Oleh Dr Aji Damanuri MEI
PWMU.CO – Ketika sejumlah kader terbaik Muhammadiyah menduduki jabatan politik pada pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, banyak pihak yang menyangsikan akan obyektifitas dan daya kritis Muhammadiyah terhadap pemerintah. Adagium mengatakan “orang lapar sering berteriak lantang, orang kenyang diam dalam ketenangan”.
Mampukah Muhammadiyah untuk tetap kritis terhadap kebijakan pemerintah yang tidak memihak kepentingan rakyat? Jika kader Muhammadiyah yang berada di pemerintahan mendapat sorotan terkait kinerjanya, apakah Muhammadiyah juga akan ikut panas dingin? Apakah netralitas yang selama ini menjadi khittah Muhammadiyah dalam menjaga marwahnya bisa tetap tegak. Di sinilah nyali Muhammadiyah diuji.
Menjawab sejumlah keraguan tersebut di atas, sepatutnya kita sudi mencermati kiprah dan tradisi kritis Muhammadiyah selama ini. Toh Muhammadiyah masuk dalam pusaran kekuasaan juga bukan kali ini saja.
Kita harus yakin bahwa Muhammadiyah tetap memiliki daya kritis terhadap kebijakan pemerintah meskipun sejumlah kadernya ada yang menjadi menteri. Sebagai organisasi Islam modern terbesar di indonesia, Muhammadiyah memiliki prinsip dan moral yang lebih tinggi nilainya dibandingkan kepentingan politik praktisnya. Muhammadiyah memiliki otonomi kuat dalam menjalankan dakwah dan aktivitas sosialnya.
Dengan berlandaskan pada khittah, yaitu garis perjuangan yang menekankan pada misi dakwah amar ma’ruf nahi munkar (menyeru kebaikan dan mencegah kemungkaran), Muhammadiyah merupakan organisasi sosial keagamaan yang tidak punya afiliasi dengan partai politik manapun. Hal ini memungkinkan Muhammadiyah untuk selalu menjaga independensi sikapnya, sehingga tidak mudah terbawa arus politik tertentu meski kadernya berada dalam pemerintahan.
Tradisi kritik konstruktif di Muhammadiyah yang tidak sekadar mencari kesalahan, memiliki orientasi positif. Ketika ada kebijakan pemerintah yang dianggap bertentangan dengan kepentingan rakyat, Muhammadiyah menanggapi secara kritis logis argumentatif dengan berdasarkan data. Kader Muhammadiyah yang duduk di pemerintahan pasti memahami dan menyadari hal ini sebagai bagian dari kontribusi untuk kemajuan bersama, bukan untuk asal bersikap oposisional terhadap pemerintah.
Dalam perjalanannya Muhammadiyah telah melakukan berbaga usaha dii bidang amal, seperti : pendidikan, kesehatan, dan sosial. Dengan sumber daya besar dan mandiri, Muhammadiyah tidak sepenuhnya bergantung pada dukungan pemerintah. Kemandirian ini memungkinkan Muhammadiyah tetap bersikap kritis, tidak mudah terpengaruh oleh hal-hal berbau finansial atau politik dari pemerintah.
Muhammadiyah secara umum memberikan kebebasan kepada kadernya untuk berkiprah sesuai dengan prinsip untuk kebajikan dan tanggung jawab moral. Namun kebijakan, keputusan dan pandangan organisasi tidak kemudian disesuaikan dengan posisi kader tersebut. Muhammadiyah tetap kritis dalam merespon kebijakan pemerintah bila tidak sejalan dengan nilai dan prinsip organisasi.
Bagi Muhammadiyah, sikap kritis terhadap sebuah kebijakan merupakan hal yang wajar. Pikiran-pikiran kritis yang datang dari warga Muhammadiyah bahkan tidak hanya ditujukan pada kebijakan pemerintah, namun tidak jarang juga yang ditujukan pada kebijakan pimpinan persyarikatan sendiri.