
PWMU.CO – Kebijakan pemerintah mengembalikan sistem penjurusan di Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Madrasah Aliyah (MA) terus menuai tanggapan dari berbagai kalangan. Tanzil Huda, akademisi bidang pendidikan dari Universitas Muhammadiyah (Unmuh) Jember, memberikan perspektif mendalam tentang pentingnya penjurusan sebagai bagian integral dari sistem pendidikan berjenjang.
Dosen Unmuh Jember ini menjelaskan bahwa jenjang SMA merupakan fase kritis dimana siswa mulai merancang masa depan mereka, dan mempersiapkan bekal pengetahuan, keterampilan, dan sikap untuk diasah di perguruan tinggi nantinya.
“Jadi disinilah letak krusial dilakukannya penjurusan pada pendidikan SMA, dimana anak-anak sudah harus mempersiapkan dan merancang masa depannya” ujarnya.
Pakar pendidikan ini mengajak untuk melihat kesuksesan sistem penjurusan di beberapa negara maju. Ini bukan konsep baru, sudah banyak negara sukses menerapkan sistem ini. Indonesia bisa belajar dan menyesuaikan dengan konteks lokal.
Beberapa negara maju yang menerapkan sisitem pendidikan ini adalah Jerman dengan “Berufliches Gymasium”, Prancis dengan “Baccalureat”, dan di Jepang dengan “Koka”, yang mana semua itu merupakan sistem yang sama yaitu spesialisasi pembelajaran yang secara umum dikategorikan menjadi sains, ekonomi, humaniora, dan Teknik sebagai kurikulum yang jelas bagi siswa SMA.
Keberhasilan Kebijakan
Meskipun kebijakan kurikulum ini dianggap langkah yang baik untuk pendidikan, masih terdapat pihak yang kontra terhadap kebijakan ini dan menganggap akan membebani guru dan siswa karenaseringnya mengganti kurikulum. Tanzil menanggapi bahwa kebijakan apapun pasti akan menuai pro dan kontra karena tidak hanya satu orang yang terdampak.
“Yang Namanya kebijakan pasti ada pro dan kontra termasuk kebijakan di bidang pendidikan. Saya yakin pemerintah sudah melakukan kajian mendalam sebelum mengambil keputusan ini,” pungkasnya.
Tanzil mengingatkan bahwa keberhasilan kebijakan ini bergantung pada kesiapan berbagai faktor yaitu pendidikan sebelumnya mulai dari Sekolah Dasar (SD) sampai Sekolah Menengah Pertama (SMP).
Menurutnya, jenjang pendidikan memiliki peran yang berbeda, Taman Kanak-kanak (TK) sebagai menajemen diri, Sekolah Dasar (SD) untuk mengeksplorasi diri, Sekolah Menengah Pertama (SMP) untuk menemukan dan mengembangkan bakat yang dimiliki siswa, SMA adalah merancang karir masa depan, dan perguruan tinggi adalah sebagai tempat untuk membangun dan mengembangkan core skill diri.
“Jika ada siswa SMA yang masih bingung menentukan jurusan, mungkin ada yang perlu dievaluasi di jenjang sebelumnya. Eksplorasi minat harus dimulai sejak dini,” tegasnya.
Kebijakan penjurusan di SMA/MA ini dipandang sebagai langkah strategis menuju visi Indonesia Emas 2045. Namun, kesuksesannya bergantung pada implementasi yang terencana dan dukungan semua pihak. (*)
Penulis Sukron Kasyir Editor Amanat Solikah