
PWMU.CO – Bulan Ramadan selalu menjadi momentum istimewa bagi umat Islam untuk memperdalam pemahaman keagamaan serta meningkatkan kualitas ibadah. Maka, Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) langsungkan rangkaian Semarak Ramadan yang salah satunya yakni Safari Ramadan pada awal Maret ini.
Kajian ini menjadi ruang refleksi bagi setiap individu untuk memahami esensi ibadah, tidak hanya sebagai kewajiban, tetapi juga sebagai proses pembentukan karakter. Salah satu pembicara dalam kajian tersebut adalah Abdul Haris yang menegaskan bahwa ibadah bukan sekedar ritual, melainkan sarana membentuk pribadi yang lebih baik dan bertakwa. Dalam kajian tersebut, ia mengingatkan bahwa ibadah yang dilakukan dengan penuh kesadaran akan membawa dampak positif bagi kehidupan sehari-hari.
“Ibadah itu bertujuan untuk melatih manusia agar memiliki akhlak yang mulia. Salah satu contohnya adalah sholat yang mengajarkan seseorang untuk menjaga lisan, tidak berkata buruk, dan bersikap sopan. Ini menunjukkan bahwa ibadah yang benar akan berpengaruh pada kehidupan sehari-hari. Orang yang benar-benar beribadah akan semakin rendah hati, bukan semakin sombong,” ujarnya.

Ia menjelaskan bahwa puasa mengajarkan manusia untuk mengendalikan diri secara lebih intensif dibandingkan ibadah lain, karena puasa sebagai bentuk latihan ketakwaan umat muslim. Ia menekankan bahwa durasi puasa yang lebih panjang dibandingkan sholat memberikan kesempatan lebih besar untuk melatih kesabaran dan pengendalian diri.
Ibadah: Melatih menjadi Manusia Mulia

Melaksanakan sholat hanya lima menit, tetapi puasa berlangsung selama 14 jam. Selama rentang waktu tersebut, seseorang tidak hanya menahan lapar dan dahaga, tetapi juga emosi, amarah, serta meningkatkan kesabaran dan amal kebaikan.
“Puasa bukan hanya soal menahan diri dari makan dan minum, tetapi juga latihan untuk menjadi pribadi yang lebih bertakwa. Seseorang yang berpuasa sejatinya telah memiliki keimanan. Tidak mungkin seseorang yang tidak beriman tiba-tiba berpuasa. Dengan kata lain, puasa juga menjadi sarana introspeksi, mengingatkan manusia pada dosa-dosa yang telah dilakukan, serta mendorong mereka untuk lebih sadar dalam bertindak,” ungkapnya.
Lebih lanjut, ia juga menyoroti bahwa ujian dalam kehidupan adalah sesuatu yang pasti terjadi. Menurutnya, Allah telah menegaskan dalam al Quran bahwa setiap manusia akan diuji sesuai dengan kemampuannya. Oleh karena itu, seseorang harus memiliki kesiapan mental dan spiritual dalam menghadapi ujian hidup. Sebesar apa pun tantangan yang dihadapi, ketika seseorang bertakwa, maka masalah itu akan terasa lebih ringan. Sebaliknya, tanpa ketakwaan, bahkan persoalan kecil pun bisa terasa sangat berat.
“Ketakwaan menjadi landasan utama dalam menghadapi berbagai persoalan hidup. Dengan memperbanyak istighfar, seseorang tidak hanya meringankan beban batin, tetapi juga membuka jalan kemudahan dalam setiap urusan. Salah satunya istighfar menjadi bentuk pengakuan atas kelemahan manusia dan ketergantungan kepada Tuhan, yang pada akhirnya membawa ketenangan dan solusi dalam setiap kesulitan,” tambahnya.
Kajian ini ditutup dengan pengingat bahwa hidup akan lebih ringan jika seseorang mampu bersyukur atas nikmat dan bersabar dalam menghadapi cobaan. Dua prinsip yang ia sampaikan menjadi kunci utama dalam menjalani kehidupan dengan lebih tenang dan penuh keimanan. Dengan menanamkan sikap syukur dan sabar, setiap tantangan bukan lagi menjadi hambatan, melainkan bagian dari perjalanan menuju kedewasaan spiritual. (*)
Penulis Hassan Al Wildan Editor Amanat Solikah