
Oleh: Moh. Helman Sueb
PWMU.CO – Umat Islam di seluruh dunia merayakan kemenangan setelah berjuang selama satu bulan penuh atau tiga puluh hari. Mereka telah berjuang melawan hawa nafsu dan bujukan setan yang terkutuk. Tak ada kemenangan tanpa perjuangan, perjuangan atas dasar cinta, dan cinta membutuhkan pengorbanan serta penyebutan yang berulang-ulang.
Kalimat takbir, tahlil, dan tahmid merupakan perwujudan cinta kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Takbir berarti membesarkan asma Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah menciptakan ayat-ayat kauniyah yang berbentuk langit, bumi, gunung, dan seluruh semesta ini. Kebesaran-Nya tak tertandingi.
Inilah yang menjadikan kita tunduk dan patuh serta merasa kecil dan rendah diri di hadapan-Nya. Sifat sombong terjauh dari diri, dan kita tak merasa angkuh terhadap sesama karena kelebihan yang telah diberikan-Nya. Takbir yang kita ucapkan menjadikan diri lapang dada, pemaaf, dan sabar, serta penggugah semangat dalam kehidupan.
Kalimat tahlil menunjukkan peniadaan segala bentuk tuhan yang berupa benda, orang saleh, sungai, pohon besar, jabatan, uang, dan sebagainya. Di sisi lain, ucapan tahlil menumbuhkan keyakinan kuat dalam kehidupan. Tiada yang kuasa memberi rezeki kecuali Allah. Tiada yang kuasa memberikan kesehatan kecuali Allah, dan seterusnya.
Kalimat tahmid berarti pujian, yakni memuji Allah Subhanahu wa Ta’ala, yang mengandung tuntunan dalam berakhlak mulia. Kalimat ini melahirkan rasa cukup atau menerima apa adanya serta menjadikan diri sebagai hamba yang bersyukur. Ketiga pengaruh ucapan di atas menjadi penyebab kita menang melawan hawa nafsu.
Siapakah Sang Pemenang Itu?

Kemenangan akan diperoleh oleh orang-orang yang membersihkan jiwanya dari akhlak yang tercela dan menghiasinya dengan akhlak yang terpuji. Mereka selalu menyebut asma Allah di mana saja berada sebagai ungkapan cinta kepada-Nya serta menegakkan salat sebagai perwujudan mendekatkan diri kepada-Nya.
Firman Allah dalam Surah Al-A’la ayat 14–15 menegaskan hal ini. Bahkan, dalam Surah Asy-Syams ayat 9–10 disebutkan kemenangan bagi orang yang mensucikan jiwanya serta kerugian bagi yang merusaknya dengan perilaku tercela.
Kemenangan Ramadan tidak terlepas dari kesucian jiwa yang berpihak pada diri seseorang yang melaksanakan puasa Ramadan serta berbagai amaliah yang ada di dalamnya. Hal ini merupakan perwujudan sifat takwa yang menjadi tujuan akhir bagi orang yang menjalankannya. Semoga kita terus mendapat kemenangan setelah berpuasa di bulan Ramadan serta semakin meningkatkan amal saleh.
Editor Zahra Putri Pratiwig