
PWMU.CO – Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Pare, Kabupaten Kediri, menyelenggarakan acara Halal Bihalal, Silaturahmi, dan Kajian Ahad Pagi dengan tema “Silaturahmi, Hidup Ringan Tanpa Dosa.”
Acara yang digelar di halaman Masjid Sholihin, Jl. Argo Wayang, Pare, Kediri, Jawa Timur, pada Ahad (13/4/2025) ini menghadirkan mubaligh asal Kota Blitar, Ustadz Abu Hilal Lc MA.
Mengawali ceramahnya, Ustadz Abu Hilal menyampaikan permohonan maaf kepada jamaah. “Mohon maaf lahir dan batin atas segala kesalahan ucapan maupun tindakan. Kami yang memegang mikrofon tentu tidak luput dari kekeliruan. Kadang, berbicara dengan intonasi keras dianggap provokatif, tapi kalau terlalu lembut dibilang tidak tegas. Semua itu tergantung pada situasi,” ujarnya sambil tersenyum.
Menurutnya, acara Halal Bihalal adalah agenda tahunan yang sudah membudaya di tengah masyarakat Indonesia. “Halal Bihalal adalah tradisi bernilai keislaman yang mencerminkan kemuliaan, persatuan, kekuatan, dan ketundukan kepada Allah. Ini merupakan simbol penyatuan hati antar sesama orang beriman,” tutur Ustadz Abu Hilal.
Ia mengutip sabda Rasulullah SAW:
“Siapa saja yang telah berbuat zalim terhadap saudaranya—baik menyangkut harga diri maupun lainnya—hendaknya ia segera meminta kehalalan darinya, sebelum datang hari ketika uang tidak lagi bernilai apa pun.”
Idul Fitri, lanjutnya, adalah momentum paling tepat untuk meminta kehalalan. “Ketika seseorang membawa dendam, padahal ia telah berbuat zalim—baik melalui ucapan, perbuatan, atau bisikan buruk—maka hendaklah segera meminta maaf sebelum datang ajal. Di akhirat nanti, dinar dan dirham tidak lagi berguna. Allah akan meminta tebusan dari amal kita, dan jika tak cukup, dosa orang yang kita zalimi akan dibebankan kepada kita,” jelasnya.
Ia juga menekankan pentingnya komunikasi dan hubungan antar sesama. “Di bulan Syawal ini, mari kita sambung kembali tali kekerabatan. Inilah momen sambung rasa, kekuatan jiwa yang bisa kita bangun lewat silaturahmi,” tegasnya.
Ustadz Abu Hilal mengingatkan bahwa silaturahmi sangat dibenci oleh setan. “Setan ingin manusia saling menjauh, tidak saling mengunjungi atau memaafkan. Jika kita memutuskan silaturahmi, maka kita membuka peluang besar untuk diganggu oleh setan, terutama bila hubungan dengan orang terdekat tidak dijaga,” katanya.
Lebih lanjut, ia mengaitkan kondisi psikis dengan kesehatan fisik. “Kenapa banyak orang kena kanker payudara, hipertiroid, atau kanker kandungan? Itu bisa disebabkan oleh kerusakan psikologis, seperti retaknya hubungan rumah tangga, kekecewaan yang dipendam, hingga emosi yang tidak tersalurkan,” urainya.
Ia menambahkan bahwa penyakit stroke juga banyak menimpa orang yang temperamental dan tidak pemaaf. “Jangan tidur dengan beban pikiran. Maafkan orang lain, walaupun mereka pernah menyakiti kita. Lepaskan dendam dan tidur dengan tenang selama 5 jam. Rasulullah SAW hanya tidur 1–2 jam setiap malam, tapi beliau tidak pernah menyimpan dendam, sehingga tidurnya sangat berkualitas,” jelasnya.
Ustadz Abu Hilal kemudian menjelaskan makna simbolik dari istilah lebaran dan kupat:
- Lebar – Menandai berakhirnya bulan puasa.
- Luber – Menggambarkan melimpahnya rezeki dan semangat untuk bersedekah.
- Labur – Memutihkan diri dari kesalahan dengan meminta maaf, sebagaimana tradisi melabur tembok menjelang Idul Fitri.
- Lebur – Menghapus segala kesalahan, jangan sampai ditunda hingga hari kiamat.
Ia juga menekankan keutamaan silaturahim yang membawa berkah dan kelapangan rezeki. “Tema kajian hari ini, ‘Silaturahmi, Hidup Ringan Tanpa Dosa’, sangat tepat. Karena dengan silaturahmi, dosa kita diampuni oleh Allah. Bila kita merasa berat dalam berbuat kebaikan—seperti shalat berjamaah, membaca al-Qur’an, atau bersedekah—bisa jadi karena masih ada dosa dan dendam yang belum kita lepaskan,” tuturnya.
“Orang yang paling bahagia adalah mereka yang paling banyak bersyukur kepada Allah. Bahkan, sakit pun bisa menjadi cara Allah menghapus dosa-dosa kita,” pungkasnya. (*)
Penulis Dahlansae Editor Wildan Nanda Rahmatullah