangnya keterwakilan masyarakat dalam konsultasi publik, khususnya dari wilayah terdampak. Proses ini dinilai mengabaikan prinsip keterbukaan dan inklusivitas.
Masyarakat sipil menilai partisipasi yang minim dalam revisi RDTR berpotensi menghasilkan kebijakan yang tidak mewakili kepentingan warga Jakarta secara menyeluruh. Kebijakan yang dihasilkan dikhawatirkan hanya menguntungkan pihak tertentu, sementara warga terdampak terabaikan.
Bidang Agraria DPD IMM DKI Jakarta melalui Pusat Studi Committee For Agraria and Urban Planning mendesak Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk menghentikan revisi RDTR. Mereka meminta agar asas keterbukaan dan kemitraan dijalankan secara transparan dan substantif, dengan melibatkan masyarakat terdampak. DKI Jakarta membutuhkan kolaborasi semua pihak demi kebijakan tata ruang yang berkeadilan. (*)
Penulis Wikka Essa Putra Editor Wildan Nanda Rahmatullah