PWMU.CO – Selama ini muncul kesan bahwa Muhammadiyah memisahkan diri dari perjuangan politik Indonesia. Anggapan bahwa Muhammadiyah enggan terjun langsung dalam politik praktis pun kerap disematkan.
Benarkah pandangan seperti itu? Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur Prof Dr Achmad Jainuri MSi menjawabnya.
Dalam kajian Ideologi, Politik, dan Organisasi (Ideopolitor) Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kota Malang, Sabtu (17/2/18), Jainuri menyebut pilihan politik Muhammadiyah ialah melalui high politic alias politik adiluhung.
“Pada praktiknya, high politic berperan aktif dalam menanamkan nilai-nilai dan wawasan politik pada masyarakat, khususnya warga Muhammadiyah. Kita memang tidak bergerak pada ranah low politic, yakni terjun langsung dalam praktik politik praktis,” ujar Jainuri.
Peran Muhammadiyah, kata Guru Besar UIN Sunan Ampel Surabaya itu, misalnya seperti yang dilakukan melalui kajian Ideopolitor ini. Yakni menanamkan nilai-nilai dan wawasan pada warga Muhammadiyah untuk cerdas memilih pemimpin.
“Pandangan politik Muhammadiyah sejatinya merupakan proses menciptakan tatanan sosial yang baik yang ditempuh melalui kontrol terhadap sumber kekuasaan,” tegas Jainuri.
Menurutnya, peran Islam yang sangat individu dalam konteks pertanggungjawaban kepada Tuhan menjadi perhatian Muhammadiyah pada ranah politik ini.
“Di Hari Akhir nanti, manusia akan bertanggung jawab atas dirinya sendiri pada Tuhannya. Di sinilah Muhammadiyah memainkan peran dan tanggung jawab sosial yang sangat besar. Karena lingkungan sosial ini yang membentuk individu menjadi begitu unik dan bisa menjadi apa saja,” bebernya.
Meski begitu, ujarnya, bukan berarti high politic yang dipilih Muhammadiyah lantas menutup jalur bagi warga Muhammadiyah untuk terjun secara langsung dalam politik praktis.
Jainuri menekankan perlunya diskresi atau kebijakan di luar pakem. “Perlu (diskresi ini), untuk memberi peluang bagi warga Persyarikatan terjun ke dunia politik. Tujuannya apa? Jelas, untuk menyalurkan aspirasi politik,” katanya.
Kajian Ideopolitor diselenggarakan selama dua hari, Sabtu-Ahad (17-18/2) di Hall UPT P2KK UMM. Pada kajian ini, antusias peserta yang merupakan utusan semua ortom Muhammadiyah tampak dari diskusi-diskusi yang mengalir.
Utamanya menyikapi tahun politik 2018 dan semakin dekatnya waktu pemilihan gubernur dan kepala daerah serentak Juni mendatang. (Isna)